16-Dendam

5 0 0
                                    

Hallo, selamat datang.
Jangan lupa vote, comment nya 🤍
.
.
.
.

    Viona mengerjapkan matanya, ia menelisik sekitarnya, tangan dan kakinya tak bisa bergerak. Apa yang ia takuti kini menjadi nyata, tangan dan kakinya diikat di sebuah kursi tua yang hampir rapuh. Ia ingin melontarkan kalimat tolong, tetapi tercekat. Viona baru menyadari jika mulutnya ditutup oleh lakban berwarna hitam.

   "Eunngh," Viona memberontak, meminta pertolongan pada siapapun yang ada di sana. Nihil, bahkan tak ada seorang pun di dalam ruangannya. Tangan dan kakinya yang terikat membuatnya semakin mengaduh kesakitan. Ia menunduk, perasaannya gusar, pikirannya hanya cara bagaimana ia bisa terlepas dari ikatan ini.

   "Sean, gue beneran diculik," gumamnya menahan air mata.

   Prok! Prok! Prok! Suara tepukan tangan berhasil membuat Viona mengangkat pandangannya, ditambah ia melihat siapa yang datang. Gadis itu tersenyum sinis melihat Viona yang terduduk menahan sakit dan tangis.

   "Selamat datang, nona cantik," ucapnya seraya memencet kedua pipi Viona dengan dua jarinya. Viona mengerang kesakitan.

   "Gue lihat ada yang lagi berantem sama Sean. Thanks ya Viona, dengan cara ini gue bisa deket-deket sama Sean," sambungnya. Dua orang kawannya membuka lakban hitam yang menutupi mulut Viona berdasarkan perintah gadis yang membawanya kemari.

   "K-Kirana?" tanyanya tak percaya.

   "Iya, Viona. Kenapa? Kaget?" tanyanya masih dengan senyuman sinisnya.

   "Kenapa? Kenapa lo bawa gue ke sini? Gue salah apa?" tanya Viona berusaha masih tetap baik-baik saja di depan Viona, Kayla dan Rika.

   "LO TANYA KENAPA? KENAPA LO MASIH TANYA KENAPA?"

   "GUE DENDAM SAMA LO DARI LAMA, PUAS?" gertak Kirana. Viona menundukkan kepalanya, tak pernah ada seorang pun yang pernah membentaknya. Bahkan Andini, Leo dan Sean pun tak memiliki nyali untuk membentaknya, Viona terlalu mudah menangis.

   "Dendam kenapa? Gue punya salah apa sama lo?" tanya Viona tak mengerti. Bulir-bulir bening mulai keluar dari kelopak matanya.

   "Lo mau tau kenapa?" Kirana membalikkan pertanyaannya, nadanya sangat rendah namun sangat menohok.

    "KARENA LO SELALU UNGGUL DALAM APAPUN. LO JADI KESAYANGAN SEMUA GURU, LO BISA DAPAT HATI ARSYA. DAN SEKARANG, LO BISA DAPAT SEAN DENGAN SEGITU MUDAHNYA, LO PIKIR GUE NGGAK IRI?" teriak Kirana. Lagi-lagi Viona menunduk, menghindari kontak mata dengan Kirana yang sedang dikuasai olehnya amarah.

   Setelah Kirana menyelesaikan omongannya baru Viona mengangkat pandangannya. "Semua orang punya porsinya masing-masing, Kirana. Gue juga nggak pernah minta buat jadi kesayangan guru, gue cuma belajar dan membuktikan ke kedua orang tua gue kalau gue bisa, pasal Arsya dan Sean--"

   "DIAM VIONA!" teriaknya lagi, "gue nggak mau denger apapun itu penjelasan dari mulut lo," sambung Kirana.

   "Please, Kirana, tolong lepasin gue!" bujuk Viona. Air matanya mulai meluruh bersamaan dengan Kirana yang menekan kedua pipinya sangat keras.

   "Nggak semudah itu buat gue lepasin lo, kalau lo bebas dari sini, Sean bakal makin benci sama gue. Kasih gue waktu buat main-main dengan Sean. Gue juga butuh Sean, Viona sayang," ucap Kirana jahat. Viona menggeleng.

   "Sean punya gue, Kirana. Sean cuma punya gue," lirih Viona berusaha mempertahankan.

   "SEAN CUMA PUNYA GUE, VIONA ARUNA. DIA PUNYA GUE. LO YANG REBUT DIA DARI GUE," teriak Kirana lagi.

   "Kalau lo masih mempertahankan Sean, atau berurusan apapun dengan Sean, lo sendiri yang akan tanggung semuanya," ucap Kirana pelan dengan nada rendah namun begitu menyayat hatinya.

   "Cabut," ucap Kirana pada kedua temannya. Rika dan Kayla pergi mengikuti langkah Kirana.

   "Kirana! Gue mohon lepasin gue!" teriak Viona. Tak ada jawaban dari Kirana, gadis berambut hitam pekat itu melenggang pergi meninggalkan Viona seorang diri dengan tangan dan kaki yang diikat.

   "Sean, gue takut. Ini udah malem, di sini pasti gelap. Gue nggak liat ada lampu di ruangan ini. Tangan dan kaki gue juga sakit," rintihnya menahan sakit. Ia melihat sekitarnya, mencari sesuatu yang bisa membuat ikatannya lepas.

   Sial. Viona tak menemukannya barang satupun.

   Malam sudah semakin larut, tak ada sedikitpun cahaya di ruangan itu. Viona memegang perutnya yang lapar, pupus sudah harapannya menikmati pecel lele dengan sambalnya yang menggoda.

   "Kirana sih pake acara main culik-culikan segala, kan gue jadi gagal makan pecel lelenya," gerutu Viona kesal.

   "Hwaa.. Mama, Vi mau pulang. Di sini gelap, Sean nggak mau nolongin Vi," gerutunya lagi. Tangannya ia gerak-gerakkan berharap ikatan itu mau mengendor dan terlepas dengan sendirinya. Gagal, Viona tak bisa melakukannya.

   "Ini Kirana belajar tali temali di mana sih? Kuat banget ngiketnya," keluh Viona.

   Ia tak tahu di mana dirinya berada, yang ia tahu hanya di sebuah gudang tua yang sudah lama tak terpakai. Pasal lokasinya, ia tak mengerti. Viona hanya merasakan udara dingin dari jendela yang sengaja Kirana buka, harusnya Viona bisa lari dari sana, tapi lagi-lagi tangan dan kaki yang diikat menjadi alasannya. Viona juga mendengar beberapa orang yang sedang mengobrol.

   "Apa Kirana juga sampai menyewa body guard buat jagain gue di sini?" pikir Viona. Ia mengernyitkan dahinya heran.

   "Niat banget sih dia," gerutunya kesal.

   Suara gonggongan anjing terdengar di telinga menambah suasana horor malam ini. Tak ada bantal dan guling yang bisa dipeluk, tak ada kasur empuk yang bisa membuatnya nyaman, tak ada makanan enak yang bisa meredakan rasa laparnya. Viona terpaksa harus bermalam di gudang ini dengan rasa sakit. Sakit hati dan fisik.

****

   Naah, kan beneran diculik.

   Viona siihh pikirannya diculik, kan nggak ada makanan enak di sana.

   Siapa yaa yang bakal nyelamatin dia?

   See you next chapter

 

From Neighbour To Life FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang