Bab 16

847 108 42
                                    

Rasain!

Oka menyulut api dan menyalakan batang rokok selanjutnya.

"Lama-lama Pertalite ilang kayak Premium..." Agung, yang di garasi rumahnya terdapat Mobilio mulai mengangkat topik mengenai kebijakan baru membeli bahan bakar subsidi yang cukup penting bagi kelangsungan dompet mereka. "Dulu kan Premium juga gitu... diganti Pertalite, eh lama-lama ilang....."

"Buruan daftar makanya," sahut Nadhif, "aku udah daftar sih. Jauh-jauh hari..." Nadhif yang di garasi rumahnya terdapat Toyota Rush tersenyum kecil.

"Kemarin mau daftar, tapi plat-ku nggak ditemukan. Baru inget kalo habis ikut pemutihan..."

"Plat Mas Agung bakal ganti sih.... mungkin itu sebabnya nggak bisa didaftarin? Keburu tutup lho Mas, nanti gak bisa beli Pertalite..."

"Lah iya itu, aku disuruh balik ke Samsat akhir bulan! Hadeeeh...." Agung menyesap rokok dengan frustasi.

"Mas Oka udah daftar buat bensin subsidi?" Nadhif beralih kepadanya.

"Nggak, aku nggak pake Pertalite..."

"Wuisssssssh...." Nadhif dan Agung menatap kagum. "Pake Pertamax?"

Oka mengangguk dengan senyuman samar sebelum membuang asap rokoknya. "Kadang Shell. Beda tipis kok sama Pertamax. Enak ke mesin, tarikannya jadi lebih enteng."

"Wah... juragan emang beda ya...." Agung melirik Nadhif yang segera mengangguk.

"Aku sih eman-eman mesinnya. Dari awal beli, aku udah isi pake Pertamax atau Shell. Sepeda motorku juga aku isi Pertamax." Oka menjelaskan maksudnya. Ia sungguh tidak bermaksud gaya-gayaan melainkan memang membutuhkan kualitas bahan bakar yang bagus. Bahan bakar yang bagus dapat membantu menjaga mesin tetap bersih dan mengurangi risiko korosi. Sebaliknya kualitas bensin yang buruk, dapat memendekkan masa pakai oli mesin, menurunkan daya dan respon mesin, dan efisiensi bahan bakar itu sendiri. Oleh sebab itu, Oka lebih memilih bahan bakar yang bagus meski lebih mahal.

"Emang lebih bagus di mesin kendaraan sih..." Nadhif mengangguk setuju.

"Tapi nggak bagus buat dompetku," sahut Agung yang menimbulkan derai tawa mereka.

Oka menyahut ponsel di depan kakinya dan mengecek WhatsApp. Apa Oki mencarinya?

Tidak ada chat dari Oki, tetapi istrinya itu melakukan pembaharuan status. Tatapan Oka tertahan pada layar saat melihat roti isi ubi ungu di status Oki. Derai tawa Agung dan Nadhif, seolah menjelma menjadi tawa Oki.

Apa?

Oka benar-benar tidak percaya. Lihat siapa yang sengaja ia abaikan seharian dan malah flirting dengan pria lain?

Dasar genit!

Amarah memerangkap hatinya sehingga ia tidak peduli lagi ketika Agung dan Nadhif memanggil namanya.

"Mas Oka..."

"Sori aku balik duluan!" Oka segera menekan rokoknya ke dalam asbak seng dan beringsut menuruni gazebo. "Ada itu....." Ia sudah tidak sempat memikirkan alasan saat hatinya sedang terbakar. Dengan tergesa Oka mengantongi ponsel dan mengenakan sandalnya.

"Mas rokoknya ketinggalan...."

Suara Agung tertinggal di belakang punggungnya. Oka sudah tidak peduli.

Sial! Istri gatel! Kepalanya riuh oleh makian. Alih-alih merenungkan kesalahan, Oki malah menggunakan kesempatan ditinggal sendirian untuk tebar pesona dengan pria lain. Oka pikir sikapnya akan membuat Oki merana, ternyata ia salah.

Harusnya ia sadar bahwa semua ini memang bukan tentang dirinya lagi. Sekarang segala hal yang dilakukan Oki tentang pria idaman lain itu dan ia sungguh tidak bisa terima.

TULANG RUSUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang