Secret Relationship | 18. Surat & Bertemu Presiden

324 51 20
                                    

"Pak Wijaya, Arya kemana?"

"Tuan Muda masih ada keperluan dengan kepala cabang Denpasar. Nyonya Muda ingin pesan sesuatu?"

Beby menggigit bibir. Sudah jam 5 sore, harusnya Arya sudah sampai. Malah sampai daritadi harusnya mengingat flight nya saja pagi. Beby sudah selesai mengikuti les privat dan bimbel dan sedang ada di mansion untuk bermain dengan para kucing. Arya mempunyai 3 kucing yang semuanya kucing indoor. Beby belum ingin ke paviliun karena ia ingin bermain dulu dengan para kucing untuk melepas penat.

"Aku cuma mau bilang, kalau orang yang menjambret tasku saat di bandara dulu sudah ditangkap. Dan yang lebih melegakan, laptopku kembali." Beby tersenyum cerah saat bercerita. "Laptop itu sangat berharga bagiku. Dan aku senang laptopnya kembali dengan selamat.

"Saya ikut senang mendengarnya, Nyonya Muda."

"Kalau Arya tidak sibuk, tolong bilang ke dia untuk menghubungiku. Aku sudah mengirim pesan yang banyak, tapi tidak dibaca. Tolong bantuannya, Pak Wijaya." Beby memangku kucing Arya yang menjadi favoritnya karena kalem—Lula namanya. Menguyel-uyel kucing gembul itu karena gemas.

"Nanti akan saya sampaikan. Nyonya Muda tidak usah khawatir."

"Terimakasih, Pak Wijaya. Nanti aku hubungi lagi."

Beby mengantongi ponselnya ke saku dengan bibir mencebik. Dasar jahat! Katanya akan sering memberi kabar, tapi apa? Sejak tadi dihubungi tidak bisa, chat juga tidak dibalas. Ini baru hari pertama, tapi Beby sudah uring-uringan karena satu orang itu.

"Papamu nyebelin. Sesusah itu kah pegang hape? Hape itu alat komunikasi yang penting! Ya, kan? Kalau gini kan aku khawatir." Beby kembali mengendus bau Lula dan sesekali memukul pelan karena gemas. Ditepuk, dicium, diuyel-uyel masih diam saja saking kalemnya.

"Aku bawa kamu ke paviliun boleh gak, sih? Temenin aku tidur. Paviliun gede itu jadinya sepi kalau gak ada Arya." Beby mengangkat kucing itu untuk ia bawa. Tapi saat ia melewati kamar Arya, langkah Beby terhenti. Entah kenapa hatinya tergerak ingin masuk. Meski barang-barang Arya sudah dibawa semua ke paviliun, pasti di kamar ini tidak ada apa-apa kan? Tapi hatinya yang menggerakkan kakinya untuk masuk.

"Wah, jadinya kayak hampa gini."

Saat masuk, Beby melihat hanya ada kamar dan lemari saja. Semua perabotan lain dan isinya sudah dipindahkan. Tapi masih rapi. Mungkin para pelayan rajin membersihkannya agar tidak berdebu meski kosong. Beby meletakkan Lula dan membiarkan kucing itu berlari kesana-kemari. Beby mendekat ke arah ranjang dan duduk disana.

Ia seketika dejavu.

Saat ia pingsan dulu, ia tidur disini. Rasanya sangat nyaman. Mungkin karena ranjang Arya lebih empuk dan luas. Beby tersenyum tipis. Mengingat pengorbanannya saat membeli jam tangan sampai terluka, ia jadi kagum dengan dirinya sendiri.

"Sekarang aku paham kenapa orang-orang akan berkorban dan melakukan apapun demi orang yang ia suka. Aku sudah merasakannya."

Brak!

"Meow!"

Suara Lula membuatnya menoleh. Ia seketika tertawa melihat Lula yang tertimpa tempat sampah. Tubuh gempalnya yang mirip bison itu tenggelam dalam tumpukan kertas. Beby mendekat dan segera menyingkirkan tempat sampah itu ke samping.

"Cukup aku saja yang sering berbuat ulah, kamu jangan. Nanti Papi tambah pusing ngurusin kita. Okay?" Beby menceramahi Lula layaknya seorang Ibu yang memarahi anaknya. Lula hanya bisa mengeong dengan tatapan polos. Beby geleng-geleng kepala saat melihatnya lalu membersihkan kekacauan yang Lula buat. Ia masukkan lagi sampah-sampah itu sampai tangannya memegang sebuah kertas berwarna pink.

Secret RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang