Bab 54

260 20 0
                                    

HAPPY READING

Mereka terus berlari mengindari kejaran para suku asli Elba, sesekali Iranda menoleh ke belakang untuk melihat keberadaan para suku itu mengejar mereka sampai mana. Matanya membelalak saat jaraknya sudah dekat.

"Belok ke kanan!" teriak Iranda spontan langsung dituruti oleh mereka. 

Kelimanya terus berlari dengan kencang tanpa memperdulikan kedua kaki mereka yang rasanya mati rasa karena terus berlari bak orang kesetanan. 

Sekali lagi Iranda menoleh, betapa beruntungnya saat melihat ke belakang tidak menemukan orang-orang suku Elba yang memiliki gigi taring yang runcing. 

Gadis bersurai merah itu menghentikan larinya, diikuti oleh Gricella dan Chloe. Karena, kedua gadis itu sedari tadi berlari beriringan. 

"Lari, Iranda!" Chloe ingin menarik Iranda untuk lari. 

Tapi, gelengan dari Iranda membuat Chloe mernyengit. Ia hampir ingin menyeret gadis itu, sebelum suara lirih Alaia terdengar.

"Cukup, orang-orang suku itu sudah tidak lagi mengejar kita."

Mata ceruelan milik Chloe menatap Alaia yang baru saja diturunkan dari gendongan Izekiel. Ia baru menyadari bahwa sedari tadi Izekiel berlari sambil menggendong Alaia, ia tidak terlalu fokus tadi jadi hanya menarik Iranda dan Gricella saja.

"Jadi, sekarang kita aman?" tanya Chloe menghela nafas lega. Saat menoleh ke belakang tidak menemukan siapapun.

"Ella, kau baik-baik saja?" tanya Iranda mendekati Gricella yang kini sudah terduduk di atas bebatuan. 

"Aku baik-baik saja, Ira," jawab Gricella dengan senyuman. Lalu, kepalanya menoleh pada Alaia gadis itu pasti terluka lengan bagian kirinya.

"Ala, apakah kau terluka?" tanya Gricella dengan raut khawatir.

Alaia menggeleng seraya tersenyum, "itu hanya luka kecil saja."

"Luka kecil apa yang kau maksud, Alaia?" tanya Chloe galak. Bahkan gadis itu sudah berjalan mendekati Alaia dengan pelototan tajam.

Gadis itu segera memeriksa lengan bagian kiri Alaia yang terlapisi kain tebal dari jubah miliknya. Tangannya menyentuh lengan itu dan merasakan lembab. Chloe nyaris merobek jubah milik Alaia, untuk memeriksa sebelum sang empu dengan gesit menghindar.

"Apa yang kau lakukan, Eve?!" delik Alaia dengan wajah memerah. Gadis itu malu di sini bukan hanya ada saudarinya saja, tapi ada Izekiel juga.

Izekiel yang melihat itu tanpa pikir panjang merobek jubahnya yang dikenakan olehnya dengan gerakan kasar. Lalu, mendekati Alaia dan mengikatkan kain panjang yang dihasilkan dari jubahnya itu pada lengan Alaia yang terluka. 

Berupaya untuk menghentikan aliran darah agar tidak terus mengalir. Sedangkan Alaia termangu melihat betapa telatennya Izekiel mengikatkan kain itu pada lengannya, terlebih raut pria itu terlihat begitu khawatir seketika membuat hatinya menghangat. 

"Aku akan mencari tanaman obat." Alaia menahan pergelangan tangan Izekiel, gadis itu menggeleng.

"Tidak perlu, itu merepotkan. Lebih baik kita melanjutkan perjalanan kita saja," tolak Alaia dengan wajah tak enak.

"Tapi, lukamu perlu diobati, Alaia," bantah Izekiel sedikit memaksa. 

Iranda yang melihat itu segera membuang wajah ke samping, lalu membantu Gricella untuk berdiri. Iranda berniat mengajak Gricella untuk berjalan terlebih dahulu. 

"Terimakasih, Ira." Iranda tersenyum seraya mengangguk.

"Apakah masih lemas?" tanyanya yang terlihat sekali tidak nyaman. Meskipun gadis itu berupaya menyembunyikannya.

"Sedikit, bukan suatu masalah buktinya aku bisa berlari saat para suku itu mengejar kita." Gricella terkikik setelahnya.

"Ayo kita ke sana!" Tunjuk Iranda ke arah depan yang dipenuhi oleh pepohonan yang cukup lebat.

"Ayo, kita ke sana!" Chloe datang dari arah belakang dan berjalan mendahului kedua saudarinya yang terbengong.

"Cepat! Mau ikut tidak?" tanya Chloe menyadarkan keduanya yang kini berjalan mengekorinya. 

Sekilas, Chloe melirik Alaia dan Izekiel yang terus berdebat. Sampai akhirnya keduanya berjalan mengikuti mereka, sepertinya perdebatan itu di menangkan oleh Alaia. 

Mereka terus melangkah memasuki pepohonan itu yang sudah pasti itu hutan. Sesekali candaan Iranda terdengar, disusul tawa Gricella dan kekehan ringan dari Chloe.

Alaia yang melihat itu dari belakang tersenyum. Sudah banyak rintangan yang mereka lalui, bahkan hidup dan mati sudah sering mereka temui dalam perjalanan yang mereka tempuh untuk menemukan keempat kepingan batu kristal abadi. 

Beruntung, mereka saling memiliki satu sama lain sehingga sampai saat ini mereka masih terus bersama. Karena, prinsip mereka hanya satu hidup dan mati bersama. 

***

Cukup lama menempuh perjalanan menyusuri sebuah hutan dengan pepohonan lebat itu. Mereka mendengar suara gemercik air yang berhasil membuat mereka berbinar seketika.

Mereka terus melangkah sampai suara gemercik air yang awalnya terdengar kecil dan samar. Kini terdengar jelas dan keras, sepertinya ini bukan sebuah kali tapi air terjun. 

Iranda yang sudah berbinar senang berlari mendahului yang lain, alangkah terkejutnya saat dirinya berada di ujung hutan dan menemukan sebuah air terjun yang mengeluarkan air cukup besar.

Pantas saja suaranya terdengar dari kejauhan. Air terjun itu begitu besar, airnya sangat jernih. Mereka termasuk Izekiel mulai menuruni bebatuan itu dengan hati-hati. 

Iranda, gadis itu dengan lincah menuruni bebatuan itu sampai dirinya tiba lebih dahulu dari yang lain.

"Woah, ini sangat indah," gumam Iranda menyentuh air itu menggunakan telapak tangannya. 

"Aku jadi ingin mandi di sini," lanjutnya yang dapat di dengar oleh yang lain.

"Benar, tubuhku sangat lengket aku juga ingin mengguyur tubuhku di air terjun itu," sahut Gricella bersemangat.

Chloe yang mendengar itu menoleh pada Izekiel yang berdiri canggung di antara ke empat gadis. 

Pria itu menggaruk tengkuknya, seraya tersenyum canggung.

"Aku pergi dulu untuk mencari tanaman obat untuk Alaia." Tanpa mendengar respon dari keempat gadis itu, Izekiel segera berbalik dan kembali naik ke atas dengan gerakan terburu-buru.

Chloe dan Gricella menahan tawa saat melihat Izekiel hampir terjatuh saking terburu-burunya. Sedangkan Iranda dan Alaia tampak mengkhawatirkannya.

Alaia tidak ada alasan lagi untuk mencegah keinginan Izekiel. Karena, hanya itu alasan Izekiel pergi selama mereka mandi.

"Ayo, kita mandi," ajak Iranda yang sudah tidak sabar.

Alaia membuka jubahnya diikuti pakaian lainnya. Iranda menutup mulutnya saat melihat luka Alaia pada lengannya, tidak dalam hanya goresan saja tapi tetap saja itu menyakitkan.

"Apakah itu sakit?" tanya Iranda yang langsung dihadiahi geplakan pada lengannya oleh Gricella.

"Tentu saja, bodoh!" tukas Gricella.

Sedangkan Alaia menggeleng, "tidak sakit, hanya perih saja."

To Be Continue....

Komen, vote, jangan lupaaa🌹

Four Princess (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang