Nathan's POV
Langit malam terlihat lebih redup dari biasanya. Awan-awan hitam berkumpul berarak dari ujung kota menuju sudut pantai. Pemandangan yang menentramkan untuk hatiku yang sedang kacau.
Masalah seakan tak mau pergi dari hidupku. Pertikaianku dengan Joon telah selesai baru-baru ini. Aku pun telah memecat Hyun Mi si biang masalah yang menyebarkan foto-foto fitnahku pada Gie. Begitu pula dengan hubunganku dengan pria manis itu, kini telah membaik kembali. Aku baru saja ingin memulai semuanya dari awal, ketika tiba-tiba saja ayahku datang dan mengacaukan semuanya ….
Aku menghela napas panjang. Hanya ada waktu tiga hari untukku berpikir matang-matang soal perkataan ayahku. Kutahu ia tidak pernah main-main dengan kata-katanya. Maka dari itu, aku harus mengambil keputusan yang paling tepat.
Pandanganku jatuh pada selembar foto yang sedari tadi berada dalam genggamanku. Foto yang kucabut dari album foto keluarga. Foto kakakku, Johanes.
Ia tersenyum menawan dengan kemeja dokter putih kebanggaannya. Berdiri gagah seolah tak ada yang bisa menumbangkannya. Walau sesungguhnya, ia pria yang rapuh. Karena cinta ….
Kakakku adalah seorang dokter Ahli Darah sama sepertiku. Ia tipe pekerja keras dan ulet. Oleh karena itu ayah begitu menyayanginya. Menumpukan mimpi di kedua bahunya. Berharap kakakku itu dapat membuatnya bangga. Membuat cita-citanya memiliki anak yang akan meneruskan pekerjaan di bidangnya terwujud.
Semua itu nyaris saja tercapai, sampai akhirnya kakak mengenal Daniel. Seorang pasien yang mengidap kanker darah. Pria itu sudah berada di ujung hayatnya saat datang ke rumah sakit, namun dengan bantuan kakak dan tim medis lain, Daniel berhasil diselamatkan. Walau hanya untuk sementara.
Dokter lain dari berbagai rumah sakit sudah angkat tangan terhadap apa yang diidap oleh Daniel. Kanker darah yang ganas. Dan entah bagaimana hanya Tuhan yang tahu, kakakku dapat menolongnya. Menjadi dokter tetapnya yang terus mengontrol Daniel setiap hari. Mulai dari situlah timbul sebuah perasaan di hati kakakku.
Awalnya semua baik-baik saja, meski ayah sudah menunjukkan ketidaksukaan terhadap Daniel. Ayah punya feeling yang kuat bahwa pria kecil itu mampu merobohkan kekuatan kakakku. Lalu itu semua benar-benar terjadi. Di malam dimana Daniel sudah tidak bisa lagi diselamatkan. Malam dimana tangan Tuhan bekerja sepenuhnya untuk mengambil satu nyawa. Nyawa Daniel.
Kakakku menjadi semakin frustrasi sejak hari itu. Ia terus bermimpi buruk setiap malam. Aku ingat bagaimana ia selalu menangis tiap mengingat wajah Daniel yang meraung kesakitan di detik terakhir napasnya. Kakakku rapuh. Ia tidak mudah jatuh cinta. Baru Daniel lah yang bisa merebut perhatiannya begitu besar. Tidak heran jika ia menjadi sangat depresi. Aku selalu ada di sampingnya kala itu. Menemaniku kakakku bercerita tentang cinta.
Kemudian hari itu datang. Hari dimana kakakku tidak bisa lagi menahan rasa sakitnya ditinggalkan. Ia pergi. Menjemput Daniel. Menggoreskan urat nadinya dengan pisau dapur tepat pagi hari sebelum ia berangkat ke rumah sakit. Membuat kami semua shock berat. Membuat kami semua merasa terpuruk. Terlebih ayah yang sudah menaruh mimpinya pada kakakku. Ia sungguh sangat trauma.
Aku membalik foto di tanganku. Di belakangnya ada sebuah goresan tangan yang apik. Milik kakakku. 'Great doctor for a great patient'. Kalimat yang mencerminkan bahwa ia bangga pada Daniel yang bisa berjuang untuk bertahan meski penyakitnya luar biasa mematikan.
Semua hal yang terjadi di masa lalu adalah menjadi trauma hebat yang membekas di pikiran ayah. Maka dari itu, setelah kakakku pergi, hanya akulah satu-satunya yang bisa ayah harapkan. Alasan itu pula yang membuatku takut jatuh cinta dan merasa terbebani.
Sayangnya, semua sudah terlanjur terjadi kini ….
Aku mengambil ponsel-ku yang tergeletak di atas meja nakas samping jendela. Aku memang tidak akan senekat kakakku karena kasusnya memang berbeda. Sangat. Namun satu yang aku contoh dari kakakku. Kekuatan cinta tidak akan lenyap begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Soul in Seoul
RomanceJung Gie Soo tak menyangka hidupnya akan begini menderita. Setelah sang ibu meninggal karena penyakit kanker yang di deritanya sejak lama, membuat sang ayah menjadi begitu putus asa dan mulai pulang larut serta minum-minum. Kakak perempuan nya, Jung...