06-Bandara

10 3 0
                                    

Hallo, welcome back di kisah Sean dan Viona yang masih suka ribut.
Udaa pada makan malam belum?
Vote, comment dan Share yaa 😉
Makasi 🤍
.
.
.
.
Happy Reading All

   Viona menenangkan dirinya di taman sekolah, ucapan Kirana benar-benar menyakiti perasaannya. Olla hanya bisa membatu menenangkannya dengan usapan lembut dan kalimat-kalimat penenang lainnya.

   "Gue munafik nggak sih, La, gue bilang gue nggak sayang sama Sean, tapi gue sakit hati Kirana bicara kayak tadi?" tanya Viona setelah beberapa menit lamanya ia terdiam. Olla tersenyum pelan.

   "Nggak salah, Vi, itu berarti lo pelan-pelan bisa nerima kalau Sean itu suami lo," balas Olla pelan. Ia tak ingin ada yang mendengar ucapannya. Viona menghela napasnya panjang.

   "Tapi gue masih belum terima kalau gue nikah sama Sean. Kak Arsya gimana?" tanya Viona menggigit bibir bawahnya pelan.

   "Vi, takdir lo Sean. Yang berani menjabat tangan Om Leo itu cuma Sean. Tanggung jawab lo ada sama Sean, sekarang dia yang jadi pelindung lo. Gue saranin sama lo buat buang jauh-jauh perasaan lo sama Kak Arsya," ucap Olla menasihati.

   "Tapi.." ucapan Viona terputus.

    "Vi, pernikahan itu bukan untuk permainan. Orang tua lo nyerahin lo ke Sean karena mereka percaya Sean bisa jaga lo sepenuhnya. Vi, mencintai seseorang itu boleh banget, tapi mencintai seseorang yang menikahi lo itu kewajiban," sambung Olla.

   "Berarti gue wajib mencintai Sean?" tanya Viona menatap sahabatnya. Olla mengangguk antusias. "Nah bener, pinter sahabat gue," puji Olla sembari mengusap-usap kepala Viona.

   "Tapi gue enggak bisa," keluh Viona lagi.

   "Bukan enggak, Vi. Tapi belum, lo cuma belum bisa nerima Sean, tapi gue percaya lo bakal bucin akut tuh sama cowok es batu," sambung Olla. Viona mengangguk pelan, menyetujui ucapan Olla.

   Tanpa keduanya sadari, seseorang menatapnya dengan tatapan tajam. Ia menerima sebuah fakta yang mengoyak perasaannya. Ia meninggalkan Olla dan Viona ketika bel masuk kelas berbunyi.

###

    "Mama, jangan pergi. Lima bulan itu lama, Vi nggak mungkin bisa ditinggal Mama sama Papa," rengek Viona. Hari ini Andini dan Leo mulai mempersiapkan barang-barangnya yang akan dibawa ke Singapura. Andini memasukkan baju-bajunya dari lemari menuju koper yang telah disiapkan, mengacuhkan Viona yang sedari tadi menahannya supaya gagal berangkat.

   "Sebentar aja, Vi, Kak Mita butuh pendampingan. Papa kamu juga ada tugas di sana, nanti kalau sudah waktunya pulang, Mama dan Papa akan segera pulang. Kita buat pesta buat merayakan kepulangan Mama dan Papa," balas Andini lembut. Sejujurnya, ia juga tak sampai hati meninggalkan putri semata wayangnya. Ini semua keduanya lakukan demi Viona berubah menjadi sosok wanita dewasa yang mampu berdiri tanpa keduanya. Karena kelak, Viona akan hidup bersama keluarga barunya, bukan bersama kedua orang tuanya.

   "Tapi, Ma, Vi enggak bisa tinggal cuma berdua aja sama Sean, Mama tau sendiri Sean kayak gimana kan, Ma?" tanya Viona lagi. Kali ini Andini mendengarkan rengekan Viona, air mata Viona sudah mulai jatuh membasahi pipinya, Viona benar-benar tak ingin ditinggal kedua orang tuanya.

   "Sean anak baik. Mama dan Papa percaya itu. Kalau sudah waktunya nanti, Mama dan Papa akan segera pulang, menemui kamu. Jangan lupa, saat Mama dan Papa pulang nanti, kita berdua mau lihat cucu dari kamu," gurau Andini di akhir kalimatnya. Viona mengerucutkan bibirnya.

From Neighbour To Life FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang