Bab 61

698 40 18
                                    

HAPPY READING

Hamparan pasir putih tampak indah sejauh mata memandang, debur ombak terdengar memekakkan telinga. Beberapa jenis karang terlihat kokoh berkilau.

Chloe meletakkan tangan kanannya di dahi, matanya menyipit menatap lautan biru tak bertepi itu. Tak jauh di tengah laut, teronggok sebuah pulau yang tak besar pun tak kecil.

Senyumnya merekah. Menatap satu-persatu saudarinya yang mulai turun dari kuda. Mereka lelah sepanjang jalan, langsung merebahkan diri di atas hamparan pasir.

Penderitaan menjadi buronan ini akan berakhir sebentar lagi. Chloe tersenyum lebar saat Alaia menyodorkan sekantung kacang untuknya.

"Terima kasih, Ala."

Iranda membawa kudanya ke tepi pantai, sedikit berjalan-jalan sambil sesekali membiarkan punggung kuda itu terkena hempasan ombak.

Nyaris satu bulan kuda itu menemani perjalanannya, ia jelas lelah dan perlu beristirahat beberapa hari sebelum kembali melakukan perjalanan jauh.

Belum lagi, sejauh ini perjalanan nyaris satu bulan itu bukanlah perjalanan yang lancar. Sejak Paman Kusir memberikan kuda-kudanya sebagai imbalan karena menyelamatkan nyawanya dari tangan Isabella, mereka tak berhenti berlari berkejaran dengan waktu.

Issabela mulai sering mengirim anak buahnya untuk menghalangi jalan mereka dan berusaha merebut batu kristal. Beristirahat untuk sekadar tidur pun kadang tak tenang.

Mereka terus bergerak menuju Lautan Arfas, tak peduli siang atau malam, lelah atau tidak, prioritas utama hanyalah segera tiba sebelum genap satu bulan.

"Ira, kemarilah!" Gricella memanggil.

Iranda menoleh, menyeringai lebar saat Chloe memasang kuda-kuda kokoh, bersiap melempar pedangnya untuk menjatuhkan beberapa buah kelapa.

Splash!

Lima buah kelapa terjatuh dari atas, berdebam, membuat pasir berhamburan, Chloe bergegas berlari menyingkir sambil meletakkan kedua tangannya di atas kepala, dia tertawa renyah.

"Alaia! Bantu aku! Pedangku jadi tersangkut!"

Ketiga saudarinya tertawa terpingkal melihat Chloe mendongak dengan wajah terlipat.

"Kau terlalu pintar, Eve. Saking pintarnya bahkan tidak tahu bahwa melempar pedang itu sama saja dengan membuangnya." Alaia terkekeh pelan.

Tiba-tiba sebuah gurat cahaya muncul menyambar pedang Chloe. Pedang itu jatuh menancap di pasir. Chloe mengarahkan pandangannya ke lautan lepas. Dia tersenyum puas, tahu siapa yang datang.

"Terima kasih, Kawan!" Chloe menyeringai senang, mengambil pedangnya.

Delona mengangguk sambil melambaikan tangan. Ekornya berubah menjadi kaki dalam sekejap.  "Apakah ada kelapa yang tersisa?"

"Kau makan kelapa juga?" Iranda menatap dengan wajah polos.

Delona melengos kesal, tampak tersinggung dengan pertanyaan meledek itu. "Bagaimana perjalanan kalian?"

Iranda mengangkat bahu tak peduli, sibuk membelah kelapanya.

"Yeah, seperti itu. Separuh lancar, separuh lagi penuh kenangan." Gricella menjawabnya dengan helaan napas kencang.

"Penuh kenangan?" Delona mengernyit heran.

"Mungkin maksudnya adalah penuh rintangan." Chloe menimpali.

Delona ber-oh pelan, "Sekarang apa rencana kalian?" matanya melirik Iranda yang sama sekali tidak mau menatap wajahnya.

"Dan kau, Iranda. Kau kenapa?" Delona mendengus tak senang.

Four Princess (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang