12. My Soul in Seoul

2.6K 234 25
                                    

Normal POV

Pria berjas putih itu baru saja hendak menutup matanya saking terlalu lelah dengan pekerjaannya di rumah sakit, ketika seseorang tiba - tiba menepuk bahunya dari belakang.

"Selamat datang!"

Raut wajah sang pria langsung berubah menjadi lebih lembut kala mengetahui siapa pelaku yang menepuk bahunya. Ia membalikkan tubuhnya demi melihat wajah manis yang mengisi harinya akhir - akhir ini.

"Hai, sayang," balasnya lembut. Gie tersenyum lebar sekali. Menggerakkan kursi rodanya memutari sofa besar mendekati Nathan.

"Lelah sekali ...," ucap Gie pelan. Mengulurkan tangannya untuk memijat lengan besar Nathan. "Mau minum sesuatu?"

Nathan terlihat berpikir, "mungkin cappuccino?" Gie mengangguk dan pergi menuju dapur. Membuat secangkir cappuccino dengan rasa manis yang samar. Memotong chocolate cake yang dibuatnya tadi pagi bersama Bibi Seo dan menaruh keduanya di nampan kecil. Ia agak kesulitan ketika membawa nampan itu. Nathan kemudian mendatanginya di dapur.

"Sulit bukan? Mengapa harus dirimu jika bisa minta bantuan pada Hyun Mi?" saran Nathan. Melirik seorang gadis asisten rumah tangga yang baru saja melewati dapur. Gie mendengus tak suka.

"Jika dia yang mengantar, maka itu bukan dari ku," tunjuk Gie pada nampan yang kini ada di tangan Nathan. Pria itu tersenyum kecil. Gie-nya bisa secemburu ini rupanya.

"Memangnya ada yang salah jika Hyun Mi yang mengantar? Toh aku tahu kau yang buat kopi-nya." Nathan berkata jahil. Bermain - main dengan Gie pasti menyenangkan.

"Itu berbeda! Ah ... sudahlah." Gie memutar roda di kursinya. Menjauh dari Nathan yang masih berdiri di dapur. Ia merengut bingung. Tumben Gie tidak merengek?

"Hei, kau marah?" panggil Nathan. Gie berlalu ke ruang menonton tanpa mengacuhkan pria itu. Mengambil bantal Doraemon besar di sofa santai dan memeluknya erat - erat.

"Merajuk lagi," desah sang dokter. Menghampiri Gie dan membelai rambutnya. "Hei ..." Gie mengelak, menepis tangan Nathan yang hampir menyentuh helai rambutnya. "Iya ... iya ... aku tahu kau tidak suka," ucap Nathan dengan sabar. Kepalanya masih nyeri karena tugas rumah sakit yang menumpuk, sekarang Gie-nya malah merajuk.

"Aku tidak suka pada gadis itu," lirih Gie cemberut. Meremas bantalnya kuat - kuat. "Kalau kau mau kopi darinya, jangan minta dariku!"

Astaga ... Nathan mengurut pelan pangkal hidungnya. Yang tadi pun juga kemauan Gie. Bukan dia yang meminta. Aku harus banyak bersabar, batinnya.

"Baiklah sayang ... memangnya ada apa dengan Hyun Mi hingga kau tidak menyukainya?"

"Aku tidak suka! Kau tidak lihat ya, dia begitu menyukaimu! Dia juga bicara yang tidak - tidak tentang aku," kata Gie bersungut - sungut. Maunya pria itu tentu saja tertawa keras. Tapi karena ia yakin Gie akan sangat tidak suka, maka yang bisa dilakukannya hanya tersenyum.

"Jika dia menyukaiku, memang apa masalahnya?"

Gie memandang pria kekasihnya itu lekat - lekat. Ia tidak yakin Nathan lulus dari jurusan kedokteran tanpa sogokan atau apapun.

"Tentu saja masalah!" raung Gie kesal. "Dia mengataiku seenak hatinya karena ia menyukaimu! Menjelek - jelekkan diriku di depan asisten rumah tangga yang lain demi memperlihatkan ia lebih baik dariku! Meski kenyataannya begitu, bukankah sangat menyakitkan?"

Manik hitam pekat itu sudah berkaca - kaca. Tapi perasaan di hatinya menolak untuk menangis. Memalukan sekali menangisi hal begini sepele.

"Hei ... lihat aku," bujuk Nathan. Membawa wajah Gie untuk menatapnya. "Kalau ia menyukaiku, memang apa masalahnya? Tidak ada masalah apapun 'kan?" Gie hendak menyela, namun Nathan dengan sigap meneruskan kata - katanya. "Bukankah memang tidak masalah? Jika ia menyukaiku, maka biarlah. Aku ataupun dirimu tidak bisa menghentikan perasaan yang Hyun Mi miliki. Dan lagi ... jika gadis itu benar - benar menyukaiku, itu tidak akan mengubah diriku sedikitpun. Aku tetaplah Nathan yang mencintaimu, bukan mencintainya."

My Soul in SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang