31

702 49 7
                                    

Tak terasa dua minggu sudah berlalu. Setelah begitu banyak perjalanan, usaha, pahit, kesusahan, penuh luka liku. Kini tiba saatnya mengais kasih keberhasilan.

Kasus kematian Naura sudah selesai. Sania, tidak mendapatkan hukuman penjara. Karna wanita itu di temukan sudah tidak bernyawa satu minggu lalu, anak buahnya di penjara seumur hidup.

Rayan dan Clara juga sudah kembali. Perlu 2 hari dua malam mereka lalui di hutan itu, sebelum tim SAR menemukan keduanya.

"Terimakasih banyak atas bantuan kalian semua, saya mungkin tidak akan bisa melakukan ini sendirian. Saya, mengucapkan banyak-banyak terimakasih. Entahlah, rasanya ucapan makasih saja belum cukup,"Rayan menyatukan kedua tangannya di hadapan keluarga Ustadz Ali dan kepada teman-teman Clara juga.

Akhirnya setelah sekian waktu dia habiskan untuk mengorek kasus kematian adiknya kini sudah tuntas. Naura, sudah mendapatkan keadia adik kecilnya bisa tenang sekarang.

Rasa haru tak di tahan, air mata itu lolos begitu saja di pelupuk matanya. Rayan menangis haru, entah apa yang di rasakan hatinya saat ini. Dia pun tak tau, tapi yang pasti rasa senang begitu mendominasi.

Kaisar maju merangkul pundak Rayan,"Kami juga senang bisa membantu kamu Gus, bila ada sesuatu jangan sungkan untuk bilang. Kami di sini siap membantu,"

Rayan menggeleng," Tidak Ustadz, seharusnya saya yang bilang begitu. Jika Ustadz butuh bantuan saya siap membantu, itu akan menjadi suatu kehormatan bagi saya,"

Mereka semua berdiri di depan ruang pengadilan, baru saja beberapa waktu lalu hukuman baru di jatuhkan. Hakim sudah mengetuk palu, pertanda semuanya sudah usai.

Ali maju, saat Kaisar mundur. Lelaki dewasa itu mengusap pelan kepala Rayan,"Semoga kamu selalu di beri kebahagiaan,"

Rayan yang merasakan usapan di kepalanya, langsung membuka peci yang dia kenakan. Membiarkan Ali, mengusap rambutnya tanpa terhalang peci.

Ali tersenyum, sembari terus mengusap. Rayan mencium tangan Ali dengan takzim setelah lelaki selesai mengusap kepalanya.

Ali menyambutnya sembari menepuk pelan pemuda di depannya,"Kamu anak yang baik, sama seperti Abu mu dulu,"

"Terimakasih Ustadz Ali, maaf saya sudah merepotkan ustadz akan hal ini,"

"Tidak sama sekali. Terimakasih kembali karna kamu sudah rela, terjun jurang demi mencari Clara. Kamu sudah menjaganya,"

Rayan meringis, dia menjaga Clara? Yang ada gadis itu yang menjaganya. Dia ingat jelas Clara begitu waspada saat di hutan, tidak seperti dirinya yang ceroboh.

Bahkan waktu itu ada ular yang ingin menggigit kakinya. Tapi Clara dengan mudah melumpuhkan ular itu, berbeda dengan dia yang berlari tidak jelas. Aihhh jika mengingat itu. Maluuu sekali!

Kaisar di tempatnya mengedarkan pandangan ke mana-mana. Mencari sosok yang di rindukannya, meskipun dia tau tak mungkin sosok itu ada di sini.

Rere, gadis itu sudah tak pernah terlihat lagi semenjak menjadi saksi di pengadilan selesai. Itupun hanya satu hari, dan di hari yang sama saat dia memberikan keterangan.

Di dalam pikirannya apa Rere sudah membaca surat di berikannya? Atau belum? Atau surat itu hilang. Sudahlah, seharusnya dia tak memikirkan hal itu.

***

"Assalamualaikum Abu, Amah!"Rayan membuka pintu ruang utama sembari memanggil kedua orang tuanya.

"Waallaikumsallam,"Nyai Laila langsung menghambur memeluk putranya, mencurahkan rasa rindu yang begitu menggebu.

"Abu,"Rayan mencium tangan Kyai Hasan dengan takzim setelah mencium tangan Nyai Laila.

Mereka bertiga duduk di ruang tamu. Nyai Laila pergi ke dapur untuk menyiapkan teh hangat, sedangkan Kyai Hasan duduk berhadapan dengan Rayan.

Clara differentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang