Bab 14

794 127 32
                                    

Mau ngapain sama istri orang?

Seumur-umur, belum pernah ia merasa segila ini. Jatuh cinta dengan istri orang.

Musik berirama cepat masih menggema, menemaninya mengatur napas di atas lantai yang dingin. Baru saja selesai melakukan bicycle crunches, dua belas repetisi kali tiga. Kedua telapak tangan menahan tengkuk, lutut kanan dan kiri ditarik bergantian mendekati dada. Tinggal melakukan scissors, gerakan terakhir untuk melatih otot perutnya dengan menyilangkan kaki di atas lantai secara bergantian, tetapi betis tidak boleh menyentuh lantai.

Mau ngapain sama istri orang?

Pertanyaan yang masih bercokol di kepala itu kerap menggugat moralnya. Bisma sungguh tahu perasaannya keliru. Tidak pernah sekali pun ia berniat merealisasikannya. Namun ia hanya ingin memberi sedikit penghiburan ketika beberapa waktu lalu tanpa sengaja mendengar Oki yang sedang menyendiri di pantry berdebat di panggilan telepon. Ia tidak terlalu tahu apa yang sedang diperdebatkan, tapi ia masih mengingat ungkapan keberatan Oki yang diutarakan dengan tangis tertahan.

"Kamu selalu gitu! Jangan mancing emosiku Mas! Aku ini di kantor! Aku lagi meeting!"

Ia yang saat itu baru selesai dari toilet mau tak mau menahan langkah kaki. Ia melihat Oki berdiri memunggungi. Ia segera berlalu sambil menyimpulkan, mungkin saja Oki sedang ribut dengan suaminya. Lalu siang itu ia melihat Oki kembali ke ruang meeting dengan mata sembab.

Jadi beberapa hari setelahnya, ia membawakan Oki roti isian ubi. Bisma sendiri heran, kenapa ia tidak bisa menahan diri untuk cari perhatian?

Itu istri orang. Peringatan itu kembali timbul di kepalanya.

"Rumah Bu Oki di daerah Dau..." Ia masih mengingat penjelasan Sugeng, supir di kantor Oki. "Tiap hari saya antar jemput. Untung rumah saya di Batu, jadi searah. Mobil kantor saya titipkan di Cabang Batu. Pagi saya ambil terus saya jemput Bu Oki. Soalnya kalo bawa mobil sendiri, repot parkirnya."

Dari cerita Sugeng ia menyimpulkan, Oki sepertinya jarang diantar jemput suaminya. Entahlah, Bisma juga tidak begitu tahu bagaimana kehidupan rumah tangga Oki. Ia merasa kurang bijak jika menarik kesimpulan hanya sebatas informasi di permukaan. Apa pun alasannya, seharusnya ia tidak perlu menaruh peduli. Namun tetap saja, tidak mudah melupakan perasaan terlarang yang terlanjur bercokol di hatinya.

Apa karena aku jatuh cinta?

Bisma menyandarkan kepalanya pada lantai yang dingin sambil kembali mengatur napasnya. Kedua mata terpejam dan hari itu kembali datang. Hari ketika pertama kali ia melihat Oki di kantor. Di Bank EYZ banyak wanita cantik. Tapi hanya Oki yang saat itu membuat tatapannya tertahan. Rasanya belum pernah ia melihat yang semenawan Oki. Bisma ingat, saat itu ia baru mutasi di kantor yang sekarang.

"Itu siapa?" Ia reflek bertanya pada Mila, anak buahnya yang berdiri di samping.

"Yang mana Pak?"

"Yang.....rambut panjang itu..." Bisma menahan telunjuknya karena dua wanita yang sedang berbincang itu semuanya berambut panjang. "Yang kalem itu..."

"Oh yang rambut hitam?"

Ia mengangguk.

"Itu Mbak Oki, Kepala Cabang EYZ Galunggung...."

"Oh..." Tatapannya tenggelam takjub. Senyuman dewi, wajah mungil dengan mata bulat yang cantik. Terlihat imut sekaligus innocent.

"Udah punya suami Mas." Mila tersenyum seakan meledek reaksinya yang terkagum-kagum. "Anaknya satu."

Seketika senyuman malunya mengembang. Terselip sedikit kecewa. Sayang sekali.

Bisma memutuskan bangkit dari lantai granit yang dingin. Senyuman Oki sempat membayang sebelum ia menuju cermin tinggi untuk mengecek penampilannya. Sebelah tangan menyugar rambut yang berantakan. Bisma menatap wajah yang tampak lugu di cermin.

TULANG RUSUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang