Gie's POV
Hitam.
Pekat.
Aku seperti ada dalam dimensi lain. Kepalaku rasanya masih berputar. Aku pusing. Kepalaku sakit. Aku ingin berhenti. Namun putaran ini seakan tidak mau selesai.
Setitik cahaya lalu muncul dalam ujung relung gelap itu. Semakin lama semakin membesar seiring melambatnya putaran yang kurasa. Cahayanya menyilaukan, membuat mataku sakit.
Aku memejamkan mata. Berusaha menyesuaikan dengan keadaan yang terang benderang. Apa aku sudah mati? Apa ini surga? Atau...
Tapi... tapi, di seberang sana aku melihat seseorang dengan wajah sepertiku setelah aku membuka mata. Aku tertawa di sana. Saling memperebutkan sebuah benda dengan seorang pria. Apa itu kotak susu? Dan ... siapa pria itu?
Ah, aku baru bisa melihatnya. Aku sedang berada di depan rumah seseorang. Melihat diriku yang lain sedang berada dalam pelataran rumah itu. Aku melihat diriku tertawa riang dan kemudian jatuh dalam rangkulan pria di sana. Aku tidak bisa melihat jelas wajah pria itu. Yang pasti aku tampak begitu bahagia.
Aku tersentak ketika tiba - tiba pijakanku goyah. Terperosok jatuh dalam putaran hitam lagi. Ini benar - benar membuat kepalaku berdenyut hebat. Sakit sekali. Namun, lagi - lagi cahaya terang datang di sela pekatnya putaran hitam. Aku mendorong diriku untuk menuju cahaya itu. Berusaha keluar untuk melihat apa yang ada di baliknya.
Tubuhku terjatuh di atas tempat yang keras. Basah. Rupanya titik - titik hujan turun dengan deras. Tapi, seakan ada sesuatu yang memayungiku, tubuhku tidak kehujanan sama sekali.
Kuedarkan pandanganku. Kini fokusku terpatri pada sebuah wajah yang ku kenali sebagai diriku sendiri berada dalam dekapan seorang pria. Aku terlihat menggigil kedinginan. Sedang pria itu menyelimuti tubuhku di sana dengan jaketnya. Memelukku begitu erat sambil meniup - niup kecil tanganku. Berusaha menghangatkan dengan cara seadanya.
Tempat ini... aku seakan mengenalinya. Seakan aku pernah begitu dekat dengan tempat yang kulihat kini. Sebuah kamar kecil di atas atap bangunan. Namun, semakin aku mencoba mengingatnya, aku semakin merasakan sakit di kepala.
Pandanganku kini berkelebat cepat dan langsung berganti dengan diriku yang kembali pada halaman rumah seperti di awal. Kali ini aku terlihat sangat kotor di sana. Dengan baju dipenuhi tanah basah, aku tetap tertawa gembira.
Pria itu. Aku masih bersama dengan pria itu. Ia pun sama kotornya sepertiku. Kami merapikan tatanan bunga - bunga dan membersihkan rumput liar kecil - kecil yang tumbuh di pekarangan tersebut. Dengan bodohnya, kami malah foto bersama setelahnya dan saling berangkulan walau tubuh kami sama - sama dipenuhi lumpur.
Dalam sekejap mata, rumah di hadapanku sudah berubah dengan sebuah area taman. Aku tahu taman ini. Ini adalah taman kota. Tapi lagi - lagi aku tidak ingat jika aku pernah berlarian begitu bebas seperti yang kulihat sekarang. Berlarian mengejar burung yang sedang mencari makan.
Kulihat aku kesal karena tidak mampu menangkap satu ekor burung pun. Aku mendatangi seorang pria yang berdiri di sisi taman. Ia terkekeh geli karena kelakuanku. Merayuku agar tidak lagi merasa kesal.
Aku. Berdiri di sini. Melihat semua hal yang tidak ingat pernah aku alami. Juga ... ketika pria misterius itu memberiku sebuah gelang. Gelang keperakan yang sama persis dengan yang kini melingkar di tanganku. Dan ... ciuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Soul in Seoul
RomanceJung Gie Soo tak menyangka hidupnya akan begini menderita. Setelah sang ibu meninggal karena penyakit kanker yang di deritanya sejak lama, membuat sang ayah menjadi begitu putus asa dan mulai pulang larut serta minum-minum. Kakak perempuan nya, Jung...