13: Kes*tanan

1K 76 16
                                    

"Rere, kamu ikut tante ke masjid untuk sholat magrib," ujar Nasya, yang sudah lengkap dengan mukena, dan siap pergi ke masjid. Dia menghampiri Rere yang sedang asyik sendiri menonton film kartun, sambil tertawa.

"Masjid itu apa?" tanya gadis itu, sambil mengusap mulutnya yang belepotan karena cemilan.

"Masjid itu tempat ibadah umat Islam. Di sana, mereka melakukan sholat berjamaah. Rere maukan sholat berjamaah, nanti sekalian belajar mengaji?" ucap Nasya, sambil tersenyum menyakinkan.

Tak banyak bertanya lagi, Rere langsung berdiri sambil mengangguk antusias. Dia suka mengaji, meskipun itu sulit, tapi Rere tetap suka; lagian dia ingin tahu seperti apa masjid itu.

"Bang Kaisar mana?" Gadis itu celingak-celinguk saat tak melihat Kaisar sejak sore.

"Udah duluan ke masjid, ayok kita susul," dengan wajah cerahnya, Nasya menggandeng lengan Rere menuju kamar gadis itu untuk mengambil mukena.

Setelah mengunci pintu, mereka berdua lalu berjalan menuju masjid. Sepanjang perjalanan, Nasya terus menjelaskan tentang kegiatan di masjid dan bagaimana cara sholat berjamaah. Rere tampak antusias mendengarkan penjelasan Nasya.

Sesampainya di masjid, mereka berdua langsung bergabung dengan jamaah lainnya untuk melaksanakan sholat magrib berjamaah. Kebanyakan jamaah di sini merupakan tetangga mereka, sedari tadi para ibu-ibu itu menatap Rere, penasaran karna belum pernah bertemu.

"Ustadzah dia siapa?,"Salah satu ibu-ibu menggeser duduknya berbisik.

"Ouh iya, perkenalkan ini Rere,"Nasya mengenalkan Rere yang langsung mengajak bersalaman, dengan wajah cerahnya.

Tak lama, para jamaah wanita mulai berbisik-bisik. Mereka merasa aneh melihat sikap gadis di depan mereka. Wajahnya sudah dewasa, namun sikapnya seperti anak-anak. Mereka bergidik, seolah merasa ngeri. Amit-amit.

Rere, meski dilihat aneh oleh para jamaah, tak terpengaruh. Dia tetap tersenyum cerah, Baginya, semua orang di sini adalah teman baru yang baik hati. Dia tak mengerti kenapa mereka menatapnya terus. Dia hanya tahu bahwa dia ingin belajar dan berteman.

Nasya, tampak tak peduli dengan bisikan-bisikan itu. Baginya, Rere adalah seorang gadis yang baik hati dan ingin belajar. Dia melihat Rere bukan sebagai gadis dewasa yang berperilaku seperti anak-anak, tapi sebagai seseorang yang bersemangat untuk belajar dan bertumbuh.

"Kenapa gadis ini bisa sama ustadzah?" celetuk salah satu ibu-ibu, membuat ibu-ibu lainnya penasaran.

Nasya merasa bingung, dia tidak mau berbohong namun tidak mungkin juga jujur, tak tahu harus menjawab apa. Namun, saat suara adzan berkumandang, rasa lega menyeruak. Dia terselamatkan, tidak perlu menjawab .

***

Di halaman belakang gedung tua, suasana begitu ramai dengan suara derungan motor dan sorak-sorai. Para anggota Glastar geng sedang berkumpul, mempersiapkan diri untuk balapan malam ini.

Clara sedang sibuk memeriksa motornya, memutar-mutar stang dengan telaten. Asap mengepul dari knalpotnya, kemudian menekan tombol starter, mesin motor mulai berdengung halus. Dia memeriksa lampu dan klakson, memastikan semuanya berfungsi dengan baik. Dengan senyum puas, dia mengambil helmnya dan bersiap untuk berangkat.

"Cuy, berangkat. CUYY!."Gadis itu berteriak saat sudah duduk di atas motornya, di ikuti beberapa anggota yang memang ingin ikut. Sedangkan sebagian lainnya tidak ikut, tetap di beskem.

Mereka bergerak keluar dari halaman belakang gedung tua, membentuk barisan panjang motor yang berderu. Clara dengan motor putihnya memimpin, dengan anggota lainnya mengikuti di belakang. Lampu-lampu motor mereka menerangi jalan gelap, seluruh anggota memakai jaket bertulisan 'Glastar' berlogo 'serigala putih'.

Clara differentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang