12-Kenapa Dia?

3 2 0
                                    

Hello,, welcome back dengan akuu🥰
Bantu Vote, comment dan share nya yaa..
Bintangnya ada di pojok bawah kiri yaa..
.
.
.
.
Happy Reading All.

     Sean menoleh ke belakang ketikan seseorang memanggil namanya. "Viona masih ada tugas piket. Katanya, sebentar lagi dia datang," ujar Olla. Sean mengangguk, ia masih sabar menunggu sampai Viona datang. Sean memainkan ponselnya.

   Ia melirik jam tangannya, sudah hampir satu jam ia duduk di atas motor, menunggu sang istri yang katanya masih mengerjakan tugas piket. Semua siswa sudah berhamburan keluar, sepertinya sudah tak ada satupun orang yang berada di dalamnya. Di menit ke lima belas, Sean menghampiri dua orang gadis yang melewati dirinya, sepertinya berasal dari kelas Viona.

   "Viona mana?" tanya Sean.

   "M-masih di kelas, ada tugas piket," jawab Ara gugup, baru kali ini Sean berbicara padanya. Sean hanya mengangguk menanggapi ucapan Ara, ia membiarkan dua gadis itu berlalu. Sean kembali menunggu Viona sembari memainkan ponselnya.

   Mungkin sebentar lagi dia keluar. Awas aja kalau keluar, gue bakal ngomel panjang lebar abis ini. Pikirnya.

   Kesabaran Sean habis, ia beranjak kembali masuk ke dalam sekolah untuk menjemput Viona.

   Sean mengernyitkan dahinya, tak ada satupun orang di kelasnya, hanya ada satu tas yang masih tersisa. Sean tau, itu milik Viona. Tapi mengapa sang istri tak ada di kelasnya? Mengapa pula tas nya masih berada di dalam sana?

   "Permisi Mas, saya mau kunci kelasnya," ucap seorang lelaki berseragam satpam. Di tangannya ada banyak kunci yang bergantungan. "Sebentar, pak. Tas istri saya masih ada di dalam," jawab Sean tanpa sadar. Satpam itu mengernyitkan dahinya.

   "Istri?" tanya Pak Yono, satpam sekolah itu heran.

   Sean menepuk keningnya. Ia keceplosan, kalau tidak di klarifikasi akan merambat ke orang-orang sekolah lainnya. Ia tak ingin dikeluarkan dari sekolah, ia juga tak ingin Viona merelakan mimpinya karena ulahnya sendiri.

   "Maksud saya pacar, Pak. Maklum, nggak sabar jadi suaminya, jadi suka keceplosan panggil dia istri," jawab Sean menampilkan gigi rapinya. Pak Yono menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dasar anak muda."

   "Bapak nggak  lihat murid perempuan di sini? Tingginya rata-rata segini.." ucap Sean sembari menunjuk dada bidangnya. "Kulitnya putih, rambutnya panjang, pakai bandana putih, hidungnya mancung.."

   "Aduh, saya nggak tahu, Mas, mungkin dia sudah pulang. Lagipula, sekolah juga sudah kosong dari satu jam yang lalu. Saya yakin dia sudah pulang," potong Pak Yono dengan logat jawanya.

   Sean membawa tas Viona keluar dari kelasnya, kakinya seperti menendang sesuatu. Dilirik kakinya, ada sebuah ponsel di kakinya. Diraihnya ponsel yang sangat ia kenal. Itu ponsel Viona.

   "Vi, kamu di mana?" teriak Sean. Pak Yono sudah pergi dari tadi selepas mengunci kelasnya.

   "Sayang!"

   "Viona!"

   Tak ada jawaban, sudah lelah ia memutari sekolah, namun ia tak mendapatkan di mana keberadaan Viona. "Sayang kamu di mana?" ucap Sean lelah. Berat kakinya untuk meninggalkan sekolah sementara ia belum menemukan keberadaan sang istri. Ia menekan nomor polisi, berharap pihak kepolisian bisa membantu menemukan sang istri, tapi Seandainya kecewa dengan jawaban polisi yang mengatakan jika pencarian tak bisa dilakukan sebelum dua puluh empat jam sejak kehilangan.

   "Sean?"

   Sean menoleh ke belakang ketika mendengar suara lemah yang memanggilnya. Wajahnya pucat pasi melihat Viona yang dituntun dengan seorang lelaki. Sean menatapnya iba. "Sayang," gumamnya pelan.

   "Kenapa dia?"

****

   Matanya mengerjap melihat siapa yang berhasil membuka pintu gudang. Ia berharap Sean yang menyelamatkan dirinya.

   "Viona?"

   "K-Kak Arsya," ucap Viona tak percaya. Mengapa bukan Sean yang datang menyelamatkannya? Mengapa justru Arsya yang membukakan pintu untuknya? Padahal Viona ingin menutup hati untuk Arsya dan berusaha cinta pada Sean, tapi untuk kali ini, Arsya berhasil mendobrak lagi hatinya.

   "Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Arsya sembari membantu Viona untuk meneguk mineral yang kebetulan ia bawa. Arsya tau, Viona terlalu panik hingga wajahnya pucat. Jika terlambat, Arsya bisa memastikan kalau Viona akan kehilangan kesadarannya.

   "Nggak tau, Kak. Gue pingsan dan bangun-bangun sudah ada di ruangan ini," jawab Viona.

   "Kamu tau siapa yang bawa kamu ke sini?" tanya Arsya lagi. Viona menggeleng, ia menjelaskan jika ia merasa ada yang menarik tangannya dan menutup mulutnya hingga ia tak sadarkan diri.

   "Kak, gue mau pulang. Sean pasti udah nunggu," ucap Viona.

   "Sean?" tanya Arsya. Mulanya ia tak percaya dengan rumor sekolah yang mengatakan bahwa Sean dan Viona berpacaran. Namun kali ini ia percaya jika Viona memang benar memiliki hubungan dengan Sean. "Dia janji mau nganter gue pulang." Arsya menghela napas.

   "Tapi sekolah sudah kosong sejak satu jam yang lalu, Vi," ucap Arsya memberi tahu. Viona mengernyitkan dahinya. Lalu kemana Sean? Bukankah Sean sendiri yang bilang jika ia akan menunggu sampai tugas piketnya selesai, lalu kenapa ia meninggalkannya? Mengapa ia tak berusaha mencari di mana keberadaan dirinya? Apa Sean sudah pulang?

   "Kak Arsya sendiri ngapain di sini? Kenapa bisa tau kalau aku ada di gudang ini?" pertanyaan itu berhasil keluar dari mulut Viona.

   "Tadi aku ada urusan sebentar di kelas, ada tugas yang harus memakai salah satu barang yang ada di gudang ini. Aku pinjam kunci gudang ke Pak Yono, aku juga nggak tau kalau ternyata ada kamu di sini," jelas Sean. Viona mengangguk mengerti, sedetik kemudian ia meringis kesakitan seraya memegang tengkuk kepalanya. Bersandar di tumpukan kayu dalam keadaan tak sadar menjadi alasan sakitnya.

   "Kamu nggak apa-apa?" tanya Arsya. "Sakit," jawab Viona pelan.

   "Ayo, aku antar kamu pulang!" ajak Arsya. Viona menatap tak percaya. "Kenapa?" sambung Arsya ketika melihat mimik wajah Viona.

   "Sean.." ucapnya pelan.

   "Viona, sekolah sudah kosong sejak satu jam yang lalu. Aku juga nggak lihat ada Sean di sini, mungkin dia sudah pulang," balas Arsya mencoba menjelaskan. Mata Viona berair, hatinya tak percaya jika Sean tega meninggalkan dirinya, namun mendengar penuturan Arsya jika sekolah sudah kosong sejak satu jam yang lalu membuat hatinya semakin sakit.

   Lo beneran tinggalin gue sendiri, Se? Lo nggak berusaha cari gue?

   "Ayo, Vi!" ucap Arsya lagi. Ia membantu Viona berdiri dan menuntunnya berjalan. Viona pasrah, hatinya masih bersyukur Arsya ingin menolong dan mengantarnya pulang.

   Langkah kakinya berhenti ketika melihat seorang lelaki berbadan tegap yang kelihatan sangat frustasi. Di pundaknya ada tas yang sangat ia kenali. Viona menatap punggung yang membelakangi dirinya.

   "Sean?"

****

Gimana perasaan kalian kalau hati ingin mengikhlaskan, namun semesta tak mendukungnya?

Kira-kira Viona bakal marah ke Sean ngga ya? Atau malah sebaliknya, Sean yang akan marah ke Viona?

Ini ulah siapa juga sebenernya?

See you di next chapter

From Neighbour To Life FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang