BAB 17

3 3 0
                                    

BAB 17

MEMPERHATIKAN motor Bima menjauh dari lokasi, Anzars memutarkan balikkan mobil ke rumah Elina. Memarkirkan ketempatnya tadi, ia mencabut kunci dan memasuki kembali pekarangan rumah Elina.

Diketuknya pintu beberapa kali hingga menampakkan wajah Elina yang terkejut. Anzars tersenyum kaku dan langsung masuk ke dalam. Elina mengekor dari belakang.

"Bukannya aku udah suruh pulang?" Hardik Elina dengan wajah masam.

"Ngusir El, bukan nyuruh." Ucap Anzars lalu duduk bersila di tikar.

"Sama aja!" Ujar Elina kesal. "Ngapain duduk, siapa yang nyuruh?"

"Gak boleh lagi duduk di sini?"

"Nggak boleh. Udah malem, kamu pulang gih,"

"Ngusir, nih, ceritanya?" Tanya Anzars. "Sama Bima aja adem-adem, sama gua kayak gak terima banget."

Selagi Anzars duduk tenang Elina membereskan kulit kacang yang berserakan di atas tikar. Dikumpulkan di satu piring yang nanti akan dibuang ke tempat sampah.

"Kalo merasa diusir nggak papa, tapi ini udah jam 10 malem gak baik ada kamu disini. Nanti yang ketinganya setan lagi." Kata Elina mengulang ucapan Anzars tadi ketika Bima ada bersamanya.

"Gitu banget ngusirnya." Anzars berdiri dari duduknya.

"Bukan ngusir Zars!"

"Iya bukan ngusir." Anzars tersenyum. "Tadi gua beliin donat. Donat cokelat paling mahal daripada yang dibeliin Bima. Lo pasti suka!" Ucap Anzars sangat yakin.

Elina mengangguk. "Suka banget sama donatnya. Tadi sempat nyicip setengah. Rasa donatnya mewah." Kata Elina. Rasa donat tadi masih tersisa di mulutnya, sekedar mengingat rasanya sangat berbeda dengan pemberian Bima. Donat dari Anzars lebih wah dibanding donat dari Bima. Walau Elina tahu perbedaan harga jelas lebih mahalan punya Anzars.

"Lain kali jangan beli donat lagi buat aku."

"Lo gak suka gua beliin donat lagi?" Anzars berubah sedih. "Gara-gara ada Bima, ya, El."

Elina membulatkan kedua bola matanya. "Bukan gara-gara Bima," elak Elina.

"Lo nggak suka lagi sama gua?"

Elina diam.

"Lo diem berarti memang nggak suka lagi kan?" Anzars tersenyum getir. Ia merasa tertohok dengan perasaannya sendiri.

"Aku masih suka sama kamu jangan mikir aneh-aneh." Elina mengigit bibir bawahnya—khawatir. "Aku nggak larang kamu beli donat lagi, cuman donat yang kamu beliin kemahalan."

"Itu murah El. Kalau sama lo nggak ada yang mahal sama gua. Apapun yang lo minta bisa gua wujudkan."

"Apapun?" Tanya Elina.

Anzars mengangguk. "Iya apapun!" Ucapnya sangat yakin.

Elina meraih jemari Anzars menggenggamnya erat. Ditatapnya mata Anzars seperti dihipnotis cowok itu terperangkap dikedua mata teduh itu. Banyak kerinduan di dalam kedua bola kecil itu.

"Sebenarnya kita ini apa?" Tanya Elina lirih. "Kamu selalu berubah. Kamu kadang cuek kadang hangat. Kamu kadang dekat dan kadang langsung menghindar."

Anzars diam meresapi semua unek-unek Elina.

"Kamu minta putus karena bosan tapi kamu selalu deket-deket sama aku. Aku yakin kamu nggak bosan sama aku. Tapi apa Zars? Apa yang nggak aku tau dari kamu?" Ujar Elina parau.

"Lo tau semua tentang gua El." Balas Anzars. Ia melihat kedua pelupuk mata itu mulai digenangi air. "Gua lebih nyaman kita yang kayak gini."

"Nyaman seperti apa? Nyaman yang mampu buat aku melambung dan kamu jatuhkan begitu aja?"

"Bukan, El," jawab Anzars sambil menggeleng kecil.

"Lalu apa? Kamu tau aku masih berusaha suka sama kamu. Aku nggak mau berpaling dari kamu." Elina tiba-tiba mengingat Bima yang selalu ada buatnya. Cowok yang menghibur ketika ia merindukan Anzars. Dan Elina sama seperti perempuan lain. Dia kalah dari rasa sukanya buat Anzars. Setitik lokasi di hatinya udah ada nama Bima. Meski setitik Elina juga takut. Takut jika lama-kelamaan rasa untuk Anzars tergeser digantikan Bima.

"Jangan El."

"Kamu egois Zars!"

"Maaf." Anzars membuang nafasnya.

"Kamu tau kan aku belum ngiiyain kita putus?"

Anzars meremas tangan Elina yang digenggamnya. Anzars menahan tangan itu untuk tidak lepas. Ia tidak ingin melepaskannya sekaligus ingin menutup telinganya rapat-rapat.

"Sekarang Zars sekarang. Malam ini aku ikutin keputusan kamu. Aku selesai Zars. Aku nggak sanggup lagi."

Anzars melepas genggaman Elina, ia menghapus aliran air di pipi cewek itu. Tatapan melembut yang menyembunyikan semuanya.

"Lo menyerah?" Mata Anzars terpejam. Usaha Elina mempertahankan perasaannya sudah selesai itu artinya Ia bukan apa-apa lagi buat Elina.

Bibir Elina bergetar. Ia tidak sanggup memandang Anzars. "Kamu yang buat Zars."

"Nggak papa El. Lo berhak." Ia meraup wajah Elina. "Gua boleh minta sesuatu?"

Elina mengangguk. "Apa?"

"Jangan Bima El. Jangan dia!"

"Kenapa?"

"Gua gak tau tapi jangan sama dia. Dia sama seperti gua— " jeda. "— sama-sama orang yang akan menyakiti lo, El."






VOTE!VOTE!VOTE. JANGAN PELIT-PELIT. ORANG PELIT MASUK NERAKA.

AnzarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang