Cp. 13

562 59 46
                                    

Jum'at, 26 Oktober 20xx
________

Di suasana sekolah yang sepi itu Delynn memaksakan langkahnya menuju tempat di mana motornya terparkir setelah menghabiskan waktu di ruang dance bahkan setelah ekskul berakhir.

Banyak hal yang menyerangnya dalam satu waktu. Dirinya cukup kewalahan untuk mengatasi itu semua sendirian. Di saat seperti inilah Delynn menunjukkan sisi yang tak pernah seorangpun lihat.

Tubuh jangkung yang tegap itu perlahan luruh, kepala yang biasanya ia tegakkan dan terkesan angkuh di mata orang lain pun turut menunduk. Sehebat apapun dirinya, sekuat apapun anggapan orang lain tentangnya, se-mandiri apapun dirinya selama ini, Delynn hanyalah sosok perempuan lemah yang membutuhkan seseorang untuk bersandar.

Tapi pengalaman buruk dan prespektif orang lain terhadapnya membuat Delynn enggan meminta pertolongan bahkan ketika ia hampir tenggelam. Delynn pikir, tak akan pernah ada seorang pun yang mengulurkan tangan padanya.

Namun nyatanya ia salah. Tepat setelah tubuh tegap itu jatuh bertumpu pada lutut, sepasang tangan menariknya ke dalam sebuah dekapan hangat. Dekapan yang hanya dari aroma tubuhnya ia bisa kenali dengan baik.

"Sstttt, just let it go, Del."

Suaranya begitu lembut dan perhatian. Delynn tanpa ragu melingkarkan lengannya pada pinggang kecil milik perempuan itu.

Isak tangisnya perlahan terdengar diiringi dengan rintihan kecil. Delynn tak sanggup menahannya lagi, wajahnya mulai ia sembunyikan.

Lagi dan lagi, ia diselamatkan oleh sosok yang sama.

____

Aralie POV.

"Minum dulu, Del," kataku menepuk pelan pipi Delynn.

Delynn yang tadinya bersandar pada tembok sembari memejamkan matanya itu menerima botol yang aku sodorkan sebelumnya.

"Feel better?"

Dia tak menjawab apapun. Tapi aku mengerti. Seulas senyuman akhirnya terbit di wajahku.

Aku kembali membawa Delynn ke dalam dekapanku. Seolah tubuh kami mencair menjadi satu, Delynn memelukku begitu erat. Sangat erat hingga aku berpikir sesuatu apa yang membuatnya berbeda dari biasanya.

Pelukan itu berjalan cukup lama, menit menit berlalu tapi Delynn masih sibuk menyembunyikan wajahnya di ceruk leherku. Sesekali ia juga mengambil napas cukup dalam.

"Thanks."

Aku dapat merasakan kepalanya perlahan bangkit, membuat wajah kami saling bertatapan. Wajahnya terlihat begitu lelah, kantung mata hitam menggantung di bawah matanya. Sepasang mata indah itu juga tak terlihat baik.

"Anytime."

Tanganku tanpa ragu mengusap wajahnya. Tak seperti yang aku lihat saat pertama kali bertemu, banyak hal yang berubah darinya. Termasuk pipinya yang kian tirus, sepertinya berat badannya turun cukup banyak.

Aku semakin yakin apa yang dihadapinya saat ini merupakan hal yang serius, mungkin juga tingkat stressnya naik drastis.

"Wanna go somewhere?" tanyanya lurus menatap mataku, sementara itu tangannya masih bertaut di pinggangku.

"Aku izin Ayah dulu, ya."

Dia mengangguk paham dan membiarkanku mengecek handphone. Omong-omong, Ayah belum kunjung tiba bahkan setelah aku meminta jemput sejak 40 menit yang lalu.

Saat handphone-ku menyala, ada pesan masuk dari Ayah. Ayah meminta maaf tidak bisa menjemputku hari ini, jadi aku harus naik ojek untuk pulang ke rumah.

Take Me - AralynnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang