Bab 28

643 101 21
                                    

'Semalem suamiku minta lagi
Mainnya serampangan lagi
Tapi semalem aku udah bener-bener nggak tahan
Jadi aku bilang kalo aku nggak kuat
Aku bahkan bilang SORRY
Dia marah, keluar kamar banting pintu
Aku kejar dia
Sambil nangis aku kata-katain
Aku protes soal gaya mainnya
Aku protes soal nafkah yang dikurangi
PUAS BANGET
Tapi dia nggak bilang maaf
SUAMIKU NGGAK BILANG MAAF
Dia ngeloyor pergi
Saking keselnya aku duduk lemes
Aku cuma bisa nangis meratapi nasib
Kenapa  harus nikah sama dia?
Dia sampai kapan pun walau jelas salah,
Nggak akan mau minta maaf!
NGESELIN!
Eh ga lama dia datengin aku terus ngasihin kartu ATM-nya
Dia bilang buat belanja...
Terus dia naik ke lantai atas...'

AKU MASIH AJA JELEK DI MATA KAMU?

Teriakan protes itu hanya riuh di kepalanya. Sederet hujatan yang ditujukan kepadanya di kolom komentar membuat Oka memilih menutup jendela Instagram-nya.

Sudah dikasih kartu ATM, masih aja salah! Oka menyimpan gerutunya sendiri saat melanjutkan kegiatannya menata deretan buku dan alat tulis di balik etalase. Area kecil berisi ATK ini memang tidak banyak isinya. Hanya beberapa buku kotak, buku tulis, tempat pensil, pensil, bolpoin, tip-ex, spidol, penggaris dan penghapus. Alat tulis dasar yang sifatnya dibutuhkan cepat dan mendesak. Tapi setiap bulan, selalu ada saja yang terjual.

Itu maksud aku, kamu ambil aja uang di situ! Kamu ambil perlunya berapa! Tapi kamu malah.....

Oka tidak tahu lagi harus bagaimana. Memang benar, wanita menginginkan segalanya. Sikapnya tidak pernah cukup dan selalu saja terbaca kurang.

AKU SALAH? Oka masih tidak terima saat kesalahan itu hanya ditimpakan kepadanya. Setelah aku ngasih kartu ATM juga masih salah? Terus kamu apa?

Sungguh ia muak melihat curhatan Oki yang selalu menempatkan diri sebagai korban.

Apa kamu pernah bilang terima kasih sama semua yang aku lakuin? Kamu pernah nggak masak masakan favoritku lagi, cumi-cumi bumbu hitam? Kamu malah bikin roti ungu PIL kamu! Pernah nggak kamu semangatin aku? Yang ada kamu ngeluuuuuuh soal kerjaan kamu yang kata kamu berat itu. Iya kamu si paling kerja! Tapi aku nggak pernah nyuruh kamu kerja! Sikap kamu itu kayak kerjaan kamu tuh lebih segalanya!

Oka frustasi dan menyalakan rokok, mumpung sedang tidak ada pembeli. Ia tidak khawatir asap rokok mengendap di ruangannya karena selalu membiarkan pintu tokonya terbuka. Tidak ada AC di sini, sehingga jika udara terlalu gerah, ia hanya menyalakan kipas angin.

Iya aku cuma jaga toko. Aku bukan PIL kamu yang idaman itu! Kamu udah bosen sama aku! Nggak cinta sama aku! Kamu cuma mau uangku...

Ia tenggelam sesak sendirian. Kedua matanya menatap hampa isi etalase.

Sehari-hari, ia harus bertahan dengan rasa sepi seperti ini. Tidak ada teman bicara selain Darsono. Lalu saat di rumah, Oki selalu bicara tentang dirinya sendiri dan situasi kantor. Oki sudah tidak pernah menanyakan lagi bagaimana harinya.

Oka rasa memang tidak ada yang menarik dari kehidupan pria yang hanya tahu menjaga toko dan pulang ke rumah. Lagi pula, Oki juga sudah tidak pernah mau tahu urusan toko. Sekali ia bercerita, Oki akan mengguruinya. Oki akan mendikte apa yang seharusnya ia lakukan. Ia melihat Oki bukan sebagai sosok istri yang ia butuhkan, melainkan sosok istri yang bossy dan merasa paling pintar hanya karena di kantor menjabat sebagai pimpinan.

Apa Oki pernah bertanya, apakah sabun wajahnya masih ada? Tidak pernah.

Apa Oki pernah bertanya ia menggunakan parfum apa? Tidak pernah.

TULANG RUSUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang