Bab 3

1K 72 15
                                    

Jangan lupa vote dan komen. (⁠☞゚⁠∀゚⁠)⁠☞🗨️🌟

Selamat membaca. (⁠つ⁠✧⁠ω⁠✧⁠)⁠つ

***

Siang hari yang begitu terik, keempat gadis itu duduk di taman, Iranda merangkai bunga, Chloe dan Gricella duduk sembari meminum teh, sedangkan Alaia? Gadis itu tidur di atas pohon apel yang menjadi naungan tempat berteduh ke tiga gadis itu.

"Aish, mataharinya terik tapi mengapa dingin sekali." Iranda berdecak, ia meletakkan rangakian bunganya lalu mengeratkan mantel pada tubuhnya.

"Entahlah, dunia ini memang aneh jika kau ingat." Chloe mengangkat bahunya tak acuh.

Mencium aroma teh di tangannya, Gricella menatap Iranda. "Jadi nasib kita ke depannya bagaimana? Kapan kita akan menjadi pijakan si putri itu?" tanyanya.

Iranda mengerjab, gadis itu cengengesan, ia menggaruk pipi chubby nya yang tak gatal. "Aku lupa," jawabnya sembari meringis.

Ke dua gadis itu memutar bola matanya malas.

"Ck, cepat ingat, atau tidak kita tidak akan tahu jalan ke depannya dan langkah yang kita ambil apa nanti." ucap Chloe.

"Iya iya, kalian kan tahu sendiri aku pelupa," Iranda cemberut. "Aku kira di sini otakku akan sedikit benar, tapi ternyata ... Aish." lanjutnya frustasi.

"Hei, kalian sedang apa?"

"KAKAK." pekik ke tiganya.

"Hei, kalian tidak menjawab pertanyaan Kakak?" Zian mengacak rambut ke tiga adiknya dengan sayang.

"Alaia mana?" sela Leo, ia melirik sekitar mencari keberadaan adik ke tiganya itu.

"Itu," Gricella menunjuk ke atas pohon. "Dia tidur Kak."

"Astaga," Zian menepuk keningnya, "kebiasaan."  ujarnya.

Bersamaan dengan itu, tubuh mungil Alaia oleng, gadis itu terjun bebas membuat mereka melotot.

Hap!

Tubuh mungil gadis berusia sepuluh tahun itu jatuh dalam dekapan kakak pertamanya. "Bangun Alaia," panggil Leo.

"Emm, sebentar lagi Kak."

Leo pun duduk dengan Alaia masih dalam dekapannya di ikuti Zian yang duduk di samping Iranda.

"Ini buat Kakak." Iranda bertepuk tangan, meletakkan rangakian bunganya yang membentuk mahkota di atas kepala Zian.

"Kakak tampan," ujar Iranda yang mendapat kekehan ringan dari Zian.

"Iranda juga cantik," balas Zian, ia memetik bunga peony yang tak jauh dari dirinya lalu menyelipkan bunga tersebut di sisi telinga Iranda.

Mendapat perlakuan seperti itu membuat Iranda tersenyum malu-malu, Chloe berdecih melihat hal itu, ia menusuk kue nya dengan garpu lalu memakannya.

"Kakak bagaimana rasanya belajar?" pertanyaan dari bibir Gricella membuat Zian dan Leo menoleh serempak. Keduanya mendadak diam, seakan enggan menjawab pertanyaan sang adik.

"Mengapa kami tidak di perbolehkan?" tanya Gricella lagi, raut wajahnya nampak polos, seakan ia belum mengetahui semua ini.  "Padahal kami juga ingin belajar seperti Kakak," lanjutnya dengan mata menatap ke arah teh di tangannya

Leo menatap sekeliling, ia menepuk pelan pundak Alaia yang masih tertidur di pangkuannya.

"Jangan sembarangan bicara Ella, pohon dan dinding bisa saja mempunyai telinga," peringatnya lembut.

Gricella mengerjab, gadis itu menghela napas kasar.

"Kami bosan," cetus Iranda. "Sepuluh tahun kami di sini hanya bermain dan bermain."

Four Princess (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang