05. My Soul in Seoul

4.9K 300 14
                                    


Maaf karena membuat kalian kecewa dengan part sebelumnya tapi, hey! Check this chapter out!

.

Happy reading all♥

.

Enjoy!

.

Nathan's POV

Ia masih terlelap tenang. Wajah damainya membuat hati siapa saja yang melihatnya menjadi tentram. Aku tersenyum miris sambil membelai pipinya yang kemerahan. Angin malam pasti membuatnya begitu kedinginan.

Menghela nafas panjang dan mengurut pangkal hidungku. Seharusnya aku sudah di rumah sekarang ini. Tapi kejadian tadi ...

Klek.

Aku menoleh ke arah belakang ketika kudengar seseorang membuka pintu ruangan ini. Dokter Han berdiri di sana dengan pandangan menuju ke arah ranjang pasien di mana 'dia' terbaring, kemudian beralih menatapku dan tersenyum kecil.

"Bagaimana hasilnya?" tanyaku to the point. Dokter Han berjalan ke sisi sebelah ranjang yang mana langsung menghadap ke arahku.

"Tidak terlalu bagus," ucapnya pelan. Aku mendesah. Aku tahu, aku tahu hasilnya memang tidak akan bagus.

"Katakan saja," kataku dengan nada dingin. Aku tidak bisa menahan rasa kesal yang tiba-tiba menjalar naik ke otakku.

"Tenangkan dirimu, Nathan," ujarnya lagi dengan nada lebih lembut. Aku menurunkan hawa tegang yang membuat bahuku begitu tegap saat duduk. Merilekskan diri adalah hal terbaik saat ini.

"Ia mengalami cidera yang cukup serius akibat hantaman bagian depan mobil-mu," lanjut Dokter Han, "tulang kakinya patah akibat terbentur mobil keras sekali dan kepalanya menghantam aspal akibat sedikit terpental saat kejadian."

Aku meremas tanganku sendiri saat mendengar kata-katanya. Terlalu mengalun untuk hal semenyakitkan itu.

"Aku tahu ini bukan bagian dari kabar buruknya," ucapku tanpa melihat wajah Dokter Han. Aku tidak suka bertele-tele. Barusan itu hanya pengantar dari berita buruknya, aku tahu.

"Seorang dokter harus bisa membuat kabar buruk terdengar seperti nasihat, Nathan. Kau juga bahkan tahu hal itu."

Aku menarik nafas dalam. Aku tidak boleh terbawa emosi seperti ini. Pria paruh baya di hadapanku ini benar.

"Dia mengalami gegar otak."

Deg!

Aku tersentak dalam dudukku. Ini yang kutakutkan sedari tadi.

"Mungkin ia juga akan amnesia. Beberapa memori dalam ingatannya bisa saja akan hilang," jelas Dokter Han.

Aku terdiam di tempatku. Rasanya tidak tersisa oksigen sedikit pun untukku hirup. Kami sama-sama terdiam menatapi wajah sang pasien. Suara pendeteksi denyut jantung mengisi kekosongan yang melanda.

"Sakit bukan mendengar kabar buruk dari seorang petugas kesehatan?" ujar Dokter Han tiba-tiba. Masih mencoba tersenyum walau aku tahu itu sulit.

Aku juga seorang dokter, seorang petugas kesehatan. Memperdengarkan kabar buruk dari pasien pada keluarganya adalah hal terberat yang masih sulit untuk kulakukan hingga saat ini.

Bahkan jika pada kenyataannya aku bukanlah bagian dari keluarganya, ini masih terdengar menyakitkan.

"Ya, sangat menyakitkan. Bahkan ketika aku di sini bukan keluarganya, tapi semua terasa begitu berat mendengarmu bicara."

My Soul in SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang