[19. ALEA DAN DUNIANYA]

19 5 9
                                    

<<< happy reading >>>

Satu minggu telah berlalu. Tak bosan-bosan Cia mencari keberadaan lelaki yang telah merusak hidup adiknya. Lelaki itu hilang, entah kemana. Sepanjang hari, Cia dihantui oleh rasa dendam yang belum terbalaskan. Lelaki itu harus bertanggung jawab atas perbuatannya.

Waktu terus berjalan. Alea tidak masuk sekolah selama 3 hari kebelakang. Fakta tentang dirinya mulai tersebar dimana-mana. Alea tidak berani masuk sekolah. Sepertinya karena kejadian 4 hari yang lalu ...

"Alea" panggil Rena, teman Alea.

"Aku malu, punya sahabat yang hamil diusia dini" lanjutnya.

Begitu sesak yang Alea rasakan. Sahabatnya telah kecewa kepada dirinya.

"Maaf"

"Mulai besok, aku duduk sama Aresa"  ucap Rena.

"Kenapa?" Tanya Alea.

"Aku malu Alea. Semua orang juga ikut ngebully aku karena kehamilan kamu" ucap Rena. Menekankan di setiap katanya.

"Alea"

"Apa?" Bentak Rena.

"Mau marah? Silahkan" lanjutnya.

Satu harian penuh Alea hanya mengurung diri dikamar apartemen. Tanpa makan dan minum sedikitpun. Bahkan makanan yang diberi Cia, tidak disentuh sedikitpun. Lelah, tapi bukan berarti Cia menyerah membujuk Alea.

"Alea, makan dulu, kakak bikinin makanan kesukaan" ujar Cia. Namun nihil, usaha membujuknya masih gagal.

"Aku nggak lapar" jawab Alea.

"Alea, plis"

Brak..
Suara benturan terdengar sangat keras. Alea melemparkan sebuah buku tepat kearah pintu kamar.

"ALEA, KAMU MIKIRIN PERASAAN KAKAK NGGAK SIH?" Kesabaran Cia telah terkuras habis.

Suaranya mulai meninggi, membentak sang adik yang masih setia mengurung diri didalam kamar. "KAKAK CAPEK, ALEA" lanjutnya.

"Kalau kakak capek tinggalin aja Alea" ucap Alea. Perkataan itu cukup menusuk hati Cia.

"APA MAKSUD KAMU!"

"KAKAK JUGA NGGAK MIKIRIN PERASAAN AKU, KAKAK SELALU MAKSA AKU UNTUK KELUAR DARI KAMAR. SEDANGKAN DISINI, AKU TAKUT MENGHADAPI DUNIA LUAR KAK" ucap Alea, terisak dalam tangisnya.

"KAMU TAKUT? KAKAK JUGA TAKUT! KAKAK TAKUT DIMARAHI AYAH, TAKUT MENJADI KAKAK YANG NGGAK BISA JAGA ADIKNYA, TAKUT DIPUKUL AYAH, TAKUT MAMA BENCI KAKAK, TAKUT KAMU KENAPA-NAPA, TAKUT BAYI DALAM KANDUNGAN KAMU KENAPA-NAPA, kakak takut semuanya" sentak Cia.

Keheningan terjadi diantara keduanya. Sama-sama terisak dalam tangis. Alea beranjak dari kasur, membuka kunci pintu, menghampiri Cia yang sudah terduduk lemas di lantai. Memeluk sang kakak dengan erat.

"Maaf, kak" ucapnya dengan lirih.

"Nggak perlu minta maaf. Apa susahnya untuk makan sih Alea, kakak sedih lihat kamu kayak gini" ucap Cia yang semakin terisak dalam tangisnya.

"Maafin Alea, Alea mau makan, Alea nggak akan membantah omongan kakak lagi" ucap Alea.

"Alea, kakak nggak bisa kayak gini, kakak harus bilang semua ini ke orang yang udah melakukan semua ini" ucap Cia, melepaskan pelukan Alea.

"Jangan kak" tolak Alea.

"Nggak ada penolakan"

"Kak, bukan waktu yang tepat"

"Terus kapan waktu yang tepat? Nunggu ayah tau semuanya? Nunggu kamu melahirkan?"

"Sebentar lagi kak, Alea yang akan bilang sendiri"

"Sampai 1 Minggu kamu nggak kasih tau juga, kakak yang akan kasih tau" ancam Cia.

"2 Minggu" ucap Alea.

"Oke, 2 Minggu"

*****
1 hari telah berlalu, matahari telah menampakkan wujudnya. Hari ini, Alea mencoba memberanikan diri untuk berangkat ke sekolah. Sangat berat menjalani hari-hari disaat semua fakta tentang dirinya sudah meluas hingga 1 sekolah. Sindiran selalu ia dengar sejak kedatangannya kesekolah.

Beberapa guru sudah mengetahui kebenarannya. Kini Alea berada di ruangan wali kelasnya, Raisa. Pertanyaan demi pertanyaan telah dilontarkan oleh Raisa.

"Apakan rumor yang beredar itu benar?" Tanya Raisa. Alea menunduk, takut.

"Kenapa diam Alea? Jawab ibu" ucap Raisa semakin tegas.

"I-iya Bu" ucapnya gugup.

"Kenapa bisa terjadi? Kamu ini siswa berprestasi, kenapa kamu sendiri yang menjatuhkan harga diri kamu"

"Kamu ini masih baru mau lulus SMP, masih kecil, belum tau kejamnya dunia luar" lanjut Raisa.

"Maaf Bu" ucap Alea.

"Lalu sekarang? Kamu mau gimana?" Tanya Raisa.

"Tolong jangan keluarin Alea dari sekolah ini Bu, sebentar lagi Alea lulus, Alea nggak mau ngecewain ayah dan mama" ucap Alea.

"Kamu sudah memberi tau orang tua kamu?"

"Belum Bu" jawabnya.

"Segera kasih tau mereka, mereka berhak untuk tau" ucap Raisa, menegaskan di setiap katanya.

Alea keluar dari ruangan Raisa dengan wajah yang di tekuk ke bawah. Menunduk, berjalan dengan pelan. Mendengar sindiran-sindiran yang keluar dari mulut teman-temannya. Tak jarang ada beberapa temannya yang menertawakan bahkan memukulnya.

"Masih SMP tapi udah nakal"

"Jijik banget"

"Gila ya, ada orang kayak dia"

"Kebelet nikah nggak sih"

"Najis, kalau aku jadi temennya, pasti aku bakal malu banget sih"

Dan masih banyak lagi. Tak ada satu orangpun yang berpihak kepadanya. Bahkan teman dekatnya pun sudah memiliki teman baru.

Brukk
Seorang perempuan yang sengaja menyenggol Alea hingga terjatuh. Kakinya tergores bebatuan yang berserakan di jalan.

"Upss, sorry, nggak sengaja, hahaha" ucap Rena yang tengah menggandeng lengan Rania, teman barunya.

"Cewe haram, kalo jalan lihat-lihat dong, baju teman aku jadi lecek selecek muka kamu" ucap Rania.

Chapter 19 finished

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 19 finished

Haii, semoga kalian suka sama chapter 19 ini yaa. Selamat menunggu chapter 20 yang nggak kalah sama kejutannya.
Love you all..

SELESAI DI BANDUNG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang