because the opportunity is there
not to be wasted🪷
Bel pulang sekolah telah berbunyi. Semua siswa sudah siap untuk pulang mengakhiri pelajaran di kelas masing-masing. Begitu juga kelas Bagas dan Erlan. Erlan memasukan buku-bukunya ke dalam tas secara asal. Sejak istirahat, baik Erlan maupun Bagas tak ada yang saling berbicara atau mengungkit masalah Erlan dengan Nanda. Bukannya Bagas tidak peduli, hanya saja ia tak mungkin marah karena tau apa yang terjadi. Bagas butuh menenangkan diri dan berfikir, bagaimana cara meminta maaf kepada Nanda yang sedang marah padanya?
Dan sepertinya ia juga sadar kalau Erlan memang sedang tak ingin banyak bicara. Hari ini, Erlan tampak lebih pendiam dari kesehariannya yang memang sudah pendiam, dan seperti yang ia lihat, Erlan nampak memiliki masalah, entah apa? Tapi Erlan belum mau bicara pada Jeremy maupun dirinya.
Erlan menyandang tas punggung, siap beranjak sebelum langkah dia terhenti begitu Bagas memanggil. Ia menoleh kearah Bagas.
“Mau kemana? Lo lupa hari ini ada latihan panahan?” Bagas mengingatkan
Erlan menggeleng. “Engga. Lo gantiin gue dulu ya” singkat Erlan
Sebenarnya ia ingin sekali latihan panahan karena itu satu-satunya hal yang dapat membuat Erlan merasa lebih tenang, satu-satunya hal yang membuat dirinya merasa kalau orang itu masih ada di sampingnya, dan satu-satunya hal yang tidak membuat dada Erlan sesak, juga terus diikuti perasaan bersalah.
Bagas mengangkat alis heran. “Kenapa? Ada hubungannya sama Allea?” tebak Bagas
Berharap kalau Erlan akan mengangguk membenarkan tebakannya. Sayang laki-laki itu malah kembali menggeleng pelan.
“Ada lah urusan” jawab Erlan seraya melanjutkan langkah
Bagas ikut menyusul keluar tapi berbeda tujuan. Erlan berjalan di depan dengan langkah memburu sambil sesekali melihat jam yang melingkar di tangan, menuju parkiran dimana mobilnya berada. Sedangkan Bagas? Dia berjalan menuju gedung olahraga tempat latihan panahan akan berlangsung selama dua jam.
Di tengah jalan, ia melihat Nanda sedang berjalan bersama Ziva dan Dita. Seulas senyuman merekah di wajahnya namun langsung memudar ketika teringat bahwa saat ini Nanda masih marah pada Bagas. Apa Nanda mau mendengarkannya? Pertanyaan itu melayang di otak Bagas. Akhirnya ia memilih menghampiri Nanda daripada terus bertanya tanpa mendapat jawaban.
Saat itu, ia dapat melihat ekspresi Nanda yang langsung berubah ketika melihat kedatangannya. Nanda segera menunduk, membuat Bagas merasa agak menyesal.
“Nan”
Nanda tak menjawab. Ia malah membuang muka kearah lapangan yang terkena cahaya matahari dengan beberapa siswa di sana. Tempat dimana mereka pertama kali jadian. Bagas berusaha tersenyum. Tapi memang rasanya sulit untuk itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXCHANGE
Teen FictionRESE. Satu kata pamungkas yang bisa menggambarkan sosok Erlangga di mata Nanda. Laki-laki berperawakan tinggi nan tampan, yang selalu berekspresi dingin dan memiliki sikap angkuh keterlaluan. Berurusan dengan Erlangga adalah opsi terakhir dalam kamu...