because the opportunity is there
not to be wasted🪷
Tubuh mungil Nanda tertutupi oleh tumpukan buku yang ia bawa. Pandangan di depannya hampir tak terlihat akibat buku yang begitu banyak nan cukup tebal di tangan. Ini adalah buku paket milik teman-teman sekelasnya, dan tadi Nanda diminta Pak Subroto—guru sejarah mereka, untuk mengantarkan buku tersebut ke ruang guru sebagai hukuman karena sempat tertidur ketika jam pelajaran masih berlangsung. Apesnya, padahal saat itu bukan hanya Nanda yang tertidur.
"Hufft" langkah si gadis Winata sedikit tertatih, ia terlalu fokus menjaga keseimbangan buku di tangannya sampai tidak sadar kalau tali sepatu yang ia kenakan telah terlepas dan bisa membahayakan dirinya kalau sampai terinjak
"Lo pasti bisa Nan. Yuk bisa yuk, ngangkat galon di rumah aja bisa. Masa buku engga?" semangat dia
Di ujung koridor lantai dua, Nanda mulai menuruni satu persatu anak tangga secara perlahan namun naas di tengah perjalanan, salah satu kakinya malah menginjak tali sepatu yang terlepas sehingga—
BRUK
—buku-buku yang ia bawa terjatuh, bersamaan dengan diri Nanda yang juga tersungkur, bahkan ponselnya sampai terlempar dari saku.
“Aw” Nanda mengerang kesakitan ketika punggungnya terasa nyeri saat ia mencoba berdiri
Astaga. Ada-ada aja sih, Nanda menggerutu dalam hati. Sedikit kesulitan, ia mengambil satu persatu buku paket di hadapannya. Nanda sempat menyesal karena sudah menolak tawaran Dita dan Ziva. Padahal mereka sudah menawarkan bantuan.
"Haah" sekali lagi Nanda menghela nafas ketika buku-buku berhasil ia kumpulkan
Kini Nanda beranjak mengambil ponselnya yang tergeletak tidak jauh dari tempat. Tapi baru tangan si gadis ingin meraih, ia melihat dari arah atas, ada seseorang menuruni tangga dengan langkah terburu-burunya.
“AWAS”
KRAK
Terlambat. Mata Nanda membulat menatap nasib ponselnya yang terinjak. Sementara yang bertanggungjawab, malah memandang ponsel tersebut seolah ia baru saja menginjak seekor semut.
“Oh, HP” gumamnya sebelum lanjut berjalan
Tak peduli bagaimana si pemilik benda yang menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Itu adalah ponsel yang baru dibelikan sang ayah saat Nanda masuk SMA dan sekarang ponselnya—ponsel berharganya tampak sangat menyedihkan. Dengan layar gelap dan retak, serta cashing yang ikut rusak.
Suara itu. Amarah Nanda seketika memuncak mendengar suara orang yang menginjak ponselnya. Ia berbalik badan.
“Heh! Lo udah nginjek HP orang kenapa malah seenaknya pergi gitu aja” omel Nanda dengan nada keras, penuh dendam, sama sekali tak peduli dengan tata krama hingga berani berlo–gue pada orang di hadapannya. Membuat orang itu menghentikan langkah lalu ikut berbalik menatap Nanda
KAMU SEDANG MEMBACA
EXCHANGE
Teen FictionRESE. Satu kata pamungkas yang bisa menggambarkan sosok Erlangga di mata Nanda. Laki-laki berperawakan tinggi nan tampan, yang selalu berekspresi dingin dan memiliki sikap angkuh keterlaluan. Berurusan dengan Erlangga adalah opsi terakhir dalam kamu...