because the opportunity is there
not to be wasted🪷
Deret demi deret pakaian ia telusuri. Mulai dari bagian gaun-gaun sutra indah sampai pakaian kasual biasa. Tapi entah mengapa tak ada yang menarik perhatiannya. Pikirannya saat ini sedang tak ada di raga. Pancaran matanya pun tampak redup dan berkaca-kaca. Semua itu sama sekali bukan mimpi. Kata-kata itu amat nyata terngiang di telinganya, membuat hatinya terasa tertohok dan sangat sesak.
___________________________________________“Pagi, kak” sapa Allea begitu memasuki ruang makan
Dilihatnya Erlangga sedang menyantap steak yang merupakan menu pagi ini. Erlan hanya seorang diri di ruangan itu, sendiri seperti hari-hari yang lalu. Allea menarik salah satu bangku yang disediakan untuknya.
“Pagi” jawab Erlan tanpa melirik
Mereka makan dalam keheningan, hanya gemerincing peralatan makan saat memotong daging yang terdengar. Diam-diam Allea mencuri pandang ke sosok Erlan, dia sudah mengenakan kemeja sekolahnya dengan dasi yang baru disampirkan di leher, asik memotong steak itu menjadi ukuran lebih kecil dan memasukkannya ke dalam mulut. Allea mendengus pelan hingga hanya dirinya saja yang bisa mendengar. Apa semalam Erlan menemukan majalah itu? Apa ia sudah tau berita konyol tentang mereka? Kalau seandainya belum, kapan saat yang tepat untuk memberi taunya?
“Al”
“Kak”
Mereka sama-sama terdiam dan saling berpandangan. Selama beberapa detik, tak ada seorangpun dari keduanya yang mencairkan suasana, sampai akhirnya Allea duluan yang mengembangkan senyum menampilkan deretan gigi rapih dan putihnya.
“Kakak duluan aja” Allea mempersilahkan. Setidaknya dengan begitu ia bisa mengulur waktu daripada harus membuka topik menyebalkan tentang gosip mereka
Bukannya berbicara, Erlan malah menatap Allea lekat. Kedua sikunya ia letakkan di atas meja makan dan menumpukan dagu dikedua punggung tangan yang disatukan. Ia pandangi Allea dari ujung rambutnya yang tergerai sampai pundak. Ekspresinya terlihat enggan tapi Allea terus menunggu Erlan berbicara.
Erlan menggeleng pelan. Memilih mengurungkan niat untuk mengatakan apa yang ingin ia ucapkan. Ia kembali menusuk potongan daging terakhir di piringnya lalu memasukkan ke dalam mulut. Menguyahnya beberapa kali hingga ia menelan lalu meneguk lemon tea di gelas hingga tak bersisa. Erlan bangkit dari kursinya sambil melap mulut, kembali memandang Allea yang masih tampak penasaran dan menunggu.
Ia tersenyum tipis menyakinkan. “Bukan apa-apa. Aku..” Erlan menggaruk bagian belakang daun telinganya. “Tunggu di depan” ia beranjak pergi dari ruang makan
Di mobil. Lagi-lagi terjadi keheningan sepanjang jalan. Karena itu Allea memilih menyalakan radio mobil Erlan yang biasanya selalu mati, untuk membunuh keheningan. Ia masih tak tahu harus berbicara bagaimana kepada Erlan soal berita itu, jadilah ia memilih diam seribu bahasa, menopang dagunya di tangan, dan memandang keluar jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXCHANGE
Teen FictionRESE. Satu kata pamungkas yang bisa menggambarkan sosok Erlangga di mata Nanda. Laki-laki berperawakan tinggi nan tampan, yang selalu berekspresi dingin dan memiliki sikap angkuh keterlaluan. Berurusan dengan Erlangga adalah opsi terakhir dalam kamu...