11 - Humiliation

152 7 7
                                    

Setelah membayar tagihan makanan mereka dengan uang pas, Baekhyun dan Chanyeol berjalan untuk meninggalkan kedai tersebut.

Udara di luar semakin rendah dan si hitam metalik kesayangan Chanyeol berada cukup jauh dari kedai yang mereka sambangi. Ingin rasanya Baekhyun untuk segera menghangatkan tubuh, maka dia setengah berlari untuk mendahului Chanyeol di belakang.

Dia memeluk tubuhnya sendiri, kepulan udara berwarna putih dapat terlihat begitu indera pencium Baekhyun menghempas karbondioksida dari rongga dada.

Baekhyun mempercepat langkah dikarenakan kulitnya sudah tidak tahan untuk bersinggungan lebih lama dengan angin malam. Bahkan untuk beberapa saat dia sudah tidak memikirkan Chanyeol berserta kunci mobil yang apik berada dalam saku pemuda tersebut.

Hingga pada satu momen Baekhyun merasakan sesuatu menghimpit bahunya.

Itu Chanyeol, tentu saja.

Pemuda tinggi tersebut tersenyum ala bintang pasta gigi yang menampilkan serentet gigi kokoh yang menjadi kebanggannya. Karena, yah— bagian tersebut selalu menarik perhatian untuk mereka yang memuja.

Tapi Baekhyun tidak.

Walau tidak dapat dipungkiri Chanyeol sangat menawan, dia memiliki senyum dengan mahkota yang sempurna sehingga daya tarik pemuda tersebut bertambah, bahkan Chanyeol melebihi dari daftar lelaki idaman yang pernah disebutkan Zitao.

Baekhyun pun tidak mengelak mengenai paras sang dominan yang indah, namun dia lebih memilih makan batu dari pada mengakui langsung di depan si empunya.

Jika dibanding dengan bagaimana paras Chanyeol yang memikat hati, Baekhyun lebih menyukai sesuatu yang lain yang ada pada dominan tersebut. Si tinggi itu menjadi super mempesona kala dia tengah menggapai Baekhyun, menggenggam tangan Baekhyun juga memberikan kehangatan seperti yang tengah dia lakukan sekarang.

"Dingin, ya?"

Chanyeol bertanya kemudian mendapati Baekhyun yang menatap malas. Tampan-tampan tapi bodoh. Bahkan idiot sekalipun bisa mengetahui langsung.

Begitu Benz milik Chanyeol sudah masuk dalam radius pandangan Baekhyun, pemuda kecil itu berlari dan meninggalkan Chanyeol. Dia membuka pintu penumpang dan meraih jaket yang tertinggal di sana, Chanyeol si bodoh yang berlagak tidak membawa jaket.

Chanyeol membawa Baekhyun ke sebuah penginapan yang tidak jauh dari sana. Penginapan keluarga berbentuk rumah yang memiliki aksen tradisional yang akan membuat Baekhyun merasa nyaman untuk menginap.

Rumah tersebut memiliki pondasi yang terdiri dari kayu, terlihat kokoh dengan ukiran-ukiran sederhana. Baekhyun terpana dan membuka mulut takjub saat dia memijak halaman dengan alas batu kali.

Pandangan si kecil menengadah, menatap bulan purnama seperti tengah bertengger tepat di atas atap rumah yang melengkung ke atas pada bagian ujung.

Dia bahkan dapat melihat jelas guratan tegas tubuh seekor hewan dalam bulan tersebut. Kalau saja Baekhyun adalah anak berusia enam, dia yakin kalau ia akan percaya mengenai dongeng kelinci dan bulan.

"Kelinci yang baik hati?" Chanyeol datang setelah dia mengunci pintu gerbang. Dia ikut memandang bulan yang benderang.

Sedangkan Baekhyun kini menoleh, bertanya-tanya mengapa Chanyeol mengerti apa yang dia pikirkan.

"Kurasa kelinci yang bodoh adalah panggilan yang lebih tepat." Baekhyun menjawab asal sembari mengendikkan kedua bahu.

Tetapi kemudian dia ingat sesuatu dan membesarkan ukuran mata, "Ku pikir kau hanya bercanda saat membicarakan soal menginap." Dia menusuk-nusuk sebelah bahu Chanyeol dengan telunjuk, manik Baekhyun kembali menyipit dengan gerakan yang dibuat-buat.

ROPE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang