CHAPTER XV

24 2 3
                                    

Halo men-temen, jumpa lagi dengan aku! Udah siap buat baca chapter terbaru ku belum? Di baca sampai habis ya, jangan lupa vote dan komennya

■□■□Darling□■□■

♤Amanah♤

Seulgi masih penasaran tentang apa yang terjadi. Ia tidak mendapatkan petunjuk apapun selama ini. 

"Yer, Yeri sini ntar! "

Yeri yang baru masuk kamar menghampiri kasur Seulgi dengan malas.

"Kenapa? "

"Si y/n sama si Wendy kenapa sih? "

"Lah, lo belum tau? " Seulgi menggeleng. 

"Gak tau juga sih ya mereka kenapa, tapi ada sangkut pautnya dengan si Chanyeol. "

"Chanyeol? " Yeri mengangguk. 

Seulgi dan Chanyeol dulu satu kelas, tapi mereka tidak terlalu akrab. Apa tak masalah jika ia menanyakan soal masalah ini pada Chanyeol langsung? Ia ingin mendapatkan jawaban pasti.

"Terus? Itu doang yang lo tau?"

"Denger-denger ni ya, jadi kak Irene jumpa si y/n sama si Chanyeol lagi berduaan. Awalnya mereka cuman ngomong-ngomong gitu, eh tiba-tiba pelukan. "

Seulgi membulatkan bibirnya. Ia sedikit kaget saat mendengar penjelasan Yeri, namun selagi tak jelas pembicaraan mereka, Seulgi memilih untuk tidak berada di sisi salah satu dari mereka. 

"Menurut lo gimana? Soalnya kak Irene sendiri gak tau mereka ngomong apa, tapi si Wendy udah mau ngehajar si y/n."

"Beneran?! " lagi-lagi Yeri mengangguk membenarkan. 

"Gue gak tau sih tuh anak asal ngomong karena kesel atau beneran mau ngasih pelajaran ke si y/n."

"Lo sama aja, ngasih berita gak pasti. "

"Kan tadi lo yang nanya. "

Hening. Mereka tak tahu apa yang harus dilakukan. Semua ini belum jelas penyebabnya. 

"Au dah, gue mau tidur dulu, ntar siang bangunin ya. "

"Hm."

Seulgi masih ingin memikirkan tentang bagaimana hubungan pertemanan mereka. Jika firasatnya benar bagaimana? Ia memiliki perasaan jika hubungan persaudaraan ini akan kental. Mereka akan bertengkar dan saling membenci. Oh, Seulgi sangat berharap itu tak terjadi. 

Di sisi lain

"Sekarang kalian cerita ke gue, kok bisa kalian deket gini? "

Y/n menceritakan semuanya secara lengkap pada Junmyeon. Semuanya persis seperti yang dikatakan Chanyeol. Alasan mereka bertemu, sedekat apa mereka, dan bagaimana mereka berkomunikasi semuanya sama seperti yang dikatakan Chanyeol. 

"Huft- gue gak bisa bantu banyak. Bahkan Chanyeol yang temen gue dari SMA juga gak bisa gue bantu lebih. "

"Gue gak masalah sih. Gue gak peduli mereka bakal dengerin omongan gue apa kagak, gue cuman minta bantuan kalian untuk setidaknya bantu gue buat tetap dirumah itu sampe pada akhirnya misi kita selesai. "

"Kenapa lo jadi ambis? Bukannya tadi lo bilang lo udah stres dengan masalah ini? "

Y/n menyeringai, "Sekalinya amanah ya amanah, jangan diingkari sampe batas ketahanan lo udah maksimal. "

Junmyeon dan Chanyeol masih tak mengerti motivasi apa yang membuat y/n seteguh itu dengan misi ini. Mereka saling pandang mencoba untuk ber- telepati. 

"Ayah. Bokap gue anggota pemadam kebakaran. Doi meninggal waktu tugas 14 tahun lalu. Pesan dia buat gue; tetap baik dan selalu bantu orang lain sampe pada akhirnya jadi debu. Tetap bantu orang lain walaupun kamu harus jadi korbannya. "

Y/n mengalihkan pandangannya pada Chanyeol dan melanjutkan ucapannya, "Bokap gue juga bilang; anak seorang pahlawan juga harus punya jiwa kepahlawanan. Gak peduli laki-laki atau perempuan."

Mata y/n mulai digenangi air mata. Mati-matian ia tahan agar tak memalukan dirinya, namun tiba-tiba tangan kekar Junmyeon mendarat di pundak y/n.

"Gak papa, lo nangis aja kalo mau. "

"Gue... Gue merasa malu dengan bokap gue kalo gue nyerah gitu aja. Mungkin di atas sana dia kecewa liat gue kayak gini," ucap y/n sambil menahan tangisnya. 

Chanyeol menunduk. Ia merasa malu setelah mendengar curhatan y/n. Ya, ia pantas malu. 

"Kalo gue mau nyerah, bisa aja gue nyerah. Tapi gimana dengan pesan yang udah dikasih bokap gue? Apa dia bakal kecewa dengan gue? "

"Gue ngerti. Gue bakal usaha semaksimal mungkin, gue bakal bantu lo selesain 'misi' ini. "

"Thanks. Gue pulang dulu. "

Y/n benar-benar pulang meninggalkan dua laki-laki yang masih tak menyangka dengan kehidupan y/n. 

Yang diceritakan y/n memanglah singkat, tapi mereka sangat mengerti seperti apa beratnya hidup y/n.

Mungkin Junmyeon akan membantunya dengan alibi memberi opini pada Irene tentang bagaimana setidaknya wanita itu menghadapi masalah ini. Chanyeol... Ia tak yakin bisa menenangkan hati Wendy. Ia takut gadis itu akan tersinggung nanti. 

"Gue gak tau kalo ternyata kehidupan y/n kayak gitu. Gak pernah sama sekali gue nyangka bakal seberat itu. " 

Junmyeon sering mendengar cerita dari Irene kalau y/n itu anak yang penuh ambis dan selalu ceria. Dibalik kehidupan y/n, Junmyeon dengar dari Irene gadis itu menjadi yatim sejak usianya 10 tahun. Ibunya juga terkena TBC. Selama ini ia tinggal bersama Bunda dan bibinya di rumah, lalu suatu hari y/n memutuskan untuk merantau ke kota. 

Tapi yang tak disangka adalah amanah pemberian sang Ayah. Dapat dikatakan ucapan mendiang ayah y/n adalah pesan atau nasihat, tapi y/n menganggapnya sebagai amanah yang tak boleh diingkari. Hal itu tentu menjadi beban yang cukup berat bagi kehidupan y/n.

Junmyeon menatap Chanyeol yang masih terus menundukkan kepalanya sambil memainkan jari-jarinya. 

Permasalahan salah sangka dapat dikatakan sebagai kasus yang cukup rumit untuk diselesaikan. Dan sekarang mereka justru terperangkap di permasalahan ini. 

"Yeol, lo gak bisa terus-terusan sembunyi di bayangan y/n. Lo juga harus cari solusi, setidaknya buat nyelamatin diri lo sendiri dari masalah ini. "

"Gue takut, bang. "

Junmyeon mengangguk mengerti. Ia rangkul temannya itu dengan penuh rasa iba. "Gue bakal ngebantu lo juga kok. Ya, walau gue gak tau berhasil apa kagak, tapi setidaknya udah berusaha aja."

Chanyeol itu terlalu bodoh untuk mengatur egonya. Ia hanya memikirkan dirinya untuk menang. Tapi bukan berarti ia tak peduli orang lain, ia hanya bodoh saja. 

"Gue gak ngerti kok gue bisa jumpa lo, Yeol. "

Junmyeon tak menyangka ia akan berteman dengan orang seperti Chanyeol. Orang yang bodoh, berbicara seenaknya, dan selalu bertingkah seperti anak-anak. Tapi Junmyeon tak bisa berbohong bahwa kenangannya bersama Chanyeol yang sering kali membuatnya menangis terharu. 

Chanyeol itu bagaikan happy virus, mau dalam keadaan apapun saat melihat Chanyeol pasti akan senang. 

Saat marah pasti ada saja caranya untuk meluluhkan hati, saat sedih ada saja tingkahnya yang membuat kita tertawa. 

Junmyeon mengerti, ini semua karena Chanyeol tak mendapatkan perhatian khusus di keluarganya. Karena setiap manusia adalah korban, takkan ada yang namanya pemenang. 

*•̩̩͙✩•̩̩͙˚ terimakasih˚•̩̩͙✩•̩̩͙˚*

Chapter kali ini segini dulu yaa, mohon maaf kalo menyinggung dan ada salah kata. 

Jumpa lagi next chapter! ♡

CHILL KILLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang