[18. BITTER FACTS]

24 5 0
                                    

<<< happy reading >>>

Dibawah cahaya sang rembulan yang bersinar terang, seorang gadis berdiri menghawatirkan seseorang yang belum kunjung pulang. Sambil menggigiti ujung jemarinya, Cia celingukan mencari sang adik. Entah dimana keberadaan Alea sekarang. Hingga Alea pulang tepat pada pukul 10 lebih 15 menit.

"Alea, kamu kemana aja sih?" Tanya Cia, setelah melihat Alea yang datang menghampirinya.

"Maaf kak" hanya dua kata yang yang terlontarkan dari mulut Alea.

Dengan tiba-tiba Alea memeluk tubuh sang kakak. Menangis sejadi jadinya. Entah apa yang terjadi, Alea belum menceritakannya.

"Alea, kenapa, ada masalah?" Tanya Cia dengan sigap. Alea hanya menggeleng pelan, Cia bisa merasakannya.

"Kita ke kamar kakak dulu ya" ucap Cia.

Cia berjalan dengan lambat sembari merangkul sang adik yang masih terisak dalam tangisnya. Hingga akhirnya mereka berdiri di depan pintu kamar Cia. Cia membuka pintu dengan sangat perlahan. Pemandangan pertama yang Alea lihat adalah dua buah koper yang sudah siap dibawa oleh sang pemilik.

Alea menatap netra Cia, sambil berkata "kak, mau kemana?" Tanya Alea.

"Masuk dulu, kakak ceritain" pinta Cia. Cia dan Alea duduk di pinggir kasur milik Cia.

"Besok kakak akan pindah ke rumah bunda, untuk sementara" ucap Cia.

"Kak, serius?" Tanya Alea memastikan bahwa ia tidak salah dengan.

"Kakak serius" jawab Cia.

"Kak, aku ikut ya" pinta Alea, sontak membuat Cia terkejut.

"Alea harus ikut mama" ucap Cia.

"Nggak mau, Alea mau ikut kakak, Alea mohon kak" ucap Alea, menahan air matanya yang mampir terjun bebas.

"Bilang sama mama, kalau mama izinin, ayo" ucap Cia.

"Oke aku bilang sama mama" ucap Alea.

*****
Seorang gadis tengah berbaring di atas brankar. Sebuah alat-alat medis yang berjalan sesuai dengan tugasnya, yang Aksa tatap sekarang.  Tatapannya kosong, pikirannya beradu dengan semua yang telah terjadi tadi. Tadi sore, sekitar pukul 4, dengan tiba-tiba kondisi tubuh Anaya drop dan harus dilarikan ke rumah sakit. Namun syukur, saat ini kondisinya kembali normal.

"Aksa, apa yang kamu pikirin sih?" Tanya Anaya.

"Nggak ada" jawab Aksa.

"Kenapa sih, sa?"

"Aku bilang nggak ada, Anaya"

"Dari tadi kamu cuekin aku, pasti karena Cia ya? Emang yang dia udah bikin kamu buta tau nggak, kemana Aksa yang dulu, yang selalu temenin aku" ucap Anaya.

"Anaya, plis, jangan ketergantungan sama aku, okey aku tau kamu pasti bakal bilang kalau cuma aku yang kamu punya, lihat bapak kamu, dia juga punya kamu" timpal Aksa.

"Aku nggak ketergantungan sama kamu"

"TERUS SEMUA INI APA? AKU CAPE, AKU BUTUH LEPAS DARI SEMUA BEBAN INI, ANAYA!!"

"Sa, kamu serius ngomong gitu? Jadi aku beban buat kamu?" Tanya Anaya. Aksa terdiam, menunduk menatap lantai rumah sakit.

"JAWAB SA, JADI SELAMA INI AKU BEBAN BUAT KAMU?" Ucap Anaya, semakin menaikkan nada bicaranya.

"Nggak gitu na" ucap Aksa.

"Okey, aku minta maaf karena aku jadi beban. Sekarang kamu boleh pergi, mulai sekarang, aku bukan beban di hidup kamu lagi sa" ucap Anaya.

SELESAI DI BANDUNG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang