Bab 10

887 123 40
                                    

'Dia bawain aku roti isi ubi
Ya ampun sweet banget
Kenapa sih yang kayak gini bukan suamiku?
Rotinya enak banget. Aku dikasih tahu resepnya.
Sabtu aku recook ah...
Masih kangen sama roti buatannya.
Oh ya ini foto aku ambil dari Pinterest
Kayak gini rotinya, dalemnya ungu.
Waktu itu nggak sempet aku foto soalnya langsung aku makan.'

Sabtu pagi, curhatan itu baru saja ia baca saat buang hajat di kamar mandi. Oka mengarsip curhatan terbaru di akun tulangrusuk dan memandang sengit foto roti dengan isian ubi ungu itu.

Apa enaknya roti sama ubi? Aneh! Bilang aja dia yang buat jadi terasa enak. Dasar gatel! Oka meletakkan ponselnya di atas penutup tangki kemudian menekan flush sambil membatin heran.

Pria macam apa yang mau repot-repot memperhatikan istri orang jika bukan pebinor? Pria baik-baik, pria yang punya pride, akan malu bermain cinta dengan istri orang. Oka merasa kasihan dengan Oki, yang terkena trik permainan kotor pecundang.

Cuma buatin roti aja udah kamu puja-puja. Aku yang selalu nafkahin jelek aja di mata kamu! Gerutunya hanya sampai di dalam hati. Itu laki cuma mau main-main sama kamu! Cuma pingin iseng, kali aja bisa bobo bareng. Enak banget bobo bareng istri orang? Nggak nafkahin tapi bisa icip-icip, cuma modal roti sama semua gombalan tai kucing! Bobo sana sama tuh laki! Biar kita cepet cerai! Aku permalukan kamu di pengadilan! Aku habisin kamu!"

Oka membuka pintu toilet dengan marah tertahan. Langkahnya terhenti saat melewati meja makan. Ia melihat roti isi ubi ungu, persis seperti foto di postingan Oki.

"Sarapan dulu Mas!" Senyuman cerah Oki menyambutnya. "Aku coba recook resep di internet. Liat, Zayyan suka!"

Tatapan Oka bergeser pada Zayyan yang tampak menikmati roti dengan isian ungu.

"Kamu makan aja. Aneh, aku nggak suka." Oki mengantongi ponselnya dan mengambil gelas untuk kopinya.

"Coba dulu.... ini enak lho!"

"Aku suka yang biasanya." Oka membuka toples bubuk kopi dan menuang dua sendok ke dalam gelas, lalu membuka toples gula.

"Coba dulu biar tahu rasanya." Oki tetap menyisihkan roti untuk Oka dan meletakkannya di atas piring kosong.

Oka hanya melirik. Ia melihat Oki duduk dan mulai menyantap roti.

"Hmm! Enak...." Oki menggumam pelan yang semakin menyeret sentimen Oka.

Jadi inget-inget dia? Oka menyeduh air panas dan mengaduk kopinya. Mencicipi sedikit, kemudian menaruh sendoknya ke atas meja.

Kunyahan Oki tertahan saat melihat sendok bekas mengaduk kopi di atas meja. Sudah berulang kali ia katakan jika sendok bekas mengaduk kopi sebaiknya langsung ditaruh di tempat pencucian piring. Tapi Oka tidak pernah menggubris omongannya. Maksud Oki, ia lelah harus mengelap meja yang jadi lengket gara-gara terkena sendok kotor. Selain itu juga berpotensi mendatangkan semut. Terakhir kali ia mengingatkan, Oka malah menjawab, "ya biar kamu bersih-bersih meja makan. Lagian mau ada sendok kotor atau nggak, meja makan harus dilap tiap hari. Buk Rus yang ngelap tiap hari aja nggak ngeluh."

Oki sudah tidak ingin memancing keributan, jadi ia memilih menutup mulutnya sambil menahan dongkol. Diam-diam merasa lucu, karena pernyataan demikian ia dapatkan dari orang yang tidak pernah mau mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Jika memang mengelap meja makan semudah itu, mengapa Oka tidak mau melakukannya sendiri?

Oka membawa kopinya menuju ruang tamu. Meletakkannya di atas meja, kemudian kembali ke meja makan. Rumahnya memang tidak besar, tapi juga tidak terlalu kecil. Menurut Oka, cukup lega. Tipe 54, dua lantai dengan luas tanah 130 meter persegi. Saat membangun rumah, ia merenovasi sedikit denah dari developer. Dapur dan meja makan ia pindahkan ke lahan kosong di belakang, berdekatan dengan taman kecil yang berfungsi sebagai sirkulasi udara. Ia memang menginginkan area terbuka di dekat dapur, demi meminimalisir risiko yang diakibatkan oleh gas bocor dan memperlancar sirkulasi udara. Di lantai satu terdapat dua kamar, toilet, ruang tamu, karpet tempat Zayyan belajar dan bermain, meja makan, dan dapur.

TULANG RUSUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang