Bab 18 Menjalani hari sebagai suami istri

1.6K 28 8
                                    

Setelah beberapa hari menikah, kehidupan Paul dan Salma mulai kembali ke rutinitas masing-masing. Salma harus kembali ke kuliah, sementara Paul, yang baru saja diangkat sebagai CEO, sudah mulai bekerja.

Pagi itu, di meja makan.

Salma: "Paul, aku harus ke kampus hari ini. Ada kelas penting."

Paul: "Nggak usah ke kampus, kan bisa belajar di rumah. Aku kan di sini aja."

Salma: "Aku nggak bisa belajar dari rumah terus, Paul. Ada presentasi yang harus aku bawain."

Paul: "Tapi aku nggak suka kamu ngobrol sama cowok-cowok di kampus. Nggak bisa nggak sih kamu tetep di rumah?"

Salma: "Paul, aku butuh belajar dan berinteraksi sama teman-teman kuliah. Kamu kan tahu itu."

Paul: "Yaudah, aku anterin aja ke kampus. Aku tungguin di luar sampe kelas kamu selesai."

Salma: "Nggak perlu, Paul. Aku bisa sendiri kok. Nanti aku nggak bisa fokus kalau tahu kamu nungguin di luar."

Paul: "Nggak, aku tetep nggak rela kamu sendirian di kampus."

Salma: menghela nafas "Paul, kamu harus percaya sama aku. Aku cuma mau kuliah, nggak ada yang lain."

Paul: "Aku tahu, tapi rasa cemburu ini nggak bisa aku kontrol."

Salma: "Yaudah, gimana kalau kamu anterin aku ke kampus, tapi setelah itu kamu langsung ke kantor. Gimana?"

Paul: "Hmm... Oke deh. Tapi aku tetep nggak suka kamu ngobrol sama cowok lain."

Salma: "Aku janji, aku akan jaga diri dan nggak akan kasih alasan buat kamu cemburu."

Paul: "Oke, aku anterin kamu sekarang."

Di dalam mobil, dalam perjalanan ke kampus.

Salma: memegang tangan Paul "Terima kasih ya, paul sudah mau mengantarkan aku."

Paul: mengendurkan cengkeramannya di kemudi "Ini bukan berarti aku nggak cemburu, Sayang. Tapi aku harus belajar mempercayaimu."

Salma: mengangguk "Aku mengerti, Paul. Kamu tahu aku hanya ingin fokus pada kuliah."

Paul: "Aku berusaha, Sayang. Tapi kadang rasanya sulit untuk tidak merasa cemburu."

Salma: "Kamu harus tahu, kamu adalah yang paling penting bagiku, Paul. Tidak ada yang bisa menggantikan tempatmu."

Paul: menghela nafas "Aku tahu. Maaf kalau kadang aku terlalu protektif."

Salma: "Tidak apa-apa. Itu artinya kamu peduli. Tapi percayalah, aku akan selalu setia padamu."

Paul: mengamati Salma dengan penuh perhatian "Aku sangat beruntung punya kamu, Sayang. Kamu membuat hidupku lebih baik."

Salma: senyum lembut "Dan kamu juga membuat hidupku lebih berarti, Paul."

Paul: berhenti di depan kampus "Ini sudah sampai."

Salma: menggandeng tangan Paul "Terima kasih sudah mengantar, Paul. Aku akan segera pulang setelah kelas selesai."

Paul: mencium kening Salma "Ingat janjimu, ya."

Salma: mengangguk "Aku akan tetap menjaga diri. Ayo, aku akan kirim pesan kalau sudah selesai."

Paul: memeluk Salma sejenak "Baiklah. Aku tunggu kabarmu."

Salma: masuk ke dalam kampus sambil melambaikan tangan "Sampai jumpa nanti, Paul !"

Setelah Salma melambaikan tangan dan mulai berjalan ke arah gedung kampus, tiba-tiba teman kuliahnya, Dimas, datang dan tidak sengaja merangkulnya sambil tertawa. Paul yang melihat dari mobil langsung merasa panas dan mendidih.

Dimas: "Hey, Salma! Lama nggak ketemu, gimana kabarnya?"

Salma: tersenyum dan melepaskan diri perlahan "Hey, Dimas! Baik, kok. Kamu sendiri gimana?"

Dimas: "Baik juga. Eh, kamu udah siap buat presentasi hari ini?"

Salma: "Iya, udah siap. Kamu gimana? Siap juga kan?"

Paul yang melihat kejadian itu dari dalam mobil, mengepalkan tangannya di kemudi, mencoba menenangkan diri. Ia tahu ia harus percaya pada Salma.

Paul: berbicara pada dirinya sendiri "Tenang, Paul. Salma sudah janji akan setia. Dia hanya ngobrol biasa."

Salma, yang merasa ada yang mengawasinya, melirik ke arah mobil dan melihat Paul. Ia segera mengambil langkah untuk menghindari kesalahpahaman.

Salma: "Dimas, aku harus segera masuk. Kita ngobrol lagi nanti ya."

Dimas: "Oke, Sal. Sampai nanti!"

Salma melangkah cepat ke dalam gedung dan mengirim pesan singkat kepada Paul.

Di dalam kelas, Salma merasa harus segera mengirim pesan kepada Paul agar tidak ada kesalahpahaman. Ia segera membuka WhatsApp dan mulai mengetik.

WhatsApp Chat:

Salma: Hey paul , tadi itu temen lama, Dimas. Maaf kalo bikin kamu nggak nyaman. Aku udah masuk kelas sekarang.

Paul: Aku lihat kok. Jangan khawatir, aku percaya sama kamu. Semoga presentasimu lancar ya. Love you!

Salma: Terima kasih ya. Kamu yang terbaik! Nanti aku kabarin lagi setelah kelas selesai.

Paul: Oke, aku tunggu. Semangat ya!

Salma: Pasti! Sampai nanti, sayang.

Paul: Sampai nanti, hati-hati ya.

Paul menutup WhatsApp dengan perasaan sedikit lebih tenang, mencoba memusatkan pikirannya kembali pada pekerjaannya. Sementara itu, Salma merasa lega bisa menjelaskan situasi kepada Paul dan bertekad memberikan yang terbaik dalam presentasinya.

CINTA DI ANTARA AMBISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang