Pagi ini terasa suram bagi perempuan dengan pakaian yang tak lagi rapi seperti semalam. Matanya sembab karena air mata terus mengalir menangisi nasib buruk yang menimpa. Bahkan pagi ini juga rasanya ia tak sanggup untuk menelan apa-apa. Bayang-bayang benda paling menjijikkan yang dipaksa masuk ke dalam mulutnya terus memenuhi isi kepala.
Tapi bukanlah Salira kalau setiap pagi tidak mengucapkan terima kasih pada Tuhan yang menciptakannya. Bersyukur atas datang bulan yang tiba-tiba, hingga lelaki hidung belang yang ia temui tidak bisa berbuat lebih.
Meskipun demikian, semua itu tidak membuat emosi Salira meredup begitu saja. Perempuan itu masuk ke dalam rumah lalu mencari suaminya,
"Mas?! Dimana kamu?" Teriak Salira.
Langkah cepat itu membawa Salira menuju kamarnya bersama Arsen. Ia yakin kalau Arsen pasti masih lelap dalam mimpinya. Dan benar, saat pintunya terbuka, laki-laki itu sedang tidur dalam posisi terlentang dengan kaki yang menjuntai ke bawah. Tangannya masih memegang satu botol alkohol yang sudah kosong.
"Arsen." Panggil Salira.
Setengah sadar laki-laki itu mulai mengerjapkan mata. Mendengar suara yang terus memanggilnya. Hingga Arsen menyadari keberadaan istrinya yang tengah berdiri tepat di depannya.
Tanpa merasa berdosa, Arsen tersenyum pada Salira seolah memberikan sambutan hangat. Sementara Salira berusaha mati-matian untuk tidak mengambil botol di tangan Arsen lalu memukul laki-laki itu sampai berdarah.
"Aku nggak tau Tuhan menciptakan kamu di waktu apa sampai jadi manusia setega itu. Kamu menjual istri sendiri demi memuaskan hobi kamu yang nggak ada manfaatnya." Ucap Salira dengan pelan tapi menusuk bagi siapapun yang masih memiliki hati.
Senyum di wajah Arsen seketika tenggelam. Memaksa dirinya duduk meskipun pening di kepalanya belum hilang,
"Nggak usah merasa paling tersakiti."
"Bukan merasa lagi, TAPI INI EMANG SAKIT BANGET ARSEN!!" Air mata Salira kembali turun.
Isak tangisnya membuat suara Salira bergetar saat bicara, "Suami mana yang tega menjual istrinya demi keuntungan dia sendiri? Bahkan suami paling miskin di dunia aja lebih milih kasih makan istrinya dari sisa-sisa makan orang lain yang dia ambil dari tong sampah. Bukan menjual istrinya demi mendapatkan uang dan menopang hidup mereka."
"Kita kekurangan apa Sen? JELASIN KE AKU KITA KEKURANGAN APA?!"
"Kita kekurangan uang buat makan? Nggak. Buat bayar listrik? Nggak. Buat biayain anak? Nggak juga. Tanpa harus menjual aku pun kita masih bisa bertahan hidup asal kamu nggak main judi laknat itu!!"
Satu lemparan botol dari tangan Arsen mampu mengenai cermin meja rias Salira. Sementara pemiliknya memejamkan mata dan menutup telinga saat mendengar suara yang sangat keras itu. Belum lagi Arsen yang tiba-tiba maju menghampirinya dan menunjuk tepat di wajahnya,
"Hak kamu cuma sampai marah karena aku jual kamu. Tapi kamu nggak berhak buat urusin kegiatan yang aku suka apalagi sampe bilang apa tadi? Hobi laknat?"
Ditariknya dagu Salira dengan kasar lalu Arsen tekan dengan keras.
"Cuuhhhh." Ucapnya sembari meludah mengenai wajah istrinya.
"Baik-baik deh, banyakin istirahat karena nanti malem ada klien yang mau bayar 35 juta cuma buat cobain badan kamu." Arsen menepuk pelan pipi Salira berulang-ulang. Memberi peringatan agar istrinya menurut dengan apa yang baru saja ia katakan.
Sepeninggalan Arsen yang keluar entah kemana, Salira menangis sejadi-jadinya. Meraung-raung meskipun percuma saja karena tidak akan ada yang mendengar dan peduli padanya.