Bantu vote, komennya yaa..
Bintangmu semangatku.
Makasii 🤍
.
.
.
.
Happy reading AllSudah sejak pagi buta Sean membangunkan Viona. Namun, raga itu masih belum juga membuka matanya. Mulutnya selalu meracau tak jelas, Sean merasa ada yang janggal dari seorang Viona. Biasanya ia akan terbangun jika Sean sudah berteriak di telinganya. Tapi kali ini Viona berbeda, bahkan teriakan Sean di telinganya tak juga ia hiraukan.
"Mama, kapan pulang?" tanya Viona di alam bawah sadarnya. Untuk yang kesekian kalinya Viona mengigau merindukan kedua orang tuanya. Perlahan, Sean mendekati tubuh Viona. Ia menyentuh dahinya.
"Panas banget," gumam Sean pelan. Ia beranjak dan turun menemui Tessa yang masih sibuk menyiapkan sarapan di ruang makan.
"Bun," panggil Sean pelan. Nada bicaranya sangat pelan, ia terlalu khawatir dengan keadaan Viona.
"Kalau orang sakit panas, cara sembuhnya gimana?" tanya Sean polos. Tessa mengernyitkan dahinya. "Kamu sakit?" tanya Tessa. Raut wajahnya berubah menjadi sangat khawatir. Sean menggeleng.
"Lalu?"
"Viona," gumamnya pelan. Tessa melonjak kaget, dengan cepat ia membawa air kompres untuk menurunkan suhu badan Viona. Sean mengikutinya dari belakang.
"Vi," panggil Tessa pelan. Raut wajahnya tak bisa berbohong jika ia sangat mengkhawatirkan menantu tunggalnya yang saat ini masih terbaring dengan selimut yang menutupi sebagian tubuhnya.
"Mama," panggil Viona lagi. Tessa dan Sean saling bertatapan.
"Dari pagi Viona panggil Mama terus," jawab Sean seolah mengerti maksud tatapan Tessa.
"Sayang," panggil Tessa lagi. Tessa memasangkan kain di kening Viona. Pelan demi pelan, gadis itu membuka matanya.
"Bunda, Mama mana?" tanya Viona dengan suara parau. Sean menatap Viona tak tega, wanita yang biasanya selalu ceria dan suka keributan kini terbaring lemah di atas tempat tidurnya.
"Sabar ya, sayang. Nanti Mama pulang, Vi harus sembuh dulu. Mama sama Papa bakal sedih banget kalau tau putri kesayangannya sakit seperti ini," balas Tessa mengusap pipi cantik Viona. Viona menatap dalam pandangan Tessa, ada ketulusan yang bisa ia rasakan.
****
Sean membawakan makan malam dan segelas teh hangat di satu nampan untuk dia berikan pada sang istri. Sejak tadi Viona tak bangkit dari tidurnya.
"Gue pusing banget," keluhan saat Sean mengajak Viona membersihkan tubuhnya. Akhirnya, dengan telaten ia membersihkan bagian tubuh Viona yang terlihat saja. Sean berubah menjadi sosok yang sangat dewasa ketika melihat wanita yang dicintanya terbaring lemah.
"Vi," panggilnya lembut. Ia mengusap pipi Viona dengan lembut. Rasa panasnya bisa ia rasakan. Viona menggeliat.
"Makan dulu ya, Vi, dari pagi lo belum makan. Nanti habis makan, lo minum obat terus baru boleh tidur lagi," ucap Sean. Perlahan, Viona membuka matanya. Sean membantu Viona untuk duduk dengan bantuan bantal di belakangnya.
"Mama kapan pulang ya, Se?" tanya Viona di sela makan malamnya. Sean menawarkan minum padanya dan disambut baik oleh Viona.
"Mungkin sebentar lagi, lo sehat dulu. Nanti Mama lo nggak percaya lagi sama gue kalau gue bisa jagain lo," balas Sean menerima kembali uluran gelas Viona. Sean tersenyum tipis menatap Viona. Ia tak ingin gadisnya kembali bersedih.
"Tapi, Mama bilang kalau Mama sama Papa bakal lima bulan di Singapura. Itupun belum pasti mereka pulang, bisa jadi setahun di sana kalau gue nggak mau nurut dan jadi istri yang baik buat lo," balas Viona. Ia menolak ketika Sean kembali menyuapkan makanan ke mulutnya.
"Makan dulu, Vi, gue nggak tega liat Lo kayak gini," ucap Sean sendu. Pandangan Viona lurus ke depan. Ia tak menatap Sean yang sedari tadi memperhatikannya.
"Gue mau Mama pulang, Se," ucap Viona lagi.
"Nanti kita telpon Mama sama Papa, ya. Kamu mau?" tawar Sean. Viona mengangguk antusias. "Tapi lo harus habisin makanannya dulu. Kalau ini habis, gue kasih izin buat lo telpon Mama. Tapi kalau lo nggak mau habisin, handphone lo gue sita," ucap Sean tegas. Viona mengangguk antusias. Ia membuka mulutnya ketika sendok yang digenggam Sean mulai mencoba masuk ke dalam mulutnya.
Selepas makan malam dan meminum obat penurun panas, Sean menepati janjinya untuk membiarkan Viona menghubungi kedua orang tuanya yang masih berada di Singapura. Terlihat beberapa kali Viona terisak menangis ketika berbicara dengan Andini dan Leo. Padahal, belum ada satu bulan keduanya pergi meninggalkan Viona bersama Sean.
"Yang nurut sama Sean, ya, kalau kamu bisa membuktikan bahwa kamu bisa jadi wanita mandiri dan istri yang baik buat Sean, Mama dan Papa akan segera pulang ke Indonesia," ucap Andini di akhir telponnya. Viona mengangguk antusias, ia berjanji pada Andini jika ia mampu menuruti permintaannya.
Tak berselang lama setelah menutup telpon, Viona melaksanakan shalat isya sembari duduk karena kondisinya yang tidak memungkinkan untuk berdiri. Setelah selesai, Viona kembali membaringkan tubuhnya dibantu Sean. Sean juga menutup sebagian tubuh Viona kemudian mengecilkan suhu pendingin kamarnya. Ia mencium kening Viona sebelum membawa turun bekas makan Viona tadi.
"Cepat sehat, istriku."
Tengah malam Sean kembali terbangun karena Viona yang mengigau. Suhu badannya kembali meningkat, padahal sebelum tidur tadi menurun perlahan. Sean mendekap Viona dalam pelukannya, meletakkan wajah cantik Viona di depan dada bidangnya.
"Mau Mama, Se," ujar Viona meracau. Sean mengeratkan pelukannya.
"Sebentar ya, Mama sama Papa nggak akan lama," balas Sean lembut.
"Takut," racau Viona lagi.
"Gue di sini. Jangan nangis," pinta Sean lagi. Ia mencium kening Viona berulang kali supaya Viona merasa tenang dalam pelukannya. Setelah sekian lama akhirnya Viona tertidur dengan pulas dalam pelukannya.
"Ternyata gue nggak tega lihat lo sakit kayak gini. Cepat sehat, ya, gue kangen Vi gue yang ceria, Vi yang suka cari ribut sama gue. Cepat sehat, sayang," gumam Sean pelan. Sekali lagi, ia mengecup kening Viona dan menempelkan pipi di atas keningnya.
***
Ternyata Sean juga punya sisi baik wkwk..
Mari kita doakan Viona supaya dia cari ribut lagi sama Sean.
Bantu vote dan comment nyaa yaa🤍
KAMU SEDANG MEMBACA
From Neighbour To Life Friend
Genç Kurgu#FOLLOW SEBELUM MEMBACA# Viona masih tak percaya dengan jalan pikir Mama dan Papanya. Ia masih tak menyangka jika dirinya dijodohkan dengan Sean, teman masa kecil sekaligus tetangganya. Sean memang sering mencari masalah dengan Viona, tak ada ha...