BAB 21

4 2 0
                                    

BAB 21

JAM 10 malam tepat Anzars menggeliat dalam tidurnya. Kedua matanya mengedip-ngedip menyesuaikan cahaya temaram lampu masuk ke dalam retina. Ia baru sadar dia lagi tidak di kamarnya melainkan diruangan khususnya di kafe. Anzars juga baru sadar seberapa lama ia menahan Elina yang kini tertidur duduk di atas sofa dengan juntaian rambut menutupi wajahnya.

Anzars mengucek kedua mata dan beralih menatap jam tangan yang menunjukkan waktu semakin melarut. Ia menyisihkan rambut-rambut itu serta seutas kurva melengkung ke atas terbit di bibirnya.

Cantik, tenang, dan damai begitulah gambaran Elina kali ini. Anzars menepuk pelan pipi Elina.

"Bangun,"

Elina menggeliat dan terganggu dengan suara itu. Perlahan indra penglihatannya terbuka dan begitu terkejut saat wajah Anzars sangat dengan wajahnya. Napas hangat cowok itu juga terasa menerpa kulitnya. Elina melebarkan mata―terbuka sempurna.

"Lo udah lama bangun?"

"Barusan,"

"Oh," Elina membentuk bibirnya huruf 'o'. "Jam berapa?"

"10," balas Anzars pendek.

"10?" teriak Elina terkejut. Ia baru sadar selama itu ia bersama Anzars diruangan yang terbilang sepi. Segera ia menyilangkan tangan di dada takut jika Anzars meraba-raba ketika ia tidur dalam simulasi mati yang tidak merasakan apa-apa.

Anzars menyentil pelipis cewek itu. "Jangan kotor, lagian badan lo tepos gak nafsu sama sekali,"

Elina menurunkan matanya pada dada yang pada dasarnya menonjol sedikit. Memang tepos tapi masih lumayan untuk seusianya.

"Kan gak tau!"

"Cepet beres-beres kita pulang," Anzars mulai merapikan barang-barangnya begitu juga Elina menukar bajunya dengan pakaian yang sebelumnya ia pakai dari rumah.

Anzars mematikan lampu ruangan dan mengunci pintu. Ia menunggu Elina di depan pintu ruang ganti. Tidak lama Elina keluar dengan mengenakan kaos warna pink dengan celana legging.

Tanpa sadar Anzars mengenggam jemari Elina dan membawa cewek itu keluar dari dalam kafe. Elina melongo dengan sikap Anzars. Ia senang tapi tidak senyaman dulu lagi mengingat mereka tidak memiliki hubungan khusus lagi.

"Zars," panggil Elina sambil mengenakan helm yang dipakai Ririn tadi.

Cowok itu berdehem.

"Ririn," ucap Elina tanpa tujuan.

Anzars membulatkan mata, sungguh ia tidak ingat pada cewek itu. Apa sudah pulang atau bangaimana. Ia langsung merogoh ponsel dari dalam saku celana dan begitu terkejutnya panggilan tak terjawab dan spam chat dari nomor Ririn begitu banyak. Dan chat paling terakhir hanya menyebut diri Anzars dengan 'bangsat'.

Ia merasa bersalah dengan keteledorannya seperti ini. Apa Ririn marah? Sial ia masih bertanya seperti ini? Jelas pasti cewek itu marah padanya.

"Lo lupain dia karna gua..." Elina merasa bersalah.

"Bukan salah lo, gua aja yang lupa," ucap Anzars tidak ingin Elina merasa bersalah dengan perlakuannya.

"Dia marah,"

Pasti, tapi bukan berarti Elina salah.

"Harusnya gua gak tidur,"

Anzars menggeleng. "Bukan salah lo! Ini salah gua ngajak lo!"

"Intinya―"

"Stop El! Lo gak salah sama sekali. Paham?"

Elina mengangguk lantas menaiki motor ketika Anzars menyalakan motor.

Anzars mengantar Elina ke rumah dan cowok itu melanjutkan motornya menuju rumahnya. Ia memasukkan motor ke dalam garasi dan berlanjut masuk kedalam rumah yang disuguhi Ririn duduk bersama Mira. Anzars sangat jelas melihat Ririn habis menangis.

Bibirnya meringis dengan tatapan tajam Mira yang seakan membunuhnya hidup-hidup.

"Anzars tadi ketiduran ma," ucap Anzars sebelum ditanyakan.

"Ketiduran? Bodoh kamu biaran Ririn pulang sendirian. Mama kan sudah bilang jangan buat Ririn marah tapi malah kamu buat nangis!" marah Mira menatap anak semata wayangnya.

"Maaf ma, Anzars gak sengaja ketiduran,"

"Sudah mama nggak mau tau! Mulai besok kamu pulang pergi bareng Ririn,"

"Nggak bisa begitu dong ma!" jengkel Anzars.

"Kamu sudah salah gak mau bertanggung jawab lagi, mau jadi apa kamu nanti!"

Anzars berdecak. "Terserah mama. Aku gak mau ojek sama dia!"

Anzars langsung mengabaikan kedua perempuan itu. Ia merebahkan badan di kasur empuk. Menutup mata sejenak dan kembali terbuka ketika Mira menjewer kupingnya.

"Mama gak mau tahu kamu ikutin ucapan mama tadi. Lalu kamu anter Ririn sekarang!"

Anzars meremas-remas rambutnya kesal. Baru saja ia merasakan sensasi empuk dan kini harus terpaksa mengantar Ririn pulang. Lagian cewek itu aneh, kalau pulang, pulang saja. Buat apa pakai acara singgah segala ke sini.

"Okema! Oke!" putus Anzars. "Puas?"

Mira tersenyum lega. "Puas. Jangan sampai lecet mantu mama,"

***

Jarak rumah Ririn tidak jauh dari rumahnya hanya memakan waktu 10 menit. Selepas mengantar ririn tadi ia tidak berniat pulang melainkan pergi ke club sekedar bersenang-senang. Tidak ada Riko, Virgo, maupun Celvin, hanya dirinya sendiri untuk membahagiakan dirinya bersama alkohol-alkohol yang sangat menggoda.

Suara dentuman dj menjadi pelengkapnya di malam itu. Rasa panas yang mampu menghilangkan semua keresahannya. Biarkan ia melupakan semuanya malam ini, biarkan ia merasakan ketenangan bersama surga duniawi ini.

AnzarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang