Bab 20

771 111 39
                                    

"Cewek!"

Suara Romeo muncul bertepatan dengan suara mobil yang berjalan menjauh. Terdengar suara pintu pagar dibuka. Oki sudah pulang.

"Assalamualaikuuuuum......"

Oka yang sedang duduk di sofa melirik Oki yang muncul dari balik pintu. Ia melihat wajah dengan senyuman yang terlihat begitu ringan.

"Mama pulaaaang! Zayyan liat Mama bawa apa..."

Tatapan Oka tertahan pada tas kresek yang dipamerkan Oki.

"Apa Ma?" Zayyan mendekat dengan tatapan antusias.

Oki duduk di ujung sofa dan meletakkan bungkusan yang ia bawa ke atas meja, sengaja membukanya di hadapan Oka. "Mama bawa pizza kesukaan Zayyan!"

"ASIIIIIIK! AKU SAYANG MAMA!" Zayyan mencium mesra sebelah pipi Oki.

"Makan di meja makan yuk!" Oki mengabaikan tatapan Oka dan membawa dua box pizza ke meja makan. Ia sengaja meninggalkan struk pembayaran dan kresek di atas meja.

Oka melirik ke arah struk yang tampak tertinggal di dalam kresek dan mendekatkan wajahnya demi mengecek total pembelian. Tiga ratus enam puluh empat sekian-sekian. Lirikannya kini tertuju pada Oki yang menikmati pizza berdua dengan Zayyan.

"Mama aku boleh tambah?"

"Habisin Sayang, ini memang buat kamu...."

Memangnya siapa yang mau minta? Seketika Oka merasa tersindir. Jawaban Oki seolah sedang membalas sikapnya. Semua itu terbaca jelas di matanya.

Biasanya Oki juga menawari makanan apa pun untuknya, tapi sekarang Oki sengaja mengabaikannya. Oka yakin penyebabnya karena ia memberi nafkah hanya dua ratus ribu untuk belanja satu minggu dan Oki menganggapnya tidak pantas ikut makan. Tapi sungguh tidak masalah, ia juga tidak begitu doyan pizza. Makanan yang satu itu ia nikmati jika ada, jika tidak ada ia juga tidak mencari. Lidahnya memang kurang menggemari makanan-makanan western yang menurutnya lebih mengandalkan saus dan keju.

Oka memutuskan tidak menonton drama buatan Oki. Ia bangkit dan menenteng asbak, kemudian memilih naik ke lantai dua. Seperti biasa, membuka jendela dan duduk merokok di atas lantai yang dingin.

Jadi kamu mau bales aku? Oka membuang asap rokoknya. Kamu mau nunjukin ke aku kalau uang dua ratus ribu-ku yang kemarin itu receh kan? Senyuman Oka tergelincir begitu saja.

Malah aku sebenernya nggak mau kasih kamu sepersen pun.

Oka mulai menimbang-nimbang. Haruskah ia melakukannya? Tapi jika ia tidak memberi uang, bagaimana Oki akan memasak? Sebenarnya ia bisa saja menyuruh Rusmini dan menambahi ongkos wanita itu.

Ah, keenakan dia jadi nggak ada alasan buat masak! Oka segera mengurungkan niatnya. Kalau dia mau beli buat Zayyan, terserah! Tapi masa Zayyan dikasih makanan junk food terus? Masa Zayyan dikasih makanan luar terus? Masak sendiri kan lebih sehat....

"Jangan sering beli di luar." Oka mengingat nasihat ibunya saat ia masih bujang. "Dihemat aja gajinya buat ditabung. Jangan kalap beli makanan luar terus. Selain boros, nggak sehat. Belum tentu higienis juga. Kita nggak tahu sudah berapa lama bahannya di kulkas, nggak tahu nyucinya bersih apa nggak, nggak tahu micinnya banyak apa nggak. Boleh sekali-kali beli, tapi jangan tiap hari. Mama kan tiap hari kan masak? Makan di rumah aja."

Saat masih bekerja, ia tidak suka membawa kotak bekal. Jadi, ibunya selalu membawakan bekal di dalam wadah styrofoam atau kertas nasi.

Derap suara langkah kaki membuat Oka melirik ke arah mulut tangga. Ia melihat Oki yang belum berganti pakaian.

TULANG RUSUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang