Bab 38

288 23 0
                                    

HAPPY READING

Mereka berempat duduk di tepi ranjang dengan kaki menggantung, Gricella berkali-kali mendengus kencang, mengisyaratkan kepada Iranda untuk segera memulai ceritanya.

Pagi buta, Iranda tiba-tiba membangunkan mereka yang masih lelap tidur. Dia bilang dia ingin menceritakan sesuatu tentang novel yang dia baca.

Chloe tanpa basa-basi langsung terbangun. Lagi pula, dia memang terbiasa bangun paling pagi dan bertugas membangunkan yang lain.

Tapi kali ini berbeda, mungkin kalimatnya kepada Iranda di malam beberapa hari yang lalu sudah menyadarkan hati gadis itu.

Malam itu, setelah Chloe menghampirinya di kursi panjang sepeninggal Izekiel kembali ke kamar perawatan Alaia, Iranda menangis lama sekali dalam pelukan Chloe.

Iranda sudah menyesali perbuatannya, dan meminta maaf berkali-kali pada Chloe. Chloe meminta Iranda berjanji agar tidak menceritakan pertengkaran itu pada Alaia, Chloe juga meminta padanya agar bersikap patuh dan tak sembarangan menyukai seseorang.

Saat itu Iranda hanya mengangguk, dia bukan benar-benar menurutinya. Dia tidak berpikir untuk menunjukkan perasaannya lagi. Dia hanya perlu menenangkan Chloe dan mengangguk saat Chloe mengatakan sesuatu padanya.

Iranda bercerita bahwa dia sudah mengetahui petunjuk pecahan batu kedua dan berencana menceritakannya dalam waktu dekat setelah keadaan mereka pulih dari luka-luka.

Kini, tiga hari telah berlalu, Alaia sudah keluar dari ruang perawatan dan kembali bergabung bersama yang lain. Dan pagi-pagi sekali dia sudah membangunkan ketiga saudarinya.

Gricella menguap, kembali bergelung nyaman, Chloe tak segan menarik tangannya, memaksanya untuk segera duduk. Gadis itu terpaksa menuruti Chloe.

Tatapan Chloe beralih menatap Alaia yang tak terganggu sama sekali dengan teriakannya.

"Alaia, bangun." Iranda mengguncang bahunya.

"Aku sudah bangun," Alaia bergumam dengan mata yang masih tertutup.

Gricella tertawa pelan, matanya baru separuh terbuka, tapi dia sudah punya waktu untuk menjahili Alaia, "Ala, Kak Leo datang menjemput kita."

Alaia sontak membuka matanya lebar-lebar, segera beringsut duduk, menatap Gricella yang sudah tertawa terpingkal. Chloe terkekeh melihat wajah Alaia yang masih kusut.

Iranda tertawa paling keras, memegangi perutnya. "Astaga, ekspresi apa itu?"

"Sialan!" Alaia mendengus, dia segera turun dari ranjang, dan berjalan menuju kamar mandi.

Yang lain menyusul. Melupakan sejenak ekspresi konyol Alaia saat bangun pagi.

Lagi pula, siapa pun dari mereka pasti akan terkejut mendengar jika Leo datang menjemput. Ini jauh sekali, dan sangat tidak mungkin.

Tiga puluh menit merapikan diri, mereka duduk berjejer di tepi ranjang. Gricella sampai bosan melihat Iranda yang masih sibuk mengepang rambut merah mudanya.

"Bisakah kau ceritakan sekarang saja?" Gricella mendengus lagi.

Iranda mengangguk, dia telah selesai merapikan rambutnya, dia menyeringai lebar, menoleh ke kanan-kiri. "Aku sudah tahu di mana pecahan batu berikutnya berada."

Wajah-wajah yang lain mulai antusias. Gricella bahkan sampai membulatkan mata, menatap Iranda dengan binar-binar mata yang cerah.

"Tapi, ini kabar buruk." Iranda tiba-tiba menunduk.

"Kenapa?" Chloe bertanya ringkas.

"Di alur itu, aku ingat, kita akan bertemu Issabela di hutan Emberfell setelah mengambil pecahan batu kedua. Tapi dia muncul dan merebutnya dari kita. Lalu, lalu …, Chloe dibunuh olehnya, dan kita—"

Four Princess (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang