Gie's POV
Angin berhembus kencang. Menjatuhkan sehelai daun dari rantingnya. Kulihat lagi seekor burung yang terbang menjauh dari ranting pohon sakura kecil di depan rumah. Awal musim gugur yang indah juga ... sepi.
Musim gugur ke empat setelah Nathan pergi.
Ya, Nathan sudah pergi selama itu. Sejak pertemuan kami di kafe waktu itu, Nathan benar-benar terbang ke Amerika. Meninggalkanku bersama sebuah pengikat di jari manis. Cincin perak dengan janji akan selalu setia menunggunya kembali.
Aku memandang benda itu untuk yang kesekian kali. Mengingat betapa menyakitkan kenyataan yang datang setelah cincin itu melingkar mantap di jemariku.
Aku ingat bagaimana Young Woo Hyung datang ke kamar loteng dengan wajah yang dipenuhi kegugupan juga kekagetan luar biasa. Di tangannya tergenggam sebuah kartu coklat dengan hiasan corak bunga putih di pinggir atasnya. Sebuah kartu undangan pernikahan. Dimana nama Nathan bersanding dengan nama seorang wanita tercetak jelas di sana. Tepat dua minggu setelah ia pergi.
Sungguh hal itu adalah suatu pukulan berat bagiku. Nathan tidak pernah mengatakan apapun soal alasan kepergiannya. Jadi ketika kartu undangan itu datang, aku sama sekali tak siap menghadapinya.
Aku terpuruk. Merasa dibohongi dan dikhianati. Namun Young Woo Hyung terus berkata bahwa ini semua pasti hanya rekayasa semata. Nathan tidak mungkin menikahi seorang wanita secara tiba-tiba seperti itu. Bahkan Young Woo Hyung sendiri mendapat kiriman kartu undangan itu atas nama keluarga besar Nathan. Ia sangat yakin pasti ada yang salah dengan itu semua. Nathan pasti akan kembali padaku. Suatu saat nanti.
Meski kenyataannya ... ia tidak juga kembali hingga saat ini ....
Hari-hariku setelah Nathan pergi tidak bisa dibilang baik. Aku merindukannya. Amat sangat merindukannya. Namun dukungan terus datang dari berbagai pihak. Eun Soo Noona, Young Woo Hyung, bahkan ... Joon Hyung.
Pria itulah yang selalu menemani di kala sepi menghampiriku. Ia akan ada untukku bersandar. Membuatku bersemangat kembali untuk menjalani hari. Aku sempat menanyakan perasaannya. Aku hanya takut, ia kembali berharap setelah Nathan tiada. Namun rupanya Joon Hyung tersenyum manis padaku. Mengatakan bahwa aku adalah cintanya, tapi jika dia bukanlah cintaku, maka ia berharap aku akan membiarkannya membuatku terus bahagia. Meski tidak memiliki.
Aku tersentuh. Dia merengkuhku dengan erat. Aku meminta maaf padanya berulang kali. Juga berterima kasih atas segala kasih dan sayangnya yang ia berikan padaku meski aku tak mampu membalasnya.
Aku hanya dapat menganggapnya sebagai kakakku. Hyung terbaik yang pernah kumiliki.
Saat ini, aku sudah bisa menjalani kehidupanku dengan lebih baik. Aku mendirikan sebuah kedai cake kecil di samping bengkel Joon Hyung. Berkat Jonas kecilku, aku mendapatkan bantuan dari orang tua asuhnya ―yang memiliki toko kue di kantin rumah sakit― berupa pelatihan dasar untuk membuat beberapa cake dan minuman hangat. Sekarang ini, kedai kecilku sudah berjalan hampir tiga tahun. Dan aku jadi memiliki hubungan yang lebih baik lagi dengan orang tua asuhnya Jonas.
Oh, dan juga Joon Hyung. Pria itu sudah memiliki bengkel sendiri kini. Meski hanya ruko kecil, namun setelah dua tahun ini berjalan, bengkelnya menjadi lebih ramai. Ya, ia memutuskan untuk berhenti dari bengkel tempat ia dulu bekerja setelah ia tahu bahwa Nathan telah pergi meninggalkanku ke Amerika. Satu hal yang membuatku tidak bisa lupa, yaitu alasan Joon Hyung mengundurkan diri. Ia ingin menjagaku. Membantuku bangun dari keterpurukan hingga aku bisa kembali berdiri sendiri.
"Gie, kau sudah siap?"
Joon Hyung keluar dari kamarnya. Menghampiriku yang masih berdiri di dekat jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Soul in Seoul
Storie d'amoreJung Gie Soo tak menyangka hidupnya akan begini menderita. Setelah sang ibu meninggal karena penyakit kanker yang di deritanya sejak lama, membuat sang ayah menjadi begitu putus asa dan mulai pulang larut serta minum-minum. Kakak perempuan nya, Jung...