TP - 18

2.3K 409 20
                                    


Lisa pov.

Ceklek

Brak

Aku di hadiahi lemparan jam weker saat memasuki kamar.

Aku menatap Jennie, dia menatapku dengan sangat tajam.

Lili masih terbangun, kemudian dia memilih memunggungi ku dan membungkus tubuhnya dengan selimut.

Ada apa ini?

"Kenapa sayang?" Aku menatap Jennie, dia bangkit lalu menampar pipiku.

Plak

"Kamu bermain gila di belakang ku hah! Beraninya kamu brengsek!"

Bugh

Jennie melayangkan pukulan di perutku.

"Aah apa yang kamu katakan" aku sedikit meringis.

"Jangan mengelak lagi sialan, aku melihat mu di toserba bersama seorang gadis. Dia mencium mu, dan mungkin saja tadi kalian berdua habis melakukan sex kan!" Tuduh Jennie kemudian mencekik leherku.

"Gghh lepas, kamu salah paham sayang" aku melepaskan cengkeramannya.

"Tidak usah mencari alasan aku bilang!"

Bugh

Bugh

Bugh

Jennie memukul-mukul dadaku.

"Dengarkan penjelasan ku dulu" aku memegang kedua tangannya.

Plak

Lagi-lagi Jennie menamparku.

Aku memejamkan mata mencoba mengontrol emosi, ada tiga orang yang tidak boleh aku sakiti, Jennie Lili dan ibu mertuaku.

"Pergi kamu bajingan! Aku tidak ingin melihat wajah menjijikkan mu!" Usir Jennie.

Aku menggeleng, menolak.

Kemudian Jennie menarik kasar bajuku lalu mengigit kuat pundak ku.

"Aghh" aku sekuat tenaga menahan sakit.

"Sayang please dengarkan aku dulu" aku mengusap wajahnya.

"Tidak mau! Keluar atau kamu aku bunuh Lalisa Manoban!"

Baiklah, Jennie tidak akan mendengarkan ku jika dia masih marah. Lebih baik menunggunya tenang.

"Aku ke ruang tamu, tenangkan dirimu terlebih dahulu sayang"

"Pergi ke tempat selingkuhan mu juga tidak masalah bagiku"

Aku menggeleng lalu keluar dan menutup pintu dengan pelan.

Di ruang tamu aku termenung, bukan karena tuduhan Jennie melainkan tentang Lili yang ingin hidup lebih baik dan bahagia.

Aku tertampar, sangat sadar bahwa selama ini telah bersikap keras dan cuek pada Lili. Aku di hantui rasa bersalah sekarang, seharunya sebagai orang tua aku harus lebih aktif dalam merawat dan menjaga Lili.

Tapi seperti yang kalian lihat aku malah mencontohkan hal-hal yang buruk pada putriku, kkkh betapa bodohnya aku.

Tiga puluh menit merenung, aku kembali masuk kedalam kamar.

Jennie sudah berbaring membelakangi ku sambil memeluk Lili.

Aku menghela nafas lalu ikut bergabung bersama mereka.

Asal kalian tau saja Jennie itu sangat pencemburu, dia bisa menggila seperti tadi saat orang berani menyukai ku dan menatapku dengan terang-terangan.

Jadi untuk membujuknya aku harus menunggu dia tenang dulu setelah itu barulah dia akan mau mendengar penjelasan ku.

"Kamu sudah tidur sayang?" Aku melingkarkan tanganku di perutnya.

"Ck" Jennie menyikut perutku, memberontak namun aku tidak melepaskannya.

"Jangan sentuh aku, sentuh saja selingkuh mu"

"Aku hanya menyentuh istriku"

"Bulshit"

Aku terkekeh.

"Dengar sayang, aku memang di toserba dan hanya sendiri. Gadis itu aku tidak tau dia datang dari mana, dia tiba-tiba saja mencium pipiku, kamu pikir aku suka? Tidak sama sekali, aku menampar pipinya lalu mengatainya jalang karena berani sekali menodai pipiku. Aku jijik sayang, dia hanya orang iseng dan tidak ada sangkut pautnya dengan ku. Kamu percaya kan? Aku jujur tidak pernah berbohong padamu" aku mencium pelipis Jennie setelahnya.

Jennie menghela nafas lalu berbalik dan membalas pelukan ku.

"Aku percaya honey, maaf karena aku sangat cemburu dan emosi duluan. Kamu tau sendiri aku emosian dan susah untuk mengontrol diri" lirih Jennie.

Aku mengangguk mengusap pipinya.

"Aku mengerti kamu sayang" kemudian aku menyatukan kening kami.

"Kamu cantik sekali istriku" pujiku.

Jennie tersenyum malu.

"Kamu juga sangat menawan honey" Jennie mengelus rahang ku.

"I love you honey" ungkap Jennie.

"I love you more wife" balasku dengan lembut.

Chup

Aku mencium bibir Jennie, Jennie membalas dengan agresif, kami saling melumat dan bermain lidah selama hampir lima menit.

"Kecantikan mu menurun pada Lili" aku melirik Lili yang tertidur pulas di samping Jennie.

"Ya aku tau" sombong Jennie dan kami sama-sama tertawa pelan.

"Sayang, kamu tau cita-cita Lili apa?"

Jennie mengerutkan keningnya.

"Tiba-tiba sekali"

"Tau tidak?"

"Emm pengusaha atau kalau tidak jadi preman sama sepertimu, hahaha"

Aku menggeleng.

"Dokter sayang"

Jennie terdiam.

"Besok aku ingin kita berbicara serius, sekarang lebih baik kita tidur"

Raut wajah Jennie berubah sendu, pasti dia mengingat mendiang Appa nya.

"Pindahkan Lili ke tengah" lirih Jennie dan aku mengangguk segera memindahkan tubuh kecil Lili di tengah-tengah kami.

"Sweet dreams wife, baby" aku mencium kening Jennie dan Lili.

Jennie tersenyum, dia memeluk Lili kemudian mulai memejamkan matanya.

Aku juga memeluk Lili dan Jennie.

Duniaku.

•••

Tbc

23/07/24

Mommy cemburuan, Dadda sabar banget hadapin Mommy tantrum. Bisa yuk berubah demi Lili.

Vote komen lanjut.

Toxic parents✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang