22. Chemistry in Chemistry

90 15 1
                                    

Ketika membaca sebuah buku, tentunya ada banyak halaman-halaman yang harus dilewati. Tak mengenal sejauh mana dan selelah apa mata kita menjelajahi mereka, yang ada di benak kita satu-satunya adalah menyelesaikannya. Entah itu nanti, esok, lusa, atau bahkan kapan-kapan. Sama halnya ketika kita menjalani kehidupan. Halaman-halaman itu adalah hari. Ini sudah halaman yang ke sekian, aku melompat kecil, menjangkau halaman satu ke halaman lain.

Namun, sepertinya aku merasa sesuatu yang kosong dalam membacanya; kehidupan. Mudah suntuk, bosan, dan lelah lebih cepat, padahal istirahat sudah dilakukan seperti biasa. Aku juga mengatur waktu sedemikian rupa. Ah, mungkin kopi dan sebungkus biskuit. Barangkali, itulah yang lenyap dari membaca kehidupan untuk lima minggu ini.

Entah apa dan siapa yang menjadi kopi dan biskuit. Akan tetapi, bayang-bayang di pusat kepala menjawabnya secara lantang. Sosok mempunyai kebiasaan mengonsumsi dan memuntahkan berbagai majas dalam puisinya, yang terbukti pada salah satu yang terpajang di dinding sekolah. Judulnya Refleksi, nama samaran Pena Si Lalat. Rutinitasnya benar-benar mulai menular padaku. Dalam diam, aku mulai mencocokkan istilah kehidupan dengan objek-objek yang bahkan tak terkandung kehidupan di dalamnya.

Sesuai juga dengan penjelasan Bu Nini waktu aku kelas 9 tentang majas dan segala macam pengibaratan, yang kala itu aku tak benar-benar paham. Kecuali ketika beliau mengutip pernyataan ayahnya dengan cara yang ceria tetapi keseriusannya masih mengungkung suasana pelajaran Bahasa Indonesia.

"Orang tua jaman dulu, bahkan menggunakan majas kepada anak-anaknya ketika memberi nasihat. Tujuannya apa? Biar kita merenungi atas lisan, ucapan, yang terkadang penuh teka-teki. Biar kita memecahkan dan mengamalkannya. Benar begitu, Gina?"

Salah satu murid yang dipanggil malah tertidur pulas. Mana ini teman dekat. Aku mengerti kalau latihan untuk lomba menari tarian daerah sungguh-sungguh menghabiskan raga dan tenaganya. Tetap saja, ini di jam pelajaran. Aku mengetuk bahunya, mumpung menjadi teman sebangku yang baik. "Gi, bangun. Ditanya Bu Nini, lo!"

"Apa, sih, Rin? Masih ngantuk, nih, gue."

Sebutan nama Tuhan keluar dari belah bibir Bu Nini seraya menggeleng. Senyum teduhnya muncul, melangkah mendekat. Membunyikan tipu daya yang sukses membuatnya bangun.

"Selamat kepada Ananda Gina Dharmawangsa atas undian emas 200 gram. Anda bisa membawa pulang emasnya sekaligus dengan mas-masnya!"

"Beneran, Bu?! Ganteng gak?" Itu Gina yang bangkit dari tidurnya dengan berdiri cepat. Dengan liur yang menggenang di ujung bibir. Matanya yang segar-megar berkedip-kedip, tidak seperti tadi yang tertutup karena kehendak mimpi. Seonggok tubuhnya berdiri sangat tegak, melebihi tiang bendera di lapangan.

Hening untuk sedetik dua detik.

"WAHAHAHAHAHAHAHA!"

Sudah. Eksistensi Gina sebagai sahabatku hanya tiupan udara semata sepanjang jam pelajaran Bahasa Indonesia berlanjut. Memalukan.

"Lebih diatur waktunya, ya, Gina," peringat Bu Nini, lemah lembut.

"I-iya, Bu, maaf, bablas," sesal Gina, aku hanya melirik padanya sesaat dengan akhiran helaan napas.

Bu Nini kembali berdiri membelakangi papan tulis. "Tadi sudah sampai mana?"

Aku ingin menyahut, tetapi si Arif, murid teladan mempunyai reaksi anggota tubuhnya lebih cepat. "Penggunaan majas dalam nasihat orang tua jaman dulu."

"Oh, ya!" Bu Nini menggeram untuk melancarkan tenggorokannya untuk pemaparan lebih panjang. "Nah, bapaknya Ibu dulu juga gitu. Pernah bilang; "Ni, kamu kalau berteman jangan sama tukang sampah. Mending sama tukang minyak wangi." Wah, Ibu gak terima waktu itu, agak ngamuk juga. Lah, bapaknya Ibu malah ketawa kenceng. "Masa kamu gak ngerti, sih?" Ibu tetep ngotot marah. Dengan alasan bapaknya Ibu itu rasis pekerjaan. 'Kan dua-duanya halal dan berkah." Tawa kencang mengisi seisi kelas. Rasis pekerjaan, lucu juga kalau membayangkan ucapan polos Bu Nini kepada ayahnya

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dambaan Si Lalat [Bbangsaz]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang