<<< happy reading >>>
"kak aku nggak mau pergi sekolah lagi" ucap Alea. Meratapi nasibnya yang malang.
"Kenapa?"
"Aku nggak sanggup, aku cape"
Tapi berbicara satu katapun, Cia berdiri dari duduknya. Melangkah maju, keluar dari apartemennya. Mencari keberadaan seseorang yang sudah ia tahan sejak beberapa hari yang lalu. Mencari ke kediamannya namun tak ada hasil. Mencari ke tempat yang biasa di hampiri orang tersebut, hasilnya tetap sama. Hingga akhirnya hanya 1 tempat lagi yang biasa orang itu kunjungi. Sebuah club. Cia bergegas masuk ke dalam club tersebut. Merasa tidak nyaman dengan suasana di sana. Tampak asing dengan tempatnya.
Usahanya mencari seseorang itu berhasil. Seorang pria yang tengah minum air yang tak pernah Cia lihat sebelumnya. Dengan gesit, Cia menarik lelaki itu menjauh dari keramaian. Menatapnya serius. "Lo gila ya" ucapan itu berhasil terlontarkan dari mulut Cia.
"Berani lo menghancurkan masa depan adik gue, bajingan banget hidup lo" tak di sangka. Cia yang hampir tidak pernah berkata kasar, kini berkata kasar. Lo gue kata asing yang keluar dari mulut Cia.
"Maksud kamu apa, cia?" Tanya lelaki itu.
"Nggak usah banyak tanya, adik gue hamil anak lo. Nggak nyangka gue sama lo. Tanggung jawab sama perbuatan lo. Malu, udah gede. Nggak perlu diajari lagi caranya tanggung jawab. Udah tau kan caranya bertanggung jawab" tegas Cia.
"Tanggung jawab sebelum gue bikin lo menderita dan datangi orang tua gue bilang ke mereka kalau lo siap tanggungjawab"
"Aku nggak bisa" timpal lelaki itu.
"Kenapa?"
"Masa depan aku masih panjang, aku nggak mau nikah"
"LO PIKIR ADIK GUE NGGAK PUNYA MASA DEPAN, ADIK GUE JUGA PUNYA MASA DEPAN, BAJINGAN" Cia benar-benar hancur sekarang.
"BENAR-BENAR MANUSIA NGGAK PUNYA HATI LO, MANUSIA SETAN"
"KAKAK" teriakan seseorang yang Cia kenal, muncul dari arah belakangnya. Cia menoleh. Dan benar saja, adiknya datang menyusulnya.
"Kak cukup, ayo pulang" ucap Alea. Menarik pelan tangan Cia.
"ALEA" teriaknya.
"Nggak bisa gini. Dia harus tanggung jawab. Kakak nggak mau ngebiarin kamu sengsara sendirian" ucap Cia.
"Kak plis"
"Nggak"
"Percuma kita disini, dia nggak akan mau tanggung jawab" ucap Alea.
"sini" Cia menarik Alea untuk berdiri dihadapan lelaki itu.
"Lihat perempuan yang udah lo rusak. Perempuan lemah yang lo permainin. Perempuan yang jadi pemuas nafsu lo. Lihat perutnya, udah mulai membesar kan? Tega lo lihat dia kayak gini" ucap Cia, menekankan di setiap katanya.
"Tanggung jawab atau gue bilang ke semua temen lo kalau lo sebrengsek ini?" Ancam Cia.
"Oke aku tanggung jawab, tapi nggak sekarang"
"Terus kapan?"
"Kasih aku waktu 1 bulan"
"1 Minggu"
"Itu terlalu cepet"
"Ya udah kalau nggak mau"
"Ck, ya udah gue mau"
Setelah perdebatan yang cukup menguras tenaga, Cia dan Alea segera keluar dari club. Bergegas pulang dengan berjalan kaki. Keduanya hanya terdiam, di selimuti oleh kecanggungan yang tercipta dari keduanya. Gedung apartemen yang sangat mewah sudah terlihat dekat dari pandangan mereka.
"Alea, kamu ke apartemen duluan aja, kakak mau pergi sebentar" ucap Cia. Belum mendapatkan balasan apapun dari Alea, Cia sudah melangkah pergi terlebih dahulu.
"Maaf kak" lirih Alea.
Cia berdiri disebuah jembatan yang tak jauh dari apartemennya. Menatap sungai yang tampak gelap. Menikmati embusan angin yang menerpa jiwa dan raganya. Pandangannya beralih ke langit yang memperlihatkan bulan dan bintang yang saling bersebelahan.
"Hei" panggil seseorang yang terdengar tidak asing di telinganya.
"Hanna"
"Ngapain kamu malam-malam disini?" Tanya Hanna, turun dari mobil yang ia tumpangi.
"Cuma nyari angin aja"
Hanna menghampiri Cia dan menatap sekilas wajah sahabatnya itu.
"Kamu bohong, aku tau kamu habis nangis"
"Apa sih, biasa aja juga" Cia mengelak namun Hanna tidak bisa di bohongi.
"Nggak usah bohong"
Perlahan Isak tangis Cia mulai terdengar semakin kencang. Hanna sudah tau, jika Cia tiba-tiba keluar malam dan pergi ke jembatan ini, sudah pasti Cia sedang lelah. Tanpa berbicara apapun, Hanna memeluk tubuh Cia yang terasa sangat dingin.
"Aku capek, Hanna"
"Cerita sama aku"
"Mau berhenti aja, aku udah nggak sanggup. Capek. Setelah ini pasti ayah marahin aku lagi"
"Jangan bicara kayak gitu, sebentar lagi Cia pasti bahagia kok. Anggap aja semua ini awalan dari kebahagiaan Cia" tutur Hanna.
"Sakit, Hanna. Sakit" ucap Cia dengan suara bergetar.
"Aku tau. Nangis aja sepuasnya" ucap Hanna.
Cia menjatuhkan dirinya ke trotoar. Bebannya terasa begitu berat. Rasanya ingin selesai hari ini. Dadanya terasa sesak. Sakit, seakan disayat oleh ribuan pisau.
Bumi pun turut bersedih. Air-air yang jatuh membasahi kota Bandung, ikut membasahi tubuh Cia dan Hanna. Tetesan air hujan bersatu padu dengan air mata yang keluar dari mata Cia.
"Kita berteduh dulu yuk?" Ajak Hanna, khawatir tetesan air hujan itu membuat Cia jatuh sakit.
Hanna membantu Cia berdiri dari duduknya. Merangkul Cia, masuk ke dalam mobilnya. Untung saja, baju Cia dan Hanna belum terlalu basah. Tidak masalah untuk mereka masuk ke dalam mobil. Supir mobilnya melajukan mobil Hanna dengan kecepatan sedang. Hanna membiarkan Cia menangis sepuasnya di dalam mobilnya. Hanna tau ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya tentang apa yang terjadi kepadanya.
Chapter 20 finished
Semoga kalian suka sama cerita aku yaaa
Thank youu💗
KAMU SEDANG MEMBACA
SELESAI DI BANDUNG
Teen Fiction"kalau cia di kasih 1 permintaan, apa yang bakal cia minta?" "Cia nggak mau di pukul ayah" Apakah hanya kematianku yang ditunggu semua orang? Sebenarnya aku bisa bahagia, tapi tidak disini. Melainkan di kehidupan setelah kematian. Mengapa tuhan men...