11-Tolong

3 2 0
                                    

Hello, selamat malam..
Jangan lupa bintang nyaa yaa..
Semangatt malam semuanyaa.
.
.
.
.
Happy Reading All

   Viona kembali ke rumahnya setelah hampir dua minggu tinggal di rumah Sean. Kali ini ia ingin belajar mandiri dan bisa membuat Sean bahagia hidup bersamanya. Semua ia lakukan demi Mama dan Papa bahagia, walaupun pada kenyataannya Viona masih belum menerima Sean sebagai seorang suami.

   "Pulang sekolah bareng gue, jangan kemana-mana," ucap Sean sebelum memulai sarapannya. Viona mengangguk  sembari memasukkan roti panggang ke dalam mulutnya.

   "Satu sekolah juga sudah pada tau kalau kita deket. Mungkin mereka ngira kita pacaran," balas Viona. Sean hanya menanggapi ucapan Viona dengan suara yang berdehem.

   "Lo punya crush?" sambung Viona. Sean menggeleng. "Berapa kali gue bilang kalau gue nggak pernah punya cinta selain lo," jawab Sean sembari menekankan kalimat akhirnya.

    "Terus Kirana?" tanya Viona. Sudah lama ia ingin bertanya pasal Kirana pada Sean, tapi sepertinya ia harus mengurungkan niatnya.

   "Bukan siapa-siapa. Kenapa? Lo cemburu?" pertanyaan Sean mampu membuat Viona tersedak roti yang sedang dilahapnya.

   "Sama sekali enggak. Gue cuma mau tanya aja, kalau dijawab yasudah, kalaupun nggak, nggak masalah. Bukan urusan gue juga," balas Viona tak kalah datar. Suasana mendadak menjadi hening seketika, tak ada topik obrolan antara keduanya. Bahkan sampai sekolah Viona juga tak membuka suaranya, begitupula dengan Sean.

   "Jangan lupa. Gue tunggu di depan gerbang," ucap Sean sebelum Viona melangkahkan kaki masuk ke dalam kelasnya. "Hmm," balas Viona singkat.

   Olla melambaikan tangan di seberang koridor sekolah, Viona tersenyum lalu berlari kecil menghampirinya. Namun langkahnya terhenti ketika seorang wanita dengan sengaja menabrak bahunya. Viona meringis pelan.

   "Kalau jalan pakai mata, punya mata itu digunakan dengan baik," sinis wanita itu, ia tersenyum nakal melihat Viona yang meringis kesakitan. Melihat ada yang tidak baik-baik saja dengan sahabatnya, Olla menghampiri keduanya.

   "Vi, ayo ke kelas aja!" ajak Olla seraya menarik tangan Viona. Netra Kirana tak lepas sampai punggung Viona hilang dari pandangannya.

   Viona berusaha membuang pikirannya jauh-jauh, sikap Kirana tak seperti biasanya. Sebelum ia menikah dan berangkat sekolah bersama, Kirana tak pernah menyikapinya seperti tadi. Viona mendengus kasar, fokusnya ia kembalikan untuk pelajaran di depan.

   "Gue duluan, ya, Vi. Bunda udah jemput gue di depan sekolah. Kondisi Ayah semakin buruk dan kita harus segera ke rumah sakit," ucap Olla, tangannya sibuk mengemasi buku-buku yang masih ada di meja belajarnya. Viona mengangguk. "Iya, santai aja. Gue masih mau piket dulu."

   Olla berjalan cepat meninggalkan kelas, sementara Viona masih mengerjakan tugasnya. Ponsel Viona bergetar. Ia mengerti, pasti Sean yang menghubunginya.

   Gue tunggu di depan gerbang sekolah. Kalau masih ada tugas piket, lanjutin aja! Gue tunggu.

   Viona tersenyum tipis. Sean pasti tau jika dirinya kebagian jadwal piket dari Olla. Mungkin ia tak sengaja bertemu dengannya.

   "Selesai juga," ucapnya menghela napas. Dua kawan piketnya, Ara dan Sinta sudah bersiap untuk pulang. Viona masih bertugas untuk membuang sampah. "Kita duluan, Vi," ucap Ara.

   Viona tersenyum sembari mengangguk. "Oke. Sebentar lagi gue juga pulang. Tinggal buang sampah aja," balas Viona. Ara dan Sinta berlalu meninggalkannya seorang diri.

   "Aaww!" rintihnya menahan sakit. Ia merasa seperti ada orang yang menarik tangannya dengan keras hingga membuat ponselnya terjatuh di depan kelas. Pandangannya mendadak hilang, Viona hilang kesadaran.

   Pandangannya menyapu bersih keadaan sekitar, ia memegang kepalanya yang sedikit sakit akibat benturan yang ia rasakan sebelum kesadarannya hilang.

   "Kok gue ada di sini? Sean pasti masih nunggu di depan. Gue harus bisa keluar dari sini. Sean bisa marah," gumamnya pelan. Viona meraih knop pintu. Nihil, pintunya terkunci. Viona terkunci seorang diri di ruangan yang ia yakini sebagai gudang.

   "Tolong, ada orang di luar?" tanya Viona keras. Ia menggedor-gedor pintu, berharap ada orang yang melewati ruangan paling ujung di koridor ini. Viona sendiri sebenarnya tak yakin jika ada orang yang melewati ruangan ini, karena faktanya tak ada seorang pun yang berani ruang tua ini. Mungkin satpam yang masih mengunci beberapa kelas, itupun kemungkinan kecil karena ruangan ini lumayan jauh dari bagian kelas.

   "Siapapun di luar sana, tolong gue!"

   Suara Viona tercekat, ia mulai ketakutan. Bayangan buruk mulai menghantuinya. Bagaimana jika tak ada orang yang menemukannya di sini? Bagaimana jika ia harus tetap di ruangan ini sampai esok hari?

   Viona merogoh sakunya, ia pasti bisa menghubungi Sean. Sean pasti masih menunggunya di depan. Ia harus menghubungi dan meminta bantuannya untuk keluar dari gudang ini.

   "Handphone gue ke mana? Perasaan tadi ada di sini," keluhnya. Air mata Viona mulai mengalir, ia tak bisa sendirian di sini.

   "Siapapun! Please tolong gue, di sini ada orang. Gue Viona," teriaknya lagi. Tangannya terus menggedor-gedor pintu gudang itu.

   Hampir satu jam Viona berada di dalam gudang, ia menekuk kedua lututnya dan menelungkupkan wajahnya, tangisannya tak bisa berhenti sejak tadi. Ia ketakutan. Otaknya berpikir keras, siapa yang tega melakukan hal jahat ini padanya? Viona melirik jam tangannya, sudah hampir sore. Seharusnya Viona sudah berada di rumah, mendengarkan Sean mengomel karena ulahnya. Seharusnya ia sudah mencari masalah dengan Sean.

   Sean, gue takut.

   Viona mencoba bangkit dari duduknya, ia harus mencoba sekali lagi. Pasti masih ada orang di sekolah ini, Sean pasti sedang mencarinya.

   "Tolong, siapapun uang di luar!" suaranya melemah, Viona sudah tak memiliki tenaga untuk berteriak dan meminta tolong. Kini, ia hanya bisa pasrah, berharap ada orang baik yang bisa menemukannya di gudang ini. Dalam hatinya terus berdoa dan meminta tolong. Lagi-lagi ia menangis sembari bergumam pelan.

   Mama, Viona takut. Gudang ini gelap, Viona nggak bisa. Viona takut.

   Viona ketiduran sampai ia mendengar seperti asa yang mendobrak pintu gudangnya. Viona tetap memejamkan matanya, ia takut jika orang yang membawanya kemari kembali lagi untuk mencelakainya. Namun hati kecilnya berkata jika orang itu adalah Sean yang berusaha untuk menyelamatkannya.

   Tuhan, Viona mau keluar dari ruangan ini.

   Pintunya berhasil terbuka, ia membuka sedikit matanya.

   "Viona?"

    Viona terkejut melihat siapa yang berhasil membukakan pintu untuknya.

   ****

   Siapa yaa kira-kira? Viona aja sampai kaget begitu..

   Kritik saran aku terima yaa gess,, jadi nggak usah sungkan.

   Bantu Vote dan comment nyaa 🤍

  

From Neighbour To Life FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang