BAB 13

8 4 0
                                    

BAB 13

NASI goreng buatan Elina berakhir di tangan Celvin. Nasi goreng untuk Anzars berakhir di tangan cowok itu sebab Anzars tidak masuk sekolah kata Celvin. Elina juga tidak tahu alasan Anzars tidak masuk sekolah karena cowok yang tengah menyantap nasi goreng itu juga tidak tahu alasannya.

Elina menunggu nasi goreng itu habis di kelas 12 IPA 7. Ia menunggu tempat bekalnya kembali ke tangannya.

Celvin bersendawa dan mengusap perutnya yang berisi.

"Thanks. Rasanya muantap!" Celvin mengacungkan jari jempolnya.

"Sama-sama." Elina mencebik kesal. Nasi goreng ucapan terimakasihnya karena Anzars menolongnya kemaren berakhir memanjakan perut Celvin.

"Hm..." Celvin bergumam. "Lain kali buat nasi goreng porsinya digedein. Berbagi sedekah memanjangkan umur."

"OGAH!" tolak Elina mentah-mentah. "Siniin bekal gua, males lama-lama deket sama elo!"

Celvin menyerahkan bekal yang kosong. "Nih!"

Elina menerima dan langsung dari kelas itu menuju kelasnya dengan langkah lunglai.

***

Seminggu Anzars tidak masuk sekolah nyawa Elina di sekolah juga tidak ada.

Ia sudah berusaha menanyakan kabar Anzars pada teman-temannya tapi yang didapat mereka sama saja dengannya. Mereka sama-sama tidak tahu. Elina melempar tasnya sembarang ke kursi. Dia baru saja dari kelas Anzars tanpa kehadiran cowok itu.

Elina menenggelamkan wajah di meja.

"Mau sampai kapan lo mikiran dia terus?" Luna meletakkan tasnya disamping kursi Elina secara sarkas.

Cewek yang diajak bicara hanya diam.

"Nggak capek?" Luna berdecih kesal. "Gua tahu lo denger, buat apa lo khawatir sama orang yang belum tentu khawatir sama lo. Mungkin saja sekarang dia sudah ada yang baru. Kasihan banget ya lo. Tahu kok lo cinta sama dia setidaknya lo juga perlu mencintai diri lo sendiri!"

Safira menatap punggung Elina dari belakang. Ia sangat setuju dengan Luna. Elina terlalu sayang sampai ia melupakan dirinya sendiri. Seminggu ini Elina hanya jiwa yang kosong tanpa rohnya. Dia memang duduk disini tapi pikirannya melayang ntah dimana.

"Jangan bodoh kayak gini El." Ucap Safira.

Mati-matian Elina mengigit bibirnya, semua omongan dari kedua sahabatnya memutar di kepalanya. Dia tidak perduli jika Anzars tidak mengkhawatirkannya setidaknya Anzars menunjukkan batang hidungnya dan Dia tidak peduli jika ia dianggap bodoh karena masih memikirkan Anzars. Apa Elina salah merindukan Anzars? Sama sekali tidak salah!

Besoknya...

"Anzars sekolah!" suara Luna mengintrupsi kengiatan Elina yang mencoret asal bukunya.

"Beneran?"

Luna mengangguk malas. Ia tanpa sengaja berpapasan dengan Anzars di toilet. Melihat Anzars membuat moodnya hancur, gara-gara cowok tanpa hati itu Elina jarang tersenyum. Gara-gara dia Elina kehilangan senyumnya. Walaupun malas Luna juga masih punya hati untuk memberitahukan ini pada Elina, setidaknya dengan ini Elina kembali memunculkan senyumnya.

"Lo berharap gua boongin?"

"Nggak,"

"Yaudah."

"Anzars dimana?"

"Toilet."

Elina langsung berlari menuju toilet menghiraukan tatapan orang-orang yang menatapnya aneh. Ia menunggu di depan toilet cowok mengabaikan tanggapan cewek-cewek yang tegah mencibirnya.

Suara pintu terbuka berdecit orang yang ditunggunya akhirnya memunculkan wujudnya. Elina langsung memeluk cowok itu erat enggan untuk melepaskannya.Ia tersenyum lebar.

"Kamu darimana? Aku kangen."

Elina merasakan tubuh yang dipeluknya mengurus beda dengan terakhir kali ia memeluk Anzars sehari sebelum mereka putus.

"Lepas El." Ucap Anzars lemah. Ia malas berdebat.

"Masih kangen."

"El lepas malu ditengokin orang."

Elina akhirnya melepaskan pelukannya. Wajah cowok yang menghilang satu minggu ini menirus, bibirnya yang merah terlihat memucat.

"Kamu sakit? Kamu kurusan."

"Minggir gua mau lewat." Anzars menyingkirkan badan Elina yang menghalangi jalannya. Cewek itu langsung merentangkan tangannya menutup akses jalan Anzars.

"Kamu jawab dulu, kamu sakit makanya nggak masuk satu minggu? Kamu sakit apa, kenapa kamu gak ngabarin aku?" tanya Elina berbondong-bondong.

"Minggir El!" sentak Anzars menatap Elina semakin tajam.

"JAWAB DULU BARU KAMU BISA LEWAT!"

"Jawab apa?"

Elina mengacungkan jari telunjuk. "Kamu sakit?"

Cowok itu membuang napasnya. Terlalu malas menjawab pertanyaan tak bermanfaat dari Elina.

"Nggak,"

Elina melanjut mengacungkan jari tengah. "Kamu kenapa kurusan?"

"Diet."

Elina membentuk bibirnya bulat dan kembali melanjut mengacungkan jari manis. "Kamu dimana satu minggu nggak kelihatan?"

"Kepo banget lo sama urusan gua. Mingir." Anzars kembali menyingkirkan tubuh Elina. "Sekali lagi lo halangin jalan gua jangan harap lo bisa nengok gua lagi!" ancam Anzars.

Elina mengigit bibirnya gemas dengan tingkah Anzars. "Ancam aja terus."

"Terserah gua!"

Anzars langsung melanjutkan langkahnya ketika elina membuka kembali akses jalannya.

"Mau kemana Zars?" tanya Elina yang mengekori Anzars di belakang. Maklum, langkah kaki Anzars sangat panjang. Satu langkah kaki Anzars sama dengan dua langkah kaki Elina. Kalau diingat dulu langkah kaki mereka selalu sama berjalan beriring dengan Anzars yang mengalah. Kalau dibandingkan yang dulu dengan yang sekarang jelas sangat beda jauh.

"Kantin." Balas Anzars cuek.

"ikut dong!!!"

"Hm."

"Yes, makan bareng mantan." Pekik Elina girang.

_

_

_

AnzarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang