Bab 34

306 25 1
                                    

HAPPY READING

Iranda tidak langsung menjawab, ada sedikit jeda untuk dirinya menarik napasnya yang sempat tidak beraturan. Dengan jantung yang berdegup kencang, Iranda memundurkan tubuhnya guna menjaga jarak dengan pria yang merupakan Pemimpin Bangsa Elf ini.

"Ah, Yang Mulia, aku minta maaf," ucap Iranda seraya membungkuk.

Kernyitan samar timbul di dahi Izekiel. "Apa yang membuatmu meminta maaf padaku?"

Iranda tampak kikuk mendengar suara Izekiel, ia terkekeh canggung. Suara Izekiel terdengar serak membuat tubuhnya merinding seketika.

"Aku... benar-benar tidak sengaja menabrakmu, Yang Mulia." ujar gadis itu sekali lagi, dengan nada yang lebih jelas.

"Tidak masalah," Izekiel mengangguk. "Apa yang kau lakukan di tengah malam seperti ini, Nona?" laki-laki itu kembali mengulang pertanyaannya yang belum mendapat jawaban.

"Tenggorokanku terasa kering. Aku haus, dan berniat mengambil minum di dapur." Iranda melirik pecahan kaca dari gelas yang tadi sempat berada di tangannya.

Pecah.

"Kenapa kau tidak meminta pada pelayan?" tanya Izekiel membuat Iranda segera mengeleng.

"Aku hanyalah tamu di sini, Yang Mulia. Aku tidak memiliki hak untuk meminta bantuan kepada pelayan di kediaman Istanamu ini," jawabnya, ia masih menundukkan kepalanya, tak berani menatap langsung wajah rupawan itu.

"Justru karena kau dan ketiga saudaramu itu tamu, kau berhak menyuruh pelayan untuk melayani semua kebutuhan kalian," sergah Izekiel yang kini menatap Iranda lekat.

Iranda yang ditatap seperti itu salah tingkah. Gadis itu memilin ujung dressnya dengan gugup.

"Yang Mulia Raja, bagiku dan ketiga saudaraku mendapatkan pertolongan darimu dan tempat tinggal untuk sementara waktu itu saja sudah lebih dari cukup. Aku dan ketiga saudaraku tidak ingin merepotkan terlalu banyak lagi."

Izekiel menghela nafas panjang. Ia hanya ingin membuat tamunya nyaman, bukan ada maksud apa-apa dirinya memberikan pelayanan baik untuk keempat gadis itu. Ia hanya ingin membuat kesan baik untuk para tamunya.

"Baiklah terserah kau saja, Nona. Aku ingin kembali ke kamar untuk beristirahat." Setelah mengatakan itu, Izekiel melenggang pergi meninggalkan Iranda sendiri dengan ritme jantungnya berpacu dengan cepat. 

Oh, wajah Raja dari Bangsa Elf itu sangat tampan. Berbicara dalam jarak sedekat ini, membuat Iranda merasakan euforia yang tak bisa ia jelaskan. Meskipun pembicaraan mereka tanpa arti, tapi itu cukup membuat Iranda merasakan perasaan yang sudah lama tidak ia rasakan.

***

Pagi-pagi sekali Chloe sudah bangun terlebih dahulu dari ketiga saudaranya. Sebenarnya tubuhnya terasa pegal sekali, luka-luka ditubuhnya terasa perih saat tidak sengaja tersenggol. Namun, ia tidak mungkin melanjutkan tidurnya hingga matahari berada di atas langit.

Ini bukan kediamannya yang membuat dirinya bebas melakukan apapun, termasuk beristirahat dalam jangka waktu panjang.

Ia mulai membangunkan ketiga adiknya. Pertama kali yang bangun terlebih dahulu itu, Gricella disusul oleh Iranda, kedua adiknya itu sudah merubah posisi menjadi duduk meskipun kedua matanya terpejam.

Kemudian Chloe beralih pada Alaia, putri tidur yang satu ini susah sekali dibangunkan. Membuat tangan Chloe bergerak menepuk pipi Alaia dengan lembut.

"Alaia, bangun, hey!"

Alaia tampak terusik dari tidur nyenyaknya. Ia mulai menggeliat pelan, sebelum merubah posisi tidurnya menghadap ke dinding.

Four Princess (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang