Cp. 15

502 57 42
                                    

Sabtu, 27 Oktober 20xx
_______

Matahari telah terbit di ufuk timur sejak beberapa jam lalu, tapi kedua insan di sana belum juga beranjak tuk memulai aktivitas. Hari Sabtu seperti ini memang waktu yang tepat untuk bersantai setelah melewati pekan yang padat.

"Lie?"

"Hm?" Aralie berdeham, masih nyaman menyembunyikan wajahnya di bahu milik Delynn.

Posisi keduanya masih seperti semalam, hanya saja kini ada selimut tebal yang menutupi tubuh keduanya. Aralie bahkan semakin nyaman di dalam dekapan Delynn.

"Bangun yuk, udah jam 8." Delynn mengusap lembut pipi Aralie.

"Nanti aja boleh ga? Aku masih ngantuk," jawab Aralie merengek kecil.

"Pindah ke kamar aja, sayang. Kalian pegel pasti tidur di sofa begitu, berdua lagi," saran Bunda membawa dua gelas susu hangat.

"Bangun dulu yuk?" ajak Delynn lagi. Aralie akhirnya menurut, mulai merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku.



DUG




"Aduh!"

Dengan sigap Delynn mengusap kepala Aralie yang secara tak sengaja beradu dengan dagu miliknya.

"Maaf maaf, masih sakit ga?"

Aralie membuka matanya, langsung bertemu dengan raut wajah khawatir Delynn. Ia menggeleng pelan. "Cuma kaget aja."

"Bangun dulu, minum susu, sarapan, baru lanjut tidur lagi. Apa kata tetangga liat anak perempuan bangunnya siang."

Ayah satu anak itu datang membawa sekantung bubur ayam, menyapa dua remaja yang masih dalam proses pengumpulan nyawa. Walau sebenarnya Delynn sudah bangun sejak tadi, tapi ia tak bisa beranjak karena Aralie memeluknya cukup erat. Apalagi tangannya yang menjadi bantalan Aralie sejak semalam.

"Emangnya apa kata tetangga?" tanya Aralie setengah mengantuk, menatap Ayahnya di sofa lain.

"Apa?"

"Iya apa kata tetangga?"

"Iya, apa?"

Menyadari ada tawa di sana, Aralie mengerti kalau itu adalah lelucon —yang sebenarnya tidak lucu— yang dilontarkan Ayahnya.

"Apasih pagi-pagi udah nge-jokes, mending lucu," komentar Aralie kesal.

"Lah? Bunda sama Delynn aja ketawa."

"Itu namanya menghargai, Ayah. Kalo Bunda," Aralie melirik pada sang Bunda. "Ayah duduk diam juga Bunda pasti ketawa." 

"Tapi jokes-nya jelek banget, serius. Ayah belajar dari siapa?"

"Itu loh, Ayahnya Oline sama Ribka, Om Neil."

"Kamu masih butuh kursus, Al. Dikit lagi lucu," tawa Bunda sedikit mengejek.

"Betul! Nanti kalo jokes-nya lucu, Ayah ajak kita jalan-jalan!" timpal Aralie.

"Bener ya!" Wajah Ayah satu anak itu berubah sumringah. "Eh, apa tadi?"

"Yes! Deal sama Delynn juga ya, Ayah."

"Curang! Ayah dijebak!"

Delynn turut tertawa mendengar suara Aralie yang berubah kekanakan, memberikan kesan lucu sekaligus menyebalkan.

"Ayah udah janji, wleee!"

_____

Siang harinya kedua remaja itu masih berleha-leha di sofa, berniat menonton film bersama. Walau pada akhirnya mereka sibuk dengan ponsel masing-masing.

Take Me - AralynnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang