26

2K 225 22
                                    

Jika cinta itu tertuju pada kita maka semua akan kembali membaik dan pada akhirnya mempersatukan kita kembali, namun jika akhir dari segala cerita tidak pernah ada kita di dalamnya maka mengikhlaskan solusinya, sulit memang namun begitulah Tuhan menakdirkan kisah kita.

Cinta dan perjuangan tak akan pernah ada artinya sama sekali jika Tuhan tak mengizinkan, sebesar apapun rasa yang dimiliki pada akhirnya semua terkikis oleh waktu.

Mungkin terlihat mudah untuk melepaskan namun kenyataan itu sangat menyakitkan, lihat saja baru 2 hari Jennie tak melihat Lim namun rasanya begitu menyakitkan, Jennie tidak menyerah Jennie hanya sedang sakit jadi ia tak bisa menemui Lim, Jennie selalu mendapatkan kabar dari Seulgi tentang perkembangan Lim, setelah Lim sadar mereka memang belum bertemu itu karena Lim yang sering mengamuk setelah ia tahu kecelakaan itu merenggut nyawa Karina dan membuat dirinya cacat, Jennie ingin sekali melihat Lim namun ada rasa takut dan ragu jika Lim akan menolak dan menghinanya

Meski badan masih terasa lemas namun Jennie memaksakan diri untuk pergi menemui Lim, ia akan berhati-hati karena tak mau bertemu dengan orang tua Lim, setidaknya jika Lim menolak bertanggung jawab Lim akan tahu jika Jennie mengandung anaknya, tak apa jika kehadiran bayi ini tak diinginkan tetap akan Jennie jaga sebaik mungkin.

"Noona masih terlihat pucat, apa tidak bisa istirahat saja dulu di rumah?" Tanya Jisoo yang memang mengantarkan Jennie bertemu dengan sahabatnya.

Jennie hanya menggelengkan kepalanya, sudah beberapa hari tak melihat Lim membuat kondisinya semakin lemah, mungkin efek rindu yang tak tertahankan.
Jennie bahkan sudah siap jika ia menerima penolakan lagi.

Dalam perjalanan hanya keheningan yang ada hingga tanpa sadar mereka berdua sudah sampai di depan rumah sakit, setelah memarkirkan mobil keduanya masuk dengan hati-hati agar tak bertemu orang tua Lim ataupun bodyguardnya.

"Noona diam dulu ya, biar Jisoo yang masuk duluan mau liat ada siapa di dalam." Titah Jisoo yang hanya diangguki oleh Jennie.

Jisoo akhirnya masuk ke dalam ruangan Lim, anak muda itu sudah dipindahkan ke ruang rawat karena kondisinya sudah membaik meski ia harus melakukan beberapa terapi karena terlalu lama koma sehingga membuat beberapa sarafnya kaku.

"Bro wey kangen banget ini." Setelah masuk ke dalam ruangan Jisoo langsung berhamburan memeluk sahabatnya itu, yang dipeluk hanya diam namun tetap membalas pelukan sahabat karibnya itu.

"Sehat ya, jangan kaya gini lagi rasanya hampa banget ga ada temen." Jisoo akhirnya menitikan air mata, ia tak bisa menahan lagi air mata yang sudah ditahan selama ini.

Lim justru malah tertawa melihat sahabatnya menangis, Jisoo yang selalu kuat dan pecicilan akhirnya bisa menangis juga.

"Masih mau sahabatan setelah aku cacat? Ga bisa kita nanti jalan-jalan atau balapan lagi." Ucap Lim dengan senyum yang penuh dengan luka itu.

Jisoo malah semakin sesenggukan, air matanya sudah membanjiri pipi atau mungkin sudah tsunami bukan banjir lagi.

"Berisik! Apapun yang terjadi kita bakal tetep sahabatan Lim, medis sudah canggih sekarang orang tua kamu kaya jadi pasti ada cara lain supaya kamu bisa jalan lagi." Jawab Jisoo dengan menyedot ingusnya yang hampir jatuh.

Mereka berdua akhirnya berpelukan lagi, Jisoo terlalu asik melepas rindu dengan sahabat tercintanya itu hingga ia melupakan jika di luar sana ada yang sedang menunggu kabarnya. Jennie masih harap-harap cemas menanti Jisoo.

Setelah asik berpelukan Jisoo akhirnya mengingat jika Noonanya masih menunggu di depan, dengan perlahan Jisoo memberanikan diri untuk mengatakan pada Lim jika Jennie ingin bertemu.

"Eh Lim, di luar ada yang mau ketemu kamu." Ucap Jisoo dengan ragu, namun demi sang kakak ia harus berani.

"Siapa?" Tanya Lim penasaran.

BerondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang