~Happy Reading~☆
☆
☆
Author POV.
ANGIN berembus pelan membelai wajah Gibran yang tengah melamun. Seakan menyadarkannya bahwa masa pahit itu telah berlalu walau mungkin akan terulang lagi nanti. Gibran menjatuhkan tubuhnya di atas rerumputan yang tumbuh.
subur nan hijau. Tangannya ia jadikan bantal untuk kepalanya, matanya.
terpejam, menikmati segala kedamaian yang sulit ia dapatkan. Gibran mengembuskan napas lelah. Sampai kapan orangtuanya akan seperti ini? Apakah mereka belum puas mengucilkan serta mengacuhkannya sejak kecil? Lagi-lagi ia harus menelan kenyataan pahit bahwa kedatangan mereka bukan tulus dari hati, melainkan hanya sebatas membutuhkan dirinya untuk mengembangkan perusahaan mereka. Egois!
Kemaren sore, setelah dua tahun Orang tuanya tidak pulang, akhirnya kemaren mereka pulang dengan suatu hal yang menurut mereka penting. Ya mereka kemaren memaksa Gibrsn untuk di jodohkan dengan rekan bisnis Papanya. Katanya perusahaan Papanya akan maju lagi jika Putra mereka mau di jodohkan dengan anak rekan bisnisnya itu. Gibran menolak ajakan orsng tuanya. Dia tidak butuh orang tua yang egois. Dia cuma mau orang tua yang tulus sama dia.
Samar-samar Gibran bisa mendengar langkah kaki yang mendekat. "DUAR!" jerit seorang gadis berniat mengagetkan, tapi sepertinya gagal.
"Batu! Kamu tidur, mati, atau pingsan, sih?" tanya gadis itu sambil mendudukkan dirinya di samping tubuh Gibran.
Gibran tersenyum mendengar segala gerutuan kesal gadisnya, sama sekali tak berniat membuka mata.
"Tuh kan sekarang malah senyum-senyum nggak jelas!" Kata Adara. "Berisik, Dar," tegurnya pada Adara.
"Kamu sih seharian nggak ada kabar, nggak masuk sekolah, handphone nggak aktif pula. Kamu lupa ya harus jagain aku, hah? Kamu kan bodyguard aku." Adara berbicara tanpa jeda, membuat Gibran hanya tertawa kecil mendengarnya.
Tanpa menjawab ucapan Adara, Gibran langsung menarik tubuh gadis itu ikut berbaring di sampingnya, menjadikan lengannya sebagai bantalan untuk Adara.
"Tau dari mana gue di sini?" Gibran bertanya tanpa peduli pada Adara yang hendak protes.
"Kamu pernah cerita tempat favorit kamu ke aku. Terus aku udah cari kamu ke semua tempat favorit kamu dan ini adalah yang terakhir."
Adara akhirnya pasrah berbaring di samping Gibran. Posisinya dengan Gibran tidak tepat di bawah matahari, sehingga matanya bisa menatap langit yang begitu indah.
"Lo tau, gue seneng banget pas lo bilang pengen manggil gue Bod, bukan Gibran seperti lainnya." Gibran memulai pembicaraan, matanya masih enggan terbuka.
"Kenapa?" Adara menengok ke samping, menatap pahatan wajah Gibran yang begitu sempurna.
Karena panggilan to itu membuat gue untuk lupa sama kenangan pahit dari keluarga gue." Gibran mengembuskan napasnya.
Sulit menceritakan masa lalunya, tapi kini Adara adalah kekasihnya la berhak tahu kehidupannya. Bagi Gibran, Adara adalah hal terindah yang pernah Tuhan berikan seumur hidupnya.
"Gue punya kakak namanya Ginarea keisha Nevandra. Dia anak yang paling diharapkan kehadirannya sama Papa. Ginarea selalu dimanja sama orangtua gue, apa yang dia mau pasti terkabul. Sampai gue lahir waktu umurnya tiga tahun. Papa kecewa saat tahu kalau gue terlahir sebagai anak laki-laki, bukan perempuan seperti keinginanya. Akhirnya Papa coba nerima gue, walaupun Papa selalu tetap memprioritaskan kakak gue. Berbeda dengan Papa, Mama menyayangi gue sama Ginarea tanpa membedakan kami. Mama nggak pernah pilih kasih. Bagi Mama, gue lahir sehat adalah sebuah kebahagiaan.
"Tapi, gue iri sama Ginarea yang selalu dapat perhatian Papa, beda sama gue yang lebih sering nggak terlihat keberadaanya. Gue ngelakuin apa pun biar Papa bisa lihat keberadaan gue, mulai dari juara kelas bahkan jadi anak nakal pun gue lakuin buat narik perhatian Papa. Tapi tetep aja di mata dia gue nggak ada apa-apanya dibanding Ginarea.
Awalnya gue nggak tahu kenapa dia ngebedain gue sama Gina. Sampe akhirnya, gue nggak sengaja denger perdebatan Mama sama Papa. Di situ gue tahu bahwa sejak Gina lahir Papa sudah mempersiapkan Gina untuk menjadi penerus perusahaannya di masa depan, dan kalo saat itu anak kedua Papa seorang perempuan, Papa berniat ngejodohin anak perempuannya itu sama anak temen bisnisnya supaya perusahaannya bisa lebih berkembang.
"Gue enggak marah di situ, gue masih terlalu kecil saat itu. Yang gue tahu kehadiran gue nggak pernah diharapkan sama Papah, begitupun Mama. Malam itu juga gue tahu kalau Mama cuma kasihan sama gue, bukan beneran sayang seperti anggapan gue. Gue yang masih kecil cuma bisa nangis di kamar dan besoknya gue bersikap seakan nggak terjadi apa-apa. Lo tahu, sebagai bentuk pelampiasan gue, di sekolah gue sering berantem, padahal gue masih SD, lo tau sendiri kan Dar kalau gue dulu anak nakal. Dan gue dari dulu ga pernah cerita tentang keluarga gue, lo cuma tau kalau gue tinggal sama nenek gue.
"Sejak lo pergi, gue udah ngamen buat cari uang, gue bertekad memenuhi segala kebutuhan gue tanpa harus pake uang orangtua gue sedikit pun.
Gue gabung sama preman jalanan, gue diajarin bela diri sama mereka. Gue yang terkecil di antara mereka, jadi gue sering dijailin mereka. Tapi mereka bakal lindungin gue kalo ada yang berani ganggu gue. Bahkan terkadang gue nggak pulang ke rumah dan milih sama mereka. Lo tahu, gue selalu berharap Mama sama Papah bakal nyariin gue, nyuruh anak buahnya buat nyari gue, tapi harapan itu pupus. " Suatu hari, gue pulang dan lihat rumah gue udah hancur berantakan. Gue pikir ada perampok yang masuk ke rumah gue, nyatanya itu semua perbuatan Papah. Gue bingung, di situ gue lihat Gina yang nangis ketakutan di pelukan Mama. Papa yang melihat kehadiran gue, langsung narik gue dan mukulin gue pake sabuk sampe badan gue berdarah penuh luka. Papa bahkan nggak ragu buat nampar dan cekik gue sampai mau mati. Sambil nyekik gue, dia bilang kalo gue anak pembawa sial. Gara-gara kelahiran gue, dia kehilangan relasi bisnisnya. Perusahaannya hampir bangkrut. Dia juga bilang semenjak gue lahir banyak kesialan yang terjadi di perusahaannya.
"Gue nggak tau apa-apa lagi karena setelahnya gue nggak sadarkan diri dalam waktu yang lama. Pas gue sadar, gue nggak langsung buka mata, Gue ngedengerin obrolan Papa, Mama, dan Omah. Gue denger bahwa Papa berencana masukin gue ke panti asuhan, tapi hal itu ditolak keras sama Omah. Omah mau ngerawat gue dan hal itu langsung disetujui sama kedua orangtua gue. Gue pengen nangis di situ, tapi gue tahan. Karena gue inget ucapan Bang lyan, ketua preman, kalo cowok harus kuat, nggak boleh lemah.
"Dan sampai gue keluar dari rumah sakit, gue nggak pernah ketemu Mama, Papah, dan Gina lagi. Gue nggak pulang ke rumah gue yang dulu, tapi gue langsung pergi ke luar negeri sama Omah dan tinggal di sana selama tiga tahun tanpa mendengar kabar sedikit pun tentang mereka. Lalu, tiba-tiba, Omah ngejemput gue waktu masih jam sekolah dan kita langsung pergi ke Indonesia. Gue belum tahu apa-apa di situ sampe ucapan Omah benar-benar mengejutkan gue."
Gibran menjeda ceritanya. Ada sesak yang dirasa. Ada luka yang belum sepenuhnya sembuh. Ada hati yang yang masih belum terima. Dan, ada ego yang masih menyalahkan diri sendiri.
☆
☆
☆
~Bersambung~
JANGAN LUPA VOTE OYY, BIAR SEMANGAT NULISNYA AKUU. Makasih yaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bodyguard (GIDARA)
Teen FictionWARNING! DI LARANG MENGKOPY! Bismilah ramee banyak yang baca dan votee secara iklas. GIBRANA ALKEINEVANDRA ia adalah pemimpin dari Geng Xvandra. Geng yang menguasai SMA merdeka. Semua kehidupan Gibran berubah saat ia menginjak kelas 12. Teman masa...