Gie's Pov
Aku berlari kencang. Nafasku terdengar satu-satu tersengal-sengal. Aku masih terus berlari dari satu gang ke gang lainnya, berbelok cepat di antara rumah-rumah warga, menyebrangi sungai kecil di pinggiran sawah desa tempat ku -sebelumnya- tinggal, tetap berusaha melihat meski kabut pagi menutupi penglihatan ku. Menyeret kakak perempuan ku yang mulai kehabisan udara dalam paru-parunya. Suara gaduh orang-orang menjijikan itu masih saja terdengar, membuat jantungku bertalu cepat ketakutan. Bulir-bulir keringat sebesar biji-biji jagung bercucuran dari seluruh tubuhku, membasahi satu-satunya baju lusuh yang kupakai saat ini.
"Aku- sudah... ah... tidak... ada- tenaga... lagi, Gie-ah..."
Kakak ku menarik tanganku, meminta waktu untuk jeda sejenak. Namun aku tidak bisa mengira apa yang akan terjadi bila kami mengambil waktu untuk istirahat. Aku menghela nafas sedikit saat ku rasa orang-orang yang mengejarku itu sudah lumayan jauh.
"Noona*, ku rasa belum saatnya kita untuk istirahat," ujarku lemah sambil tetap mengatur nafasku. Kakak ku, Jung Eun Soo, merosot jatuh sambil memegangi sisi kepalanya yang berdarah, keringatnya yang jatuh dari ujung dagu menuju bajunya membuat ia kelihatan seperti habis mandi.
"Eun Soo Noona!!"
"Gie-ah... aku tak sanggup...," bisiknya begitu pelan. Aku merobek ujung bajuku sedikit memanjang, melilitkannya pada bagian kepala Eun Soo Noona yang berdarah karena jatuh dari sepeda tadi, berharap dapat memperlambat aliran darah segar yang keluar dari pelipisnya. Menyeka peluhnya yang hampir mengenai mata indah kakak ku. Ia tersenyum sedikit padaku dan aku membalasnya. Kemudian,
"Itu mereka! Itu dia!! Bocah tengik dan kakaknya ada di sana!!" teriakan para pria brengsek itu menggema ke telingaku. Dengan tergesa aku menarik kembali kakak ku, namun ia menggeleng, "Larilah, jangan pedulikan aku," bisiknya lagi.
Demi Tuhan aku tak akan meninggalkannya!
Dengan sedikit tenaga yang tersisa aku menarik kakakku dan menggendongnya di bahuku, berlari kencang menghindari pria-pria sialan itu.
DOR!
Satu peluru melesat melewati atas kepala ku, hanya beberapa inchi lagi dan kepalaku mungkin akan pecah saat itu juga. Eun Soo Noona mengeratkan pelukannya pada bahuku. Aku menyemangati diriku sendiri, tinggal beberapa meter lagi dan jalan raya besar akan terlihat.
"Berhenti kau bocah sialan!"
DOR!
Kali ini aku meringis kecil, peluru yang begitu panas itu berhasil menggesek melukai punggung sebelah kiri ku meski tidak bersarang disana. Aku menengok sedikit ke belakang, memeriksa keadaan Eun Soo Noona. Ia berbisik kecil bahwa ia baik-baik saja dan tidak terkena peluru yang tadi melukaiku.
Aku berharap semua ini hanya mimpi buruk seperti malam-malam sebelumnya saat aku tertidur, namun pagi ini, ah tidak... dini hari ini, semuanya menjadi kenyataan...
"Keluar kau dari kamar, dasar anak tidak berguna!"
Suara teriakan ayah terdengar begitu memekakan telingaku. Aku bangkit dari tempat tidurku dan pergi memeriksa ayah yang sepertinya baru pulang dari kegiatannya yang memuakkan hatiku. Pergi minum-minum, berjudi, menghabiskan uang hasil jerih payah kakak ku.
Dahulu ayah bukanlah seseorang yang seperti ini. Bahkan dahulu ayah adalah seorang pekerja keras yang sangat menyayangi keluarga. Ia akan pulang membawa oleh-oleh yang banyak bila ia bertugas jauh dan tidak pulang selama seminggu. Membawakan ku baju-baju baru yang bagus, membeli coklat dan cake enak kesukaan Eun Soo Noona, juga bunga lilly putih favorit ibuku. Usaha pabrik beras milik ayahku memang yang terbesar dan terkenal dari desa ku. Aku sangat bangga dan sangat menyayangi ayah, yah... ayah ku yang dulu...
KAMU SEDANG MEMBACA
My Soul in Seoul
RomanceJung Gie Soo tak menyangka hidupnya akan begini menderita. Setelah sang ibu meninggal karena penyakit kanker yang di deritanya sejak lama, membuat sang ayah menjadi begitu putus asa dan mulai pulang larut serta minum-minum. Kakak perempuan nya, Jung...