Inilah waktunya mereka kembali ke sekolah setelah cuti karena menikah. Menjadi istri Arya adalah status baru yang Beby punya. Seperti pagi-pagi sebelumnya, Beby akan ikut sarapan dengan keluarga Arya. Giandra di tengah, Flora di sisi kiri, Arya di sisi kanan, dan Beby disamping Arya. Mungkin sudah ada sebulan lebih Beby tinggal disini. Menurut orang lain mungkin waktu sebulan itu baru sebentar, tapi bagi Beby itu terasa lama sekali.
"Sudah tahu kalau kamar kalian terpisah? Kalian memang sudah menikah, tapi Papi menyarankan kalian tidur terpisah dulu. Setidaknya sampai kalian berdua sudah berumur 20 tahun. Dan juga—"
"Apa Papi Mami lupa sama janji kalian dulu? Jika aku sudah menikah nanti, paviliun di belakang rumah akan menjadi milikku, bukan? Aku ingin tinggal disana dengan Beby." Arya kini menoleh ke arahnya. "Lo mau, kan? Dulu katanya lo mau tinggal disana?"
Beby yang sedang makan jadi bingung sendiri. Paviliun belakang rumah? Maksudnya rumah tingkat dua yang baru selesai dibangun itu? Jadi itu milik Arya? Wow, Beby baru mengetahui hal ini?
Dan kenapa juga Arya menjual namanya begini?
Ia tidak tahu apa-apa soal rumah itu!
"Benar, Beby? Kamu ingin tinggal disana?" Flora bertanya lembut kearahnya. Sedangkan Arya sudah menatapnya tajam seolah harus mengiyakan saat itu juga. Tak lama Beby memicingkan mata. Jadi ini alasan lain kenapa Arya mau menikah dengannya?
Karena ingin memiliki rumah itu secepat mungkin?
Menarik. Cukup licik juga ternyata.
Tapi Arya bukannya selalu licik dan penuh tipu muslihat, kan?
"Iya, aku ingin tinggal disana. Tapi jangan salah paham. Kalau memang Papi sama Mami tidak setuju, aku tidak akan memaksa." Beby tersenyum kaku. Sial, seharusnya Arya kongkalikong dulu dengannya. Seenggaknya ia bisa berakting dengan mulus.
Giandra malah menggeleng. "Kalau memang kamu yang mau, Papi akan menyetujuinya. Toh, pembangunannya sudah jadi. Tinggal dibersihkan saja dan menata perabotan. Nanti Papi suruh para pelayan untuk menyiapkan semuanya agar nanti malam kalian bisa menempatinya."
Beby membulatkan matanya terkejut. Semudah itu? Sedangkan Arya sudah tersenyum kemenangan dan mengucapkan terimakasih. Arya kembali melanjutkan sarapannya tanpa terusik Beby yang menatapnya penuh permusuhan.
"Oh ya, Papi akan ke Denpasar dua minggu lagi. Gimana? Papi ada rencana?" tanya Arya mengalihkan pembicaraan.
"Papi masih bingung sebenarnya. Ke Denpasar itu untuk memantau anak perusahaan yang akan dibangun disana. Tapi jadwal Papi bentrok dengan kunjungan presiden ke Lukito Group." Giandra tampak serius. "Para pemegang saham menginginkan Papi yang harus bertemu presiden, dan Sean yang ke Denpasar."
Gerakan tangan Arya terhenti. Ia meletakkan sendoknya dengan kasar sampai menimbulkan bunyi yang memekakkan telinga. "Sean? Kenapa harus Sean?"
"Mungkin karena Sean punya keturunan darah Bali. Almarhum neneknya kan asli Badung," jawab Giandra. Arya menghembuskan nafas kasar. Entahlah, ia merasa kehadiran Sean mulai mengancamnya. Padahal aslinya ia dan Sean baik-baik saja seperti sepupu yang lain. Hanya saja, kembalinya Sean seperti punya maksud tersembunyi.
"Aku saja yang ke Denpasar."
Bukan hanya Giandra dan Flora yang terkejut, Beby juga. Ada rasa tidak rela saat tahu Arya akan ke Denpasar. Apa ia akan ditinggal sendirian?
"Kamu yakin? Lalu bagaimana persiapan kuliahmu? Kamu ikut bimbel, kan?" tanya Flora. Ia berusaha mencegah agar Arya tidak pergi kesana sendiri. "Mami tahu kamu akan jadi penerus dan ingin membuktikan kalau kamu pantas. Tapi ini kunjungan luar kota, sayang. Papi sebenarnya juga ada rencana ingin mengundur acara ini agar tidak bertubrukan. Bagi Papi, bertemu presiden harus yang utama. Mungkin yang di Denpasar—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Relationship
Teen Fiction[Hartawan-Lukito Series #2] - Bisa dibaca terpisah. Arya dan Beby sudah menikah, tapi backstreet. Bahkan Beby yang tinggal di rumah Arya juga tidak ada yang tahu, termasuk semua teman mereka. Eh ralat, yang tahu cuma teman terdekat saja. Kenapa bisa...