BAB 3
BAGI Elina Anzars itu segalanya, cowok itu titik tumpunya dan jadi alasan Elina bisa betah tinggal di Jakarta. Jika tidak ada Anzars mungkin Elina akan tinggal di Bogor bersama papa. Elina akan menemani papa bekerja untuk membantu menopang keuangan mereka.
Pekerjaan papa hanya seorang supir angkot yang kadang ramai dan kadang sepi. Gaji papa tidak menentu tergantung banyaknya orang bertransportasi menggunakan mobil sederhana tanpa AC itu.
Elina kadang ngeluh tentang papa yang jarang mengunjunginya, tapi dibalik itu semua papa bekerja keras dan banting tulang untuk menafkainya di Jakarta. Papa berusaha mengeluarkan semua tenaganya untuk Elina dan demi sekolah Elina. Gadis itu seperti harta satu-satunya yang tak ternilai harganya. Elina lebih dari apapun.
Usia papa sudah 47 tahun badannya juga rentan sakit tapi papa selalu berkata dia baik-baik saja. Elina tahu beliau menyembunyikan itu semua dari Elina, papa takut membuat anaknya khawatir dan mengganggu sekolahnya. Maka oleh itu, papa harus pandai bersandiwari di depan Elina.
Dan yang terjadi pada Elina saat ini seperti melepas rindu, papa datang mengunjuginya. Mobil angkot berwarna hijau itu menandakan papa ada di dalam rumah sederhana itu. Ia langsung membuka sepatunya dan masuk ke dalam rumah.
Dari sudut mata menetes air mata kebahagiaan. Papa memandang Elina dengan ribuan kata rindu yang tergambar di wajahnya.
"PAPA!" ucap Elina haru langsung menghamburkan badannya untuk dipeluk papa.
Papa membalas pelukan Elina, diusapnya rambut Elina dengan lembut. Wajah lelahnya berganti wajah bahagia. Melihat Elina bebannya seakan hilang.
"Kangen, El." Ujar papa mengurai pelukan.
"Kangen papa juga."
Papa menghapus air mata Elina yang turun, diapitnya hidung mancung Elina dengan jari jempol dan telunjuknya. Papa menatap wajah Elina dengan gemas. Anak gadisnya tumbuh besar dan mirip mendiang istrinya.
"Cengeng." Ucap papa tersenyum.
Elina cemburut tapi nampak lucu di depan papa.
"Biarin sama papa sendiri kok." Ucap Elina manja.
Papa menelusuri keadaan rumah yang hampir 1 bulan ia tinggalkan, posisi semua barang masih sama tidak berpindah. Di dinding rumah ada foto papa, Elona dan Alm. Mama yang digantung terpampang, ada juga jam dinding yang habis baterai dan sertifkat-sertifikat penghargaan Elina.
Elina juga merawat rumah dengan baik dan bersih tanpa ada abu yang menempel diperabotan.
"Kamu sudah makan?" tanya papa.
Elina menggeleng. "Belum pa,"
"Yuk, makan papa beli nasi campur tadi dari warung depan."
"Serius pa?" ucap Elina dengan mata berbinar.
"Iya, sekalian juga papa singgah di toko kue beliin kamu donat coklat."
Elina melompat-lompat heboh.
"donatnya mana pa?" tagih Elina semakin senang.
"Di kulkas tapi makan dulu baru makan donat!"
"Siap Bosku!" ujar Elina memberi pose hormat.
Mereka langsung menuju dapur, Elina melihat dua bungkus nasi terletak di atas meja. Kedua nasi itu dibuka dan diberi pada papa satu bungkus. Elina melahap makanannya dengan khidmat. Baginya, nasi campur ini rasanya biasa saja tapi bersama papa rasa nasi campur ini menjadi spesial. Elina dan papa menikmati makanan dengan keadaan hening sampai ludes.
Selang 10 menit setelah makan Elina langsung menuju kulkas mengambil 1 box donat cokelat, dibawanya donat itu ke teras rumah. Papa sedang membaca koran bekas, Elina meletakkan donat di depan papa.
Elina mencomotnya satu dan mulai menyicipi. Rasanya manis.
Papa juga mencomot. "El." Panggil papa.
Elina menoleh ke arah papa. " Ya, pa."
Papa membuang nafasnya kasar. "Uang kamu masih sisa?"
"masih pa."
"Papa belum ada uang buat nambahin uang El jangan boros-boros, ya, El." Ucap papa dengan rasa bersalah.
Elina mengangguk samar. "Iya, pa." Ucapnya. "Pasti lagi sepi ya pa?"
"Iya."
Elina menatap papanya sedih. "Kapan papa balik ke Bogor."
Papa memejamkan mata menikmati angin sepoi menerpa wajahnya. "Besok."
"El masih kangen." Ucap Elina murung.
"Maafin papa belum ada waktu buat El."
"El sayang papa."
"too."
Elina menikmati malam indah bersama papa, semua rasa sedihnya hilang karena ada papa menemani. Ia akan menghabiskan waktunya bersama papa sebelum beliau kembali ke tempat kerjanya. Papa obat dari segala obat dalam hidup Elina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anzars
Teen Fictionperayaan sweet seventeen Elina seharusnya momen yang sangat membahagiakan namun semua itu sirna ketika Anzars menyudahi hubungan mereka yang terjalin selama 3 tahun. Anzars berharap berakhirnya hubungan mereka membuat Elina membenci dan menjauhinya...