BAB 2

19 13 0
                                    

BAB 2

"WAJAH lo lemes amat perasaan." Seru Luna. "Masih pagi padahal. Matahari saja lebih cerah dari lo."

"Betul banget, lo sakit?" ucap Safira sambil meletakkan telapak tangannya di kening Elina. "Nggak deman, kok."

Elina menggeleng. "Gua gak sakit." Jawabnya singkat. Yang sakit hatinya bukan fisiknya.

Luna dan safira saling pandang lebih baik langsung percaya saja.

"El, tugas MM lo sudah belum?" tanya Safira sambil mengeluarkan buku kotak---khusus catatan matematika dari dalam tasnya.

Elina mengangguk singkat. "Sudah."

"Sini dong mau gua contek." Luna nyengir kuda.

"Ihk, gua juga belum bagiin sama gua juga." Teriak Safira langsung heboh mengeluarkan perabotan belajarnya dari dalam tas.

Elina berdecak sinis pada kedua sahabatnya itu. Ia menggeser buku tulis matematikanya. "Mangkanya kalau ada tugas ngerjainnya di rumah jangan main tiktok saja taunya!"

"El, matematika itu nyusahin buat pusing mending main tiktok sekalian ngibur diri sendiri."

"Kita itu harus ngutamain kebahagian daripada kesengsaraan."

Sahut Safira dan Luna bergantian tidak terima dengan ucapan Elina. Ya, walaupun mereka sering joget-joget nggak jelas di depan ponsel mereka berdua, mereka punya tujuan khusus, siapa tahu bisa jadi selebgram terkenal di Indonesia, kan?.

"Aelah, penonton 20 orang belagu lo berdua!" ucap Elina sinis.

"Dari 20 bentar lagi naik ribuan, ratus ribuan sampai jutaan. Lo jangan ngeledek ya!" angan Safira sangat tinggi. Jadi, jangan sampai geol-geolan pantatnya itu rugi begitu saja. Hanya butuh kesabaran dan konsisten saja supaya vidio mereka booming di jagat raya.

Kan, kalau mereka sudah terkenal bisa dapat endorse.

"Daripada lo follow akun Vilmei sama Willie Salim harap-harap dapat give away. Mending kita lah, usaha sendiri." Ujar Luna nyelengkit.

Elina meringis malu, tidak salah berharap kan tiba-tiba dapat uang dari kedua akun itu. Atau nggak mendapat iphone walau hanya modal mengikuti akun instagram, tiktok kemudian subscribe You Tube mereka. Ya, walaupun Elina mengikuti itu semua, tetap saja dia tak pernah terpilih.

Padahal nge-like postingan mereka berpotensi mengurangi kuota internetnya. Dasar tak menghargai.

"Sudah gua unfol kali dari dulu-dulu." Kata Elina tidak terima.

"Iyain deh biar puas."

Kini kedua cewek itu sibuk menyalin catatan Elina, kadang mereka menggerutu membaca tulis tangan Elina yang sukar untuk dibaca. Maka dengan berat hati Elina akan mendiktenya langsung.

Tepat mereka siap menyalin tugas, Bu Rani masuk kedalam kelas sambil membawa penggaris kayu andalannya. Tubuh berbadan gempal itu duduk di kursinya, menatap seluruh isi kelas.

"Tugasnya kumpul ke meja ibu dan yang tidak mengerjakan tugas maju kedepan!" titahnya.

Elina mengambungkan buku mereka bertiga dan maju kedepan siap mengumpulkan tugasnya, lain lagi dengan kumpulan Reano yang maju kedepan tapi berdiri di depan papan tulis, yang artinya mereka tidak mengerjakan tugas.

Elina menggelengkan kepalanya prihatin, Reano selalu mencari gara-gara pada Bu Rani dengan notabenenya salah satu guru tergalak dan terkiler di SMA Garda.

"LAGI-LAGI KAMU REANO!" murka Bu Rani dan selanjutnya ceramahan dan pukulan di betis menghiasi 12 IPA 5 pada gerombolan Reano. Kadang-kadang suaruh aneh keluar dari mulut mereka ketika Bu Rani sengaja mencubit puting mereka bergantian.

AnzarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang