BAB 18
MEMANDANG jauh Elina dari jauh mungkin akan menjadi kengiatan untuk hari-hari berikutnya. Mungkin yang Anzars lakukan sekarang sedikit karma yang ia dapat. Tapi inikan kemauannya. Melihat Elina bahagia, tertawa sekaligus tersenyum—masalahnya kenapa harus Bima. Anzars ataupun orang lain akan mengakui Bima cowok baik-baik, tapi di dalam diri Bima, Anzars sangat tahu cowok itu tidak lebih cowok bermata keranjang. Cowok yang sering gonta-ganti perempuan untuk memuaskan nafsunya.
"Mereka makin dekat. Gua takut Elina akan kecewa kedua kalinya." Anzars menghela mengaduk-aduk jus buah naga tidak selera.
"Inikan yang lo mau? Terus lo mau apa lagi?" ucap Virgo menaik-turunkan alisnya.
"Bima..." Anzars menatap Virgo. "Dia bukan cowok baik."
Celvin mengangguk mengiyakan. "Betul, tapi bukan seharusnya lo ngasih tau ini sama El. Setidaknya El jaga jarak dari dia."
"Gua takut dia kecewa."
"Lebih takut kecewa sekarang atau nanti pas Elina memang sudah menaruh hati pada ketos itu?"
Anzars memejamkan mata memikirkan ucapan Celvin yang ada benarnya. "Kalau El gak percaya?"
"Lo buat dia percaya." ucap Riko dingin.
"El gak bakal percaya lagi sama gua. Gua sudah sering nyakitin dia. Kepercayaan dia sama gua sudah habis."
"Jangan takut mencoba." Ujar Riko. "Mereka dekat bukan berarti mereka dekat seperti yang lo lihat."
"Gua yakin El masih sayang sama lo Zars. Mungkin dia hanya bosan lihat tingkah lo yang terus gonta-ganti." ujar Virgo.
"Jangan nyerah Zars, perjuangin mantan sampai balikan." Ujar Celvin sambil nyengir.
Anzars menyimpan semua ucapan-ucapan mereka di dalam lubuk hatinya. Tapi untuk balikan Anzars tidak ingin sampai hal tersebut terjadi. Yang Anzars ingin Elina menemukan pengantinya yang betul-betul tulus padanya. Bukan menjadi penghalang untuk Elina bahagia.
***
Biasanya Riko tidak terlalu kepo dengan urusan orang lain. Tapi fakta yang satu ini memancing kemarahannya. Ia menonjok dinding tepat disamping wajah Anzars. Riko menarik kerah Anzars—menatap cowok itu dengan kepulan amarah yang meledak-ledak.
"Lo nyembunyiin ini semua dari kita. Mau lo apa Anzars?"
Anzars yang tidak tahu apa-apa menepis tangan Riko. Ia menatap Riko dengan sorot aneh.
"Nyembunyiin apa?"
"Jangan sok plos Zars. Dokter Rey bokap gua! Gila lo nyembunyiin ini semua."
"Kalimat terpanjang." ucap Anzars berusaha bergurau.
"Jangan bercanda Zars. Gua kecewa sama diri gua sendiri. Gua gak tahu apa-apa tentang teman gua—tentang lo."
Anzars bersandar di dinding, kedua mata Riko memancarkan kekecawaan. "Gua gak mau repotin kalian."
"Repot?" Riko terkekeh sinis. "Lo yang kayak gini buat repot Zars!"
"Tolong, jangan kasih tahu ini sama siapa-siapa termasuk Elina. Rahasiakan ini dari siapapun"
riko menatap dingin. "Jadi ini alasan lo mutusin Elina. Bukan karena bosan tapi gara-gara penyakit ini?"
anzars mengangguk mengiyakan. "Lo tahu itu. Gua sayang banget sama dia. Gua lakuin ini demi dia."
"Tapi lo buat dia bingung Zars."
"Gua selalu bertekat jauhin dia, berusaha gak tahu apa-apa tentang dia. Tapi gua gak bisa, dia terlanjur bertahta di hati gua." Anzars mengingit bibirnya. "tapi gua yakin pada akhirnya yang gua beri sama dia hanya kesakitan. Gua cepat atau lambat akan mati."
Riko memeluk Anzars. "Lo gak akan mati."
***
Elina mencari lowongan kerja. Keuangannya lebih parah, tagihan listrik menumpuk, uang sekolah 2 bulan menunggak, beras habis belum lagi kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Anzars yang kebetulan berpapasan di jalan memberhentikan motornya. Ia menepi lantas turun menemui Elina. Ia menepuk bahu cewek itu.
"Lo ngapain panas-panas begini berkeliaran di jalan? Kenapa lo belum ganti baju." tanya Anzars beruntun pasalnya pakaian sekolah masih melekat di badan cewek itu.
"Aku maksudnya gua gak apa-apa. Lo sendiri dari mana?"
Anzars termenung mendengar bibir Elina yang berubah. Tidak ada lagi sebutan aku-kamu, mereka disahkan menjadi orang asing setelah ini.
"Dari cafe. Gua lihat kinerja staf disana."
Diusianya yang masih muda Anzars telah diwariskan satu kafe yang terkenal dikalangan anak muda. Ia yang mengatur kafe tersebut sekaligus pemilik kafe. Anzars palingan sesekali ke lokasi untuk ngecek dan kemungkinan hari ini ada rasa baru Anzars turut dipanggil untuk mencoba. Anzars setuju-setuju saja, rasanya tidak terlalu buruk dan menetapkan rasa itu di menu.
"Cafe lo ada lowongan kerja gak, Zars?"
"Lo cari pekerjaan?"
Elina mengangguk. "Iya. Gua butuh uang banget."
Sepengetahuan Anzars staf pekerja di Cafenya sudah full, tapi ia tidak sampai hati menolak permintaan Elina. "Ada, sih, cuman jadi pelayan. Lo gak apa jadi pelayan?"
"nggak papa apapun gua mau Zars."
"nanti gua konfir. Sekarang habis ini lo mau kemana?'
"Pulang kayaknya."
"Bareng siapa?"
"sendiri."
"bareng gua saja sini. Gua anter, gratis kok."
"nggak ngerepotin lo? Kan kita sudah mantan."
"Mantan bukan berarti musuhan. Sekarang kita teman." Anzars tersenyum. "Ayok."
Elina menipiskan bibirnya kita teman berputar bak kaset rusak di kepalanya. Lalu Elina naik dan duduk di jok belakang. Sinar matahari menusuk kepalanya sampai ke ujung-ujung hatinya sekalian. Udara kotor berbaur menemani perjalanan Elina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anzars
Teen Fictionperayaan sweet seventeen Elina seharusnya momen yang sangat membahagiakan namun semua itu sirna ketika Anzars menyudahi hubungan mereka yang terjalin selama 3 tahun. Anzars berharap berakhirnya hubungan mereka membuat Elina membenci dan menjauhinya...