Bab 2

1.6K 215 48
                                    

Seandainya dulu ia tidak terburu-buru.

Oki tidak tahu, sudah yang keberapa kali ia menyesali keputusannya untuk menikah dengan Oka. Entah mengapa ia dulu tergesa menikah dengan Oka. Pernikahan saat itu masih jauh dari rencananya, tapi cinta meyakinkannya. Kebetulan nama mereka juga mirip, seolah semesta memang menakdirkan mereka untuk saling menemukan satu sama lain. Dulu ia begitu percaya, jika pertemuan dengan Oka memang bukan sebuah kebetulan belaka.

Sejujurnya, ia dulu buta akan cinta-cintaan. Daripada memikirkan cowok, ia memusatkan energi untuk mengejar kepentingan diri sendiri sehingga di saat teman-temannya sudah menjajaki beberapa cowok, ia hanya si Oki yang tetap begitu-begitu saja alias minus pengalaman.

Sejak SMP, SMA, hingga lulus kuliah, ia lebih suka menjadi pendengar kisah asmara teman-temannya. Bukannya apa-apa, tapi ia merasa pacaran sejatinya tidak sebegitu menyenangkan. Mungkin karena saat itu ia belum mendapatkan cowok yang sesuai dengan seleranya.

Entah kenapa, dulu ia jarang didekati oleh cowok ganteng meski kata teman-temannya ia berwajah cantik. Sebenarnya, ia sering menerima pujian atas wajahnya. Tapi entah mengapa cowok yang datang mendekati selalu bertampang biasa-biasa saja. Tidak ada satupun dari mereka yang berwajah surgawi.

Padahal, ia suka cowok ganteng.

Maksud Oki, siapa yang tidak suka cowok ganteng? Tapi, ia adalah gadis yang hanya bisa jatuh hati pada cowok ganteng. Faktor wajah dan penampilan memang sepenting itu baginya. Berkencan dan berpacaran dengan cowok ganteng selalu menjadi impian terpendam yang waktu itu belum bisa ia wujudkan.

Mau bagaimana lagi? Ia juga tidak bisa melakukan apa-apa jika berhadapan dengan cowok ganteng. Alih-alih tebar pesona, yang ada malah memasang sikap cuek seolah tidak peduli demi menutupi grogi.

Seperti itulah ia semasa gadis dulu. Hanya bisa naksir cowok ganteng tanpa berani melakukan pendekatan. Jangankan pendekatan, menatap saja sembunyi-sembunyi demi mengamankan debaran di dada.

Segelintir nama abadi dalam ingatan hanya sebagai Mas Crush. Tidak ada yang benar-benar terjadi selain peristiwa saling lihat yang baginya sudah begitu dramatis.

Saat Masih SMA, ia pernah mencintai cowok bernama Dastan, salah satu cowok populer di sekolah. Dari ospek sampai kelas tiga, ia mencintai dalam diam dan memuja sendirian. Selama tiga tahun ia hanya berani memandangi dari jauh. Jika kebetulan berpapasan, ia berlagak tidak melihat demi menjaga diri sendiri agar tidak pingsan di tempat. Wajahnya otomatis berubah dingin dan angkuh. Namun tiap kali Dastan berganti pacar, hatinya patah sendirian.

Kenapa gadis itu bukan aku? Hiks hiks....

Oki ingat ia hanya bisa meratap sendirian tiap kali Dastan, si playboy tengil itu berganti pacar. Tapi bukan salah Dastan juga. Tiap kali mereka berpapasan dan Dastan melirik, ia langsung memasang wajahnya dalam setelan galak seolah tidak butuh melihat. Masuk akal jika Dastan tidak melihatnya potensial.

Lalu saat masih kuliah ia mengagumi Ivan, kakak tingkat tercakep dan konon paling cool di fakultasnya. Saking cool-nya hanya ia yang butuh berpura-pura tenang dan tidak melihat ketika berpapasan. Karena tampaknya, Ivan juga tidak pernah melihat ke arahnya. Hanya sekali dua kali yang terasa kebetulan, tapi tatapan itu segera pergi bahkan sebelum ia sempat berkedip. Ia juga patah hati saat Ivan jadian dengan cewek fakultas sebelah. Ia menangis sendirian di kamar mandi saat melihat Ivan membonceng cewek itu di parkiran.

Setelah Ivan, hatinya sempat menyasar pada Jody, si ganteng anak pecinta alam. Sempat terbesit keinginan untuk bergabung dengan komunitas yang sama agar ia bisa terlihat oleh Jody, yang waktu itu tanpa sengaja ia lihat di pujasera kampus. Gondrong, cokelat, macho, siapa yang tidak ngiler? Soal kulit ia memang tidak rewel. Mau putih, kuning langsat, atau sawo matang, semua masuk kriteria pangeran idaman asal ganteng dan tinggi.

TULANG RUSUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang