Jam menunjukkan pukul 9 malam saat Salma tiba di rumah. Dia merasa bersalah karena meninggalkan Paul tanpa memberi kabar sepanjang hari. Salma berpikir Paul sudah tidur, tapi ternyata sang suami masih setia menunggunya di ruang tamu. Begitu mendengar suara mobil Salma, Paul langsung berlari ke pintu.
Salma memarkir mobil dan melihat lampu ruang tamu masih menyala. Hatinya berdegup kencang, dia tahu Paul pasti khawatir dan marah. Namun, dia tidak menyangka betapa dalamnya perasaan suaminya.
Paul: Membuka pintu dengan mata berkaca-kaca "Sayang..."
Salma: Terkejut melihat Paul "Mas... kamu belum tidur?"
Paul: Menangis sejadi-jadinya "Aku nggak bisa tidur, Sayang. Aku takut kamu ninggalin aku."
Salma: Merasa bersalah dan mendekat "Mas, maaf... Aku nggak maksud bikin kamu khawatir."
Paul: Memeluk Salma erat-erat "Aku nggak bisa tanpa kamu, Sayang. Kamu segalanya buat aku. Tolong jangan pernah ngomong soal cerai lagi."
Salma: Menangis "Mas, aku cuma takut nggak bisa kasih kamu keturunan. Aku takut kamu kecewa."
Paul: Masih memeluk erat "Aku nggak peduli soal itu, Sayang. Yang penting kamu ada di samping aku. Kita bisa hadapi semuanya bareng-bareng."
Salma: "Mas, maaf... Aku janji nggak akan ngomong kayak gitu lagi. Aku sayang banget sama kamu."
Paul: "Aku juga sayang banget sama kamu, Sayang. Kamu adalah segalanya buat aku."
Setelah beberapa saat, Salma menyadari bahwa wajah Paul terlihat sangat pucat. Instingnya sebagai istri langsung merasakan ada yang tidak beres. Dia curiga Paul tidak makan seharian ini, dan hatinya mulai dipenuhi rasa khawatir.
Salma melepaskan pelukannya dari Paul, merasa marah dan cemas. Paul, yang awalnya merasa nyaman dalam pelukan Salma, tiba-tiba merasa panik dan takut istrinya akan pergi lagi.
Salma: Melihat wajah Paul dengan cemas "Mas, kamu kenapa pucat banget? Kamu nggak makan seharian ya?"
Paul: Terkejut "Aku... aku nggak lapar, Sayang. Aku cuma mikirin kamu."
Salma: Marah dan khawatir "Mas, kenapa kamu ngabaikan makan? Kamu bisa sakit!"
Paul: "Aku nggak bisa mikirin apa-apa selain kamu, Sayang. Maaf..."
Salma: Melepaskan pelukannya dan berjalan ke dapur "Tunggu di sini. Aku ambilin makanan buat kamu."
Paul: Panik dan takut "Sayang, kamu mau kemana? Jangan pergi lagi, tolong..."
Salma: Dari dapur "Aku nggak pergi, Mas. Aku cuma ambilin makanan buat kamu."
Salma kembali dari dapur dengan membawa sepiring makanan. Dia menghampiri Paul yang masih berdiri dengan wajah khawatir.
Salma: Menaruh piring di meja dan duduk di samping Paul "Mas, aku suapin ya. Kamu harus makan biar nggak sakit."
Paul: Dengan mata berkaca-kaca "Sayang, aku nggak bisa tanpa kamu. Maaf udah bikin kamu khawatir."
Salma: Kaget melihat Paul menangis "Mas, kenapa nangis? Aku di sini kok, aku nggak kemana-mana."
Paul: Menangis lebih keras "Aku cuma takut kehilangan kamu, Sayang. Aku nggak mau kamu ninggalin aku."
Salma: Mengusap air mata Paul dan mulai menyuapi "Mas, aku janji nggak akan ninggalin kamu. Tapi kamu juga harus jaga kesehatan. Kalau kamu sakit, aku juga yang sedih."
Paul: Mengangguk sambil menerima suapan Salma "Iya, Sayang. Aku janji akan lebih jaga diri. Makasih udah perhatian sama aku."
Salma: "Aku sayang banget sama kamu, Mas. Jangan bikin aku khawatir lagi ya."
Paul: "Aku juga sayang banget sama kamu, Sayang. Maaf udah bikin kamu cemas."
Malam itu, Paul dan Salma menemukan kekuatan dalam cinta mereka yang saling mendukung. Dengan perhatian dan kasih sayang yang tulus, mereka berdua tahu bahwa mereka bisa mengatasi segala rintangan bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA DI ANTARA AMBISI
RomanceSalma adalah seorang mahasiswa cerdas yang berfokus pada studinya. Hidupnya berubah ketika dia bertemu dengan paul, seorang CEO muda dan sukses, dalam sebuah seminar. Dari pandangan pertama, Paul terpesona oleh kecantikan dan kecerdasan Salma. Meski...