3

2.9K 141 27
                                    

Rasanya kaki sudah tak lagi bertenaga untuk menapaki bumi. Kejam sekali hidup ini menampar Salira dengan hal-hal yang sebelumnya tidak pernah ia bayangkan. Perempuan yang terbiasa hidup penuh kasih dari orang tersayang kini berbanding terbalik dan lebih sering mendapatkan siksaan.

Semalaman ia menginap di bandara demi menghindari kekejaman Arsen yang berani menjualnya. Salira pulang dalam keadaan yang sudah siap untuk dimaki, dihajar atau bentuk kekerasan lain. Dalam pikirnya, lega sekali ia bisa menyelamatkan tubuh suci itu dari laki-laki yang bahkan tidak pernah berbincang sama sekali.

Kelegaan itu hanya sampai pada gerbang rumah. Karena begitu gerbang tinggi itu tertutup, Arsen berlari dari pintu utama mendekati Salira. Laki-laki itu menarik tangan Salira dengan kuat sampai yang perempuan kesulitan mengimbanginya.

“Sakit Arsen.” Lirih Salira.

“Peduli setan.” Jawabnya.

Seolah tidak akan ada ampun untuk hari ini, Salira didorong ke sofa ruang keluarga. Dahinya terbentur ujung sofa.

“Maksud kamu apa jam segini baru pulang?!”

“Karena aku nggak mau dijual, Arsen. Cukup malam yang lalu kamu manfaatkan aku demi uang.” Salira memberanikan diri mengeluarkan suaranya dengan lantang.

Salira bangkit dari tubuhnya yang tersungkur. Memberi tatapan nyalang pada laki-laki di depannya,

“Jangan pernah mengira aku bakal diem aja diperlakukan kayak gini.” Jari telunjuknya yang lentik dengan berani mengarah tepat di depan wajah Arsen.

Arsen yang merasa tidak diterima ditunjuk-tunjuk oleh Salira segera menepis tangan itu dengan kasar. Lalu satu tamparan kuat mendarat di pipi Salira. Sakit. Sangat sakit tapi Salira tidak ingin dianggap kalah hanya karena air matanya yang keluar.

“Jangan goblok dengan nantangin aku kayak gitu, Ra.”

“Kamu tau dengan kamu yang nggak pulang aku kehilangan uang berapa? Uang yang udah masuk ke rekening aku harus dibalikin lagi. Bahkan aku harus bayar kerugian karena perjanjiannya aku bakal ganti rugi tiap ada kesalahan yang datangnya dari pihak kita.”

Arsen menarik sabuk yang sebelumnya sudah ia siapkan di atas meja. Mencambuk lengan Salira sampai perempuan itu memekik tertahan. Matanya memanas namun sebisa mungkin ia tahan agar tidak menangis. Ia hanya mengusap bekas cambukan lalu menguatkan hatinya sendiri.

Bukan hanya sekali, Arsen juga menggunakan sabut itu untuk menyabet kaki Salira. Tubuhnya seketika ambruk ke lantai karena tidak tahan dengan sakit yang dirasa.

Posisinya yang tepat di bawah kaki Arsen, membuat laki-laki itu lebih mudah menendang Salira hingga terjerembap ke belakang.

“Manusia nggak tau diri.” Ucapnya sembari terus menendang tubuh istrinya.

“Arsen cukup, aku istri kamu…”

Biarkan rintihan itu terucap karena sakit luar biasa yang sudah Salira dapat. Barangkali dengan memohon lalu Arsen akan sadar dan berhenti melakukannya lagi. Namun, sungguh Arsen bukanlah manusia yang memiliki hati. Rintihan Salira bahkan tak terdengar sama sekali.

Punggung perempuan itu ikut tercambuk bersamaan dengan punggung tangan Salira yang diinjak. Mungkin Tuhan memang ingin menyelamatkan tangan itu, sampai tidak ada alas apa-apa di kaki Arsen yang bisa menggores tangan putih Salira.

“Aku aku istri kamu.”

“Kamu mau dianggap sebagai istri tapi nggak mau nurut sama suami kamu sendiri?! Beberapa kali aku ingetin kalo malam itu kamu pasti ada kerjaan. Tapi kamu sengaja pergi seharian tanpa bilang. Ditelfon nggak diangkat, dichat nggak dibales. Ternyata kamu sengaja menghindar. AKU YANG MALU SALIRA!” Bentak Arsen di akhir kalimatnya.

NIRMALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang